Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Waskita Karya mencatatkan kerugian Rp 3,23 triliun per September 2023.
Utang Waskita Karya pernah mencapai Rp 90 triliun pada 2020.
Proyek jalan tol membebani Waskita Karya.
BANYAK proyek, banyak rezeki. Pepatah ini seharusnya berlaku bagi para kontraktor. Namun lain hal buat PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Banyaknya proyek penugasan dari pemerintah malah menenggelamkan perusahaan konstruksi pelat merah ini dalam gunungan utang. Waskita pun berada di tepi jurang, antara selamat atau tidak dari kebangkrutan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beratnya beban Waskita Karya terlihat dalam laporan keuangan kuartal III 2023. Per September lalu, utang jangka pendek atau yang jatuh tempo dalam setahun mencapai Rp 609,17 miliar, membengkak nyaris tiga kali lipat dari Rp 278,49 miliar pada Desember 2022. Belum lagi utang pembayaran obligasi, utang pajak, dan tagihan lain sehingga kewajiban jangka pendeknya naik dari Rp 21,45 triliun pada Desember 2022 menjadi Rp 22,15 triliun pada September lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Banyaknya proyek Waskita Karya tak membuat keuangannya membaik. Per September lalu, arus kas perseroan dari aktivitas operasi tercatat minus Rp 105,55 miliar. Defisitnya melebar dari minus Rp 38,09 miliar pada Desember 2022. Secara keseluruhan, pada September lalu, Waskita mencatatkan kerugian Rp 3,23 triliun, berkebalikan dari posisi pada Desember 2022 ketika perseroan masih bisa mencetak laba Rp 574,8 miliar.
Jika dirunut kembali, persoalan keuangan ini muncul ketika Waskita Karya banyak menggarap proyek penugasan dari pemerintah, antara lain membangun ruas jalan tol Trans Jawa yang mangkrak. Waskita membangun jalan tol itu dengan modal sendiri, kredit bank, hingga penerbitan obligasi yang kemudian berujung pada bengkaknya utang.
Kondisi kian buruk pada masa pandemi Covid-19 lantaran pembatasan mobilitas membuat lalu lintas di jalan tol sepi. Dalam wawancara pada 8 April 2021, Destiawan Soewardjono yang ketika itu menjabat Direktur Utama Waskita Karya mengatakan pandemi membuat proyek tertunda dan beban bertambah.
Karena pandemi pula upaya Waskita menjual lima ruas jalan tol kepada investor gagal. Menurut Destiawan, utang Waskita Karya pada 2020 mencapai Rp 90 triliun dengan bunga Rp 4,7 triliun. "Memang sangat-sangat berat kondisinya," katanya ketika itu. Sekitar Rp 52 triliun adalah utang dari proyek jalan tol.
Seiring dengan waktu, Waskita Karya pelan-pelan membenahi kondisi dengan menegosiasikan utang kepada sejumlah kreditor dan vendor. Jalan ini pun tak mudah lantaran Waskita beberapa kali menerima gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang.
Pada Februari lalu, misalnya, Waskita digugat PT Megah Bangun Baja Semesta yang menagih utang Rp 2,93 miliar. Gugatan lain datang dari PT Bukaka Teknik Utama yang berasal dari proyek pembangunan jalan tol Jakarta-Cikampek Elevated II atau jalan tol Mohammed bin Zayed.
Waskita Karya juga didera kasus korupsi. Pada April lalu, Kejaksaan Agung menetapkan Destiawan Soewardjono sebagai tersangka korupsi dana supply chain financing (SCF) PT Waskita Beton Precast Tbk pada 2016-2020. Destiawan diduga memanfaatkan SCF untuk mendanai proyek-proyek fiktif. Dalam sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Senin, 20 November lalu, jaksa mendakwa Destiawan menerima uang Rp 5,1 miliar dan US$ 50 ribu atau sekitar Rp 758 juta dari transaksi proyek fiktif. Jaksa pun menyebut Destiawan merugikan negara Rp 70,89 miliar.
Kini Waskita Karya berbenah. Dalam pernyataan tertulis pada 20 November lalu, Sekretaris Perusahaan Ermy Puspa Yunita mengatakan perseroan kini sangat selektif dalam memilih proyek baru. Menurut dia, Waskita kini dipercaya mengerjakan lebih dari 90 proyek, menjalankan program penyehatan dan transformasi, serta bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan Kejaksaan Agung dalam memperbaiki tata kelola. ”Perbaikan sudah sangat signifikan," tuturnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Ghoida Rahmah berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Terbelit Utang, Terjerat Korupsi"