Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Cerita Warga Lokal yang Lahannya Digusur untuk IKN

Di balik kemegahan perayaan kemerdekaan di IKN, tak sedikit warga lokal mempertanyakan ganti rugi lahannya yang digusur.

19 Agustus 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SESAAT Asmin menghela napas sebelum menceritakan bagaimana sebetulnya dampak pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) bagi masyarakat adat di Kelurahan Pemaluan, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepada Tempo, pemangku adat itu teringat konflik pada 2006 antara masyarakat dan PT ITCI Hutani Manunggal (IHM), perusahaan milik konglomerat Sukanto Tanoto, yang menerima konsesi dari adik presiden terpilih periode 2024-2009 Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Asmin membeberkan konflik itu membuat masyarakat adat Pemaluan kehilangan sumber penghidupan. Musababnya, perusahaan yang bergerak di bidang hutan tanaman industri itu menguasai lahan berkebun warga. Peristiwa itu juga menambah panjang deretan konflik agraria yang terjadi sejak 1980-an hingga kini.

Pembangunan IKN yang merupakan proyek pemerintah, kata Asmin, malah membuat para warga lebih khawatir. “Menurut saya, pemerintah akan lebih (berkuasa) daripada IHM,” kata Asmin sembari menyeruput secangkir kopi hitam di kediaman Ketua RT 05 Pemaluan, Ahad siang, 11 Agustus 2024.

Asmin berbicara demikian bukan tanpa alasan. Pasalnya, sudah ada tanda penguasaan lahan masyarakat Pemaluan oleh pemerintah. Salah satunya lahan untuk pembangunan jalan tol IKN seksi 6A dan 6B. Sebagai pemangku adat Pemaluan, Asmin tidak mendengar soal rencana pemerintah, tapi ternyata pembukaan lahan sudah dilakukan. 

“Tiba-tiba, kok, ada (land clearing). Kami resah juga. Belum ada kesepakatan dengan kami,” ujar Asmin.

Komunitas Adat Suku Balik Pemaluan saat berorasi pada peringatan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara di Gerbang Utama Universitas Mulawarman, 17 Maret 2024. Dok.AMAN

Keresahan itu muncul karena para warga tidak memiliki bukti kepemilikan tanah akibat terkendala biaya pembuatan surat. Padahal masyarakat adat sudah tinggal di Pemaluan sejak sebelum Indonesia merdeka. Hal tersebut bisa dibuktikan dengan keberadaan tetua kampung berusia 120 tahun dan makam-makam tua di Pemaluan.

Karena itu, Asmin berharap pemerintah memberikan legalitas hak tanah mereka, bukan justru mengklaimnya. “Dulu tidak ada HGU (hak guna usaha), HPL (hak pengelolaan lahan). Termasuk IKN, dulu belum ada,” ucap pria 54 tahun itu. 

Kelurahan Pemaluan menjadi bagian dari kawasan pengembangan ibu kota baru di Kalimantan Timur. Ada proyek jalan tol IKN dan pengendalian banjir di kampung itu. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sekaligus pelaksana tugas Kepala Otorita IKN Basuki Hadimuljono pernah berjanji pemerintah memperhatikan kepentingan masyarakat dan tidak akan melakukan penggusuran. Setidaknya pemerintah telah menganggarkan Rp 90 miliar untuk mengganti rugi warga yang terkena dampak proyek jalan tol seksi 6A dan 6B serta proyek pengendalian banjir Sepaku. 

Sebelumnya, pemerintah menggunakan skema Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan (PDSK) Plus. Namun Presiden Joko Widodo kemudian meneken Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan IKN. "Sehingga yang tadinya ADP (aset dalam penguasaan) boleh dibayar. Nanti dimusyawarahkan lagi,” ujar Basuki di Kementerian PUPR, Jumat, 2 Agustus 2024.

Namun, meski pemerintah mengklaim tidak menggusur warga, Alfian, warga Pemaluan yang terkena dampak pembangunan jalan tol seksi 6A, merasakan sebaliknya. Pria 44 tahun ini kehilangan lahan sawit seluas 7.000 meter persegi. Ia hanya menerima ganti rugi Rp 3 juta atau setara dengan lahan seluas 10 meter persegi. Pemerintah berjanji membayar sisanya, tapi ternyata hingga kini tidak ada kepastian.

“Waktu itu Kementerian PUPR bilang mau bayar. Yang penting, (proyek) mereka masuk dulu,” kata Alfian. 

Suasana Istana Garuda, Istana Kepresidenan Indonesia di ibu kota baru Nusantara dilihat dari Sepaku, Kalimantan Timur, 16 Agustus 2024. REUTERS/Willy Kurniawan

Dia menyebutkan pembayaran ganti rugi tertunda karena lahannya diklaim sebagai ADP pemerintah. Padahal lahan tersebut merupakan lahan miliknya, sudah turun-temurun dari nenek moyang. “ADP yang masuk ke lahan saya, bukan lahan saya masuk ke ADP,” tuturnya.

Senada dengan Asmin, Alfian mengatakan tidak ada sosialisasi ataupun negosiasi sebelum pembebasan lahan. Pemerintah langsung menyodorkan nominal ganti rugi. Bila tidak sepakat, warga bisa membawa masalah itu ke pengadilan. “Kami terpaksa setuju karena tidak paham urusan pengadilan,” ucapnya. Walhasil, lahannya tergusur sehingga ia kini terpaksa bekerja serabutan. 

Teranyar, Ketua Satuan Tugas Pelaksanaan Pembangunan IKN Danis Sumadilaga menyebutkan pemerintah akan menyelesaikan permasalahan lahan tersebut. “ADP akan segera diproses berdasarkan Perpres Nomor 75 Tahun 2024,” ujarnya ketika dimintai konfirmasi pada Rabu, 14 Agustus 2024. Ia tidak menjawab ketika ditanya apakah hak warga akan dibayarkan.

Masalah pembayaran ganti rugi sangat kontras dengan alokasi anggaran pemerintah sebesar Rp 87 miliar untuk menyelenggarakan upacara HUT ke-79 RI secara hybrid di IKN dan Jakarta. Apalagi anggaran itu membengkak 64 persen dari anggaran upacara tahun lalu di Jakarta yang sebesar Rp 53 miliar.

Ekonom UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menyebut hal itu sebagai bentuk ketimpangan. “Pembangunan infrastruktur dan perayaannya megah, tapi kebutuhan masyarakat di sekitar IKN terabaikan,” katanya. Padahal, menurut dia, pembangunan IKN semestinya membawa kemakmuran rakyat, bukan malah menyebabkan ketidakadilan.

Tak hanya soal anggaran jumbo untuk acara seremonial, Achmad menyoroti kebijakan pemerintah yang mengobral hak atas tanah untuk investor. Sebagaimana tercantum dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan IKN, Jokowi mengobral HGU kepada investor hingga 190 tahun. 

Selain itu, kepala negara memberi hak guna bangunan (HGB) kepada penanam modal hingga 160 tahun di IKN. Achmad menilai kebijakan tersebut dapat merugikan masyarakat dan berdampak pada keberlanjutan lingkungan. “Fokus investor akan beralih dari keuntungan jangka pendek menjadi jangka panjang.”

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus