Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Langka Barang, Harga Melayang

Banyak rumah tangga beralih ke kompor gas. Elpiji impor terlambat datang.

17 Oktober 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH sejak dua pekan lalu Yudiarini menunggu kiriman elpiji dari toko langganannya. Percuma. Ia lalu mendatangi beberapa penjual elpiji hingga dealer di sekitar Kota Surabaya Barat. Nihil juga. Penduduk Griya Babatan Mukti, Surabaya, Jawa Timur, itu nyaris putus asa.

Setelah kenaikan harga bahan bakar minyak awal Oktober lalu, tiba-tiba elpiji ”menguap”. Harganya pun ”terbang”. Keadaan ini merata di Pulau Jawa, Sumatera Utara, Palu dan Makassar di Sulawesi Selatan, dan Kalimantan. Dari Rp 51 ribu hingga Rp 53 ribu di tingkat pengecer, harganya menjadi Rp 70 ribu hingga Rp 85 ribu per tabung isi 12,5 kilogram.

Menurut Direktur Utama PT Pertamina, Widya Purnama, kekosongan ini awalnya karena kilang Cilacap dan Balikpapan tidak memberi pasokan optimal. Di kilang Cilacap dilakukan perawatan, pada 1-26 September. Kilang yang menghasilkan 450 metrik ton gas per hari itu adalah pemasok elpiji wilayah Jawa Tengah.

Kilang Balikpapan, pada 3 Oktober, mengalami kerusakan teknis. Kilang penghasil 250 metrik ton gas per hari yang memasok wilayah Kalimantan, Surabaya, dan sebagian Sulawesi itu mengalami penurunan produksi.

Secara nasional, pasokan berkurang 20 persen. Kekurangan pasokan di Jawa Tengah dan Jawa Timur ditutup oleh kilang Balongan, Jawa Barat. Balongan, yang produksinya 1.300 metrik ton per hari, seharusnya memasok Jawa Barat dan Jakarta sebanyak 1.200 metrik ton per hari. Tapi, karena Cilacap dan Balikpapan mengalami perawatan, sejak 6 Oktober, pasokan ke Jakarta dan Jawa Barat hanya 900 metrik ton. Sejak saat itulah elpiji langka di Jakarta dan Jawa Barat.

Jawa Tengah dan Jawa Timur, meski disokong Balongan, tetap saja repot. Jaraknya yang jauh ke Balongan menjadi faktor keterlambatan transportasi. Keterlambatan ini berakumulasi setiap hari sehingga tak mampu mengejar kebutuhan konsumen.

Keadaan makin rumit oleh meningkatnya permintaan di hampir semua wilayah di Indonesia. Di Jawa Tengah, misalnya, sejak 1 Oktober permintaan elpiji meningkat dari biasanya 200 metrik ton menjadi 225 metrik ton per hari. Untungnya, sejak 27 September, kilang Cilacap sudah beroperasi, bisa berproduksi 400 metrik ton per hari.

Peningkatan permintaan di beberapa kota yang rata-rata mencapai 10 persen itu, menurut Humas PT Pertamina, Muhammad Harun, karena banyak rumah tangga yang beralih dari kompor minyak tanah ke kompor gas. ”Gas sekarang dianggap lebih murah dibanding minyak tanah,” kata Harun.

Kemungkinan lain: rencana pemerintah menaikkan harga elpiji pada 1 Desember nanti. Karena itu, Pertamina buru-buru mengumumkan, hingga akhir tahun ini harga elpiji tidak akan naik.

Karena elpiji tetap saja terkesan menghilang, Pertamina terpaksa membeli ke luar. Pertamina telah membeli 5.400 metrik ton dari Malaysia, Singapura, dan Thailand. Ini menyebabkan Pertamina kebobolan Rp 14,85 miliar.

Sebab, harga 1 metrik ton mencapai US$ 600. Plus biaya angkut, per kilogram harganya bisa mencapai Rp 7.000. Padahal Pertamina menjual ke konsumen hanya Rp 4.250 per kilogram. Devisa pun terbuang US$ 3,24 juta untuk pembelian 5.400 metrik ton gas itu.

Kebutuhan gas elpiji nasional adalah 3.500 metrik ton per hari. Saat ini, 2.250 metrik ton dipenuhi oleh kilang Balongan, Cilacap, Plaju, dan Pangkalan Brandan. Sebanyak 1.000 metrik ton dipenuhi oleh Kontraktor Production Sharing (KPS) Tanjung Santan, Kalimantan, dan Arar, Papua. Sisanya, 250 metrik ton, ditutup oleh impor.

Sayangnya, elpiji impor, yang seharusnya tiba pada pekan pertama Oktober, tak kunjung datang. ”Memang ada keterlambatan,” kata Harun, ”Baru akhir bulan ini tiba.” Jika nanti gas impor sudah didistribusikan ke pasar pun, kondisi tidak langsung normal. Proses pemulihan akan makan waktu. Mungkin, kata Harun, butuh waktu satu bulan.

Rinny Srihartini, Wibisono (Balikpapan), Adi Mawardi (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus