Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ledakan tungku smelter kembali terjadi. Kali ini dialami oleh PT Kalimantan Ferro Industry atau PT KFI di Kuta Kartanegara, Kalimantan Timur. Warga setempat mengatakan ledakan pengolah bijih nikel itu terjadi dua kali pada 16 dan 17 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tahun lalu, ledakan dahsyat terjadi di smelter milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Kabupaten Morowali, Sulawasi Tengah. terjadi pada Ahad pagi, 24 Desember 2023. Akibat ledakan tungku smelter ini, sebanyak 21 orang meninggal, dengan rincian 8 pekerja asing asal Cina dan 13 pekerja lokal. Angka itu belum termasuk yang mengalami luka-luka.
Berdasarkan data yang Tempo peroleh dari riset Trend Asia dan Center of Economic and Law Studies (CELIOS), kecelakaan kerja pernah terjadi di fasilitas pengolahan nikel milik ITSS itu pada 2022, yang menewaskan satu orang pekerja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ledakan tungku smelter PT ITSS juga menambah catatan kelam keselamatan kerja di kawasan PT IMIP. Sejak 2016 hingga 2022, tercatat sudah ada 18 insiden kerja di kawasan industri pengolahan nikel tersebut, dengan jumlah korban 21 jiwa. Angka tersebut belum termasuk tiga orang pekerja yang diduga tewas bunuh diri. Untuk diketahui, ada 18 perusahaan yang terdaftar beroperasi di kawasan PT IMIP, dan ada tiga perusahaan selain PT ITSS yang juga memiliki rekam jejak kecelakaan kerja, yakni PT Cahaya Smelter Indonesia (CSI), PT Dingxin Stainless Steel (DSS), dan PT Sulawesi Mining Investment (SMI).
Selain PT IMIP, jejak buruk keselamatan kerja di industri pengolahan nikel juga didapati pada smelter nikel milik beberapa perusahaan lain di Pulau Sulawesi dan Pulau Halmahera, Maluku Utara. PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah menjadi perusahaan dengan jumlah insiden terbanyak kedua, yakni 10 insiden pada 2020, 2022, dan 2023 dengan jumlah korban delapan orang.
Keberadaan pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industry (PT KFI) di Kelurahan Pendingin, Kecamatan Sanga Sanga, Kutai Kartanegara, yang meledak pekan lalu, menyebabkan warga sekitar tidak nyenyak tidur. Pasalnya, smelter ini kerap meledak dan lokasinya mepet dengan pemukiman warga.
Pada Kamis, 16 Mei 2024 warga dikejutkan dengan ledakan di pabrik tersebut. Belum hilang rasa takut warga, pada keesokan harinya, kembali terjadi ledakan di smelter PT KFI. Bahkan ledakan tersebut menyebabkan tembok rumah warga sekitar pabrik retak.
“Semuanya mengalami keretakan,” ujar Marjianto, salah satu warga yang tinggal di sekitar pabrik PT KFI kepada Tempo, Sabtu, 18 Mei 2024.
Bahlil Pernah Akui Harus Ada yang Diperbaiki
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia pernah menyatakan bahwa ada bagian yang harus diperbaiki dalam sejumlah hal terkait hilirisasi ini.
"Ya, saya harus mengakui bahwa di balik itu semua (hilirisasi) ada bagian yang harus diperbaiki ke depan, dari K3-nya (kesehatan dan keselamatan kerja)," kata Bahlil ketika ditemui di Kantor Kementerian Investasi, 24 Januari 2024.
Pernyataan itu dikeluarkan Bahlil menyusul terjadinya sejumlah ledakan smelter di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) yang terjadi dua kali dalam rentang satu bulan.
Pertama, ledakan tungku smelter di PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) pada Minggu, 24 Desember 2023. Insiden itu menyebabkan 21 pekerja meninggal. Kedua, kebakaran tungku smelter milik PT Sulawesi Mining Investment (SMI) pada Jumat malam, 19 Januari 2024.
Bahlil mengatakan, pemerintah bakal memperketat izin perusahaan yang bakal menjalankan hilirisasi di Tanah Air. Pengetatan izin ini, kata dia, termasuk soal pemenuhan K3.
"Karena kita tidak ingin ada korban jiwa, ada pencemaran lingkungan," ujar Bahlil. "Kaidah norma standar (K3) menjadi bagian yang harus kita eksekusi, harus kita jalankan."
Keheranan Anggota DPR
Anggota Komisi VII DPR Mulyanto mempertanyakan keamanan pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industry atau PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, yang meledak pada Kamis dan Jumat, 16-17 Mei 2024.
Ledakan pertama memicu keretakan rumah warga. Berdasarkan pengakuan salah seorang warga, retakan bisa terjadi lantaran jarak pagar pabrik ke area permukiman warga hanya sejauh 21 meter. "Masak jaraknya ke permukiman hanya 21 meter. Ini sangat berisiko. Kok, bisa mendapat izin?" ujar Mulyanto kepada Tempo, Sabtu, 18 Mei 2024.
Mulyato mendesak pemerintah memastikan izin usaha industri smelter yang diberikan ke perusahaan memenuhi syarat keamanan dan keselamatan, baik untuk karyawan maupun masyarakat. Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga meminta pemerintah mengaudit seluruh smelter dan mengevaluasi tata kelola industri ini.
"Termasuk evaluasi jarak bangunan smelter ke permukiman penduduk," kata Mulyanto. "Pemerintah jangan sekadar memudahkan investasi," tambahnya.
Mulyanto menilai ledakan di pabrik smelter nikel masih terjadi karena pemerintah lamban mengaudit smelter nikel, yang sebagian besar dimiliki perusahaan Cina. Padahal, sudah terjadi sejumlah insiden yang memakan banyak korban, sebagian besar para pekerja di fasilitas pengolahan hasil tambang.
Sebagai contoh, kebakaran smelter nikel milik PT Gunbuster Nickel Industries (GNI) yang menghanguskan dua pekerja. Kemudian, insiden ledakan maut tungku smelter milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) di Morowali yang merenggut nyawa 21 pekerja. "Pemerintah harusnya tidak ragu mencabut izin smelter yang terbukti mbalelo (membangkang)," kata Mulyanto.
Berikutnya: Investor dibiarkan asal bangun smelter?
Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menilai bahwa berulangnya kasus pabrik smelter yang meledak di Indonesia dikarenakan adanya pembiaran dari pemerintah soal regulasi. Pemerintah terkesan tidak serius dalam penerapan standar keamanan untuk perusahaan smelter ataupun investor asing yang masuk ke Tanah Air.
"Saya menduga bahwa pemerintah itu lebih mengutamakan investasi di bidang smelter dibanding sistem keamanan dari (pabrik) smelter," katanya saat dihubungi, Minggu, 19 Mei 2024.
Terlebih setelah Presiden Joko Widodo alias Jokowi melarang ekspor bijih nikel yang harus di-smelter-kan di Indonesia, sehingga menarik banyak investor asing untuk masuk dan membuka pabrik di Tanah Air. "Apalagi pemerintah punya program smelterisasi, yang penting ada investor masuk. Enggak peduli atau abai terhadap sistem keamanan," ucap Fahmy.
Selain itu, menurut dia, rentetan kasus meledaknya pabrik smelter di Indonesia dikarenakan belum diterapkannya standar keamanan yang tinggi bertaraf internasional. Sebab, standar internasional yang dipakai oleh sejumlah negara maju untuk pabrik smelter mengacu pada zero accident.
"Kalau pakai standar internasional yang menetapkan zero accident, mestinya enggak ada kecelakaan atau meledak," ujarnya. Namun, pemerintah dinilai abai dalam urusan pengetatan standar keamanan bagi pengusaha pabrik smelter yang masuk ke Indonesia.
Mayoritas pabrik smelter yang dimiliki oleh pengusaha ataupun investor dari Cina disebut memanfaatkan abainya pemerintah Indonesia di segi standar keamanan. Dengan begitu, katanya, para investor asing itu bisa masuk dan beroperasi ke Indonesia dengan membawa standar keamanan yang rendah dan ecek-ecek.
"Bagi investor ya, nggak perlu bawa standar sistem yang tinggi. Itu kan mahal, butuh biaya tambahan," ucapnya. Maka dari itu, ia menyatakan bahwa antisipasi meledaknya pabrik smelter di Indonesia ini bergantung pada pemerintah.
RIRI RAHAYU | NOVALI PANJI NUGROHO | TIM TEMPO