Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Jika tak ada aral melintang, Badan Pengelola Investasi Danantara akan dikukuhkan pada 8 November 2024.
Nantinya Danantara bertugas mengintegrasikan investasi di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sekaligus mengelola aset milik pemerintah yang dikelola kementerian.
Karena tugasnya mirip, INA dan Danantara bakal bersatu.
TAK lama lagi, Presiden Prabowo Subianto bakal meresmikan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara. Jika tak ada aral melintang, lembaga ini akan dikukuhkan pada 8 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Kepala Badan Pengelola Investasi Danantara Muliaman Darmansyah Hadad, pemerintah masih mempersiapkan payung hukum yang akan menjadi rujukan tugas mereka. "Nanti ada undang-undang yang disiapkan untuk Danantara," tuturnya setelah mengikuti rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 28 Oktober 2024, seperti dilansir Antara. Aturan yang dimaksudkan itu adalah revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketentuan soal BUMN menjadi rujukan lantaran Danantara dirancang untuk beroperasi seperti Temasek, perusahaan pelat merah Singapura yang berfokus mengelola investasi. Melansir laman resmi Temasek, pembentukan perusahaan ini dicetuskan menteri keuangan pertama Singapura, Goh Keng Swee, dengan satu tujuan: memisahkan peran pemerintah sebagai pembuat kebijakan dengan manajemen bisnis perusahaan milik negara. Menurut Swee, tugas pemerintah bukanlah menjalankan perusahaan. Karena itu, Temasek didirikan untuk mengambil alih serta memiliki sekitar 35 perusahaan dan berbagai investasi.
Muliaman mengaku mendapat tugas serupa dari Prabowo. Nantinya Danantara mengintegrasikan investasi di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sekaligus mengelola aset milik pemerintah yang dikelola kementerian. "Kemudian nanti melihat kebijakan investasi nasional seperti apa," tuturnya.
Sekilas, tugas Danantara serupa dengan lembaga pengelola investasi Indonesia Investment Authority (INA). Pemerintah membentuk lembaga ini pada 2020. Berdasarkan laporan tahunan INA 2023, investasi yang sudah disalurkan sejak lembaga ini berdiri senilai Rp 31,3 triliun dengan total assets under management mencapai Rp 147,6 triliun pada akhir 2023. Karena kemiripan tugas inilah, Muliaman menyatakan, nantinya INA dan Danantara bersatu.
Menurut Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu, Danantara bakal mengelola dana dari investasi nasional, termasuk BUMN. Dia yakin peran badan tersebut akan krusial meningkatkan keuangan negara. "Hampir semua negara yang mengkonsolidasikan keuangannya mampu me-leverage. Artinya, bisa digunakan untuk menambah dana," katanya.
Salah satu referensinya adalah Norwegia yang mampu mengumpulkan dana kelolaan mencapai US$ 1.700 miliar melalui Norges Bank Investment Management. Ada pula Temasek yang berhasil menggalang US$ 332 miliar. Contoh lainnya adalah perusahaan pengelola aset milik Malaysia, Khazanah Nasional Berhad, dengan dana kelolaan US$ 30 miliar.
Anggito menyinggung peran Danantara sebagai super-holding yang mengumpulkan dana. "Inilah yang nanti membiayai proyek-proyek strategis," ucapnya.
Pengamat BUMN dari Datanesia, Herry Gunawan, menilai pembentukan badan khusus pengelola aset negara bakal membawa sejumlah keuntungan. Dengan catatan, pengelolaan investasi dilakukan terhadap aset negara yang dipisahkan, terutama aset BUMN.
Kekayaan negara yang dimiliki pemerintah, khususnya pemerintah pusat, terdiri atas kekayaan negara yang dipisahkan dan kekayaan negara yang tidak dipisahkan. Kekayaan negara yang dipisahkan merupakan kekayaan negara dalam bentuk investasi. Pemerintah mengelola kekayaan negara melalui investasi jangka pendek dan jangka panjang.
Adapun kekayaan negara yang tidak dipisahkan dikenal dengan aset negara. Contohnya barang milik negara atau segala sesuatu barang berwujud ataupun tidak berwujud, sepanjang diperoleh dari APBN atau perolehan lain yang sah.
Herry merinci sisi positif pembentukan Danantara. Pertama, pemerintah bisa menghindari konflik kepentingan lantaran fungsi sebagai regulator dan operator terpisah. "Pengelolaannya bisa lebih profesional serta berorientasi bisnis, seperti yang terjadi pada Temasek dan Khazanah," ujarnya. Selain itu, saat terjadi konflik dengan korporasi, pemerintah sebagai regulator tidak terlibat secara langsung karena akan ditangani Danantara.
Peleburan INA ke dalam Danantara juga bisa membawa nilai lebih. Selama ini, karakter bisnis INA adalah perusahaan investasi yang menanamkan modal berbasis proyek. "Mungkin bagus jika INA kelak menjadi semacam subholding dalam Danantara."
Hal yang menjadi perhatian Herry adalah potensi tumpang-tindih Danantara dengan Kementerian BUMN lantaran tugasnya beririsan. Namun, menurut Herry, pemerintah bisa dengan mudah mengaturnya jika mau bersikap tegas. Dia berharap pemerintah menugasi Kementerian BUMN berfokus pada fungsi pembuat kebijakan, sedangkan Danantara bertugas mengelola korporasi.
Catatan penting lain adalah tidak memberikan kuasa kepada Menteri BUMN memilih pemimpin Danantara untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan. Ketentuan tentang Kementerian BUMN sebagai kuasa pemegang saham pemerintah pun harus dicabut. "Berikan keleluasaan kepada Danantara mengurus BUMN secara total, termasuk menentukan pengurusnya, perusahaan yang mengelola aset dari kekayaan negara yang dipisahkan," kata Herry.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, menyatakan Danantara bisa menjadi medium pemerintah untuk perlahan mengurangi peran kementerian tersebut. Dia salah satu orang yang mendukung Kementerian BUMN dibubarkan. "Kementerian BUMN menjadikan BUMN masuk ke arena politik karena dipimpin menteri," ujarnya. Sebab, jabatan menteri sarat kepentingan politik.
Dia mendukung pendirian Danantara yang dirancang mirip Temasek. Pasalnya, perusahaan Singapura tersebut dikelola profesional dan terlepas dari intervensi politik. Menurut Said, Danantara seharusnya bisa menjadi super-holding BUMN.
Namun pembentukan super-holding ini masih terhalang regulasi. Pemerintah perlu menyelesaikan revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara serta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 agar Kementerian BUMN dapat dibubarkan dan super-holding BUMN dapat dibentuk.
Associate Director BUMN Research Universitas Indonesia Toto Pranoto pun menilai Undang-Undang BUMN perlu direvisi untuk memperkuat peran Danantara. Badan ini butuh dukungan untuk berdiri lantaran punya potensi besar, khususnya dalam pengelolaan BUMN.
Danantara bisa punya otonomi yang lebih besar untuk melakukan aksi korporasi dan mengembangkan BUMN dibanding ketika diatur kementerian. "Diharapkan proses pengambilan keputusan dan lainnya bisa lebih cepat ketika berada di bawah badan," ucapnya. Di sisi lain, Danantara juga akan diisi orang-orang yang dianggap profesional yang memahami pengelolaan perusahaan negara dan investasi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Vedro Imanuel G. berkontribusi dalam penulisan artikel ini