Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Likwidasi Itu Ditangguhkan

Likwidasi terhadap PTP XXX yang pailit ditangguhkan menkeu. Karyawan yang gelisah takut "dipesangonkan" menjadi lega. Sementara untuk memulihkan kondisi PTP ini pemerintah mengganti dirut dan direksinya.(eb)

30 Desember 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAJAH para karyawan PT Perkebunan XXX Subang tampak lega dan berseri-seri bulan ini. Bukan karena akibat Kenop 15. Tapi masa depan pekerjaan mereka lebih terjamin Menteri Keuangan 30 Nopember lalu memutuskan untuk menangguhkan likwidasi perkebunan ini. Kegelisahan karyawan mulai sejak Agustus lalu ketika Menteri Pertanian mengusulkan agar perkebunan itu dilikwidir karena dianggap sudah pailit. Diusulkan juga agar kebun-kebun PTP XXX diserahkan pada PNP/PTP yang terdekat dan juga menampung para karyawannya. Sisa karyawan yang tidak bisa disalurkan "akan dipesangonkan." PTP XXX semula milik asing (P & T Lands) yang diambil alih pemerintah pada 1964. Luas areal tanah sekitar 23.000 Ha dengan areal produktif 7.300 Ila berupa perkebunan karet, teh, cengkeh, lada dan cokelat. Produksinya anjlog setelah diambil alih. Produksi karet dan teh pada 1953 misalnya masing-masing 1.250 kg/Ha dan 1.258 kg/Ha. Angka semester I 1978 menunjukkan tingkat produksi masing-masing 162 kg/Ha dan 373 kg/Ha. Sebagian karena tidak dilakukannya rehabilitasi tanaman dengan alasan tiadanya biaya, di samping dilakukannya diversivikasi tanaman sekalipun penyediaan dananya tidak jelas. Areal karet yang pada 1970 seluas 15.000 Ha tinggal 3.827 Ha pada 1978. Departemen Pertanian juga melihat adanya pemborosan dan mismanagement "yang cukup parah dan lama" pada perkebunan ini. Hingga dalam semester I 1978 perkebunan tiap bulan rata-rata rugi lebih dari Rp 37 juta. Kredit Bank Bumi Daya untuk penanaman tebu dan teh dipergunakan juga untuk budidaya lain. Parahnya keuangan juga mengakibatkan perusahaan menunggak upah dan gaji karyawan sampai Juni 1978 sebesar Rp 209 juta lebih. Perkebunan ini ternyata juga masih mempunyai hutang sekitar Rp 2,2 milyar yang berasal P.P. Dwikora IV yang sebelumnya mengelola perkebunan ini sampai 1973. Kesulitan ini diketahui sejak 1977 setelah pengawasan perkebunan ini dilakukan oleh Staf Bantuan Menteri Pertanian (SBM). Hingga kesimpu1.mnya: perusahaan harus dilikwidir. Karuan saja ini mencemaskan 9.115 karyawannya. Berbagai usaha dilakukan mereka antara lain melalui Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI). Mereka merasa tidak diikutsertakan dalam penyelesaian masalah ini dan menganggap keluarnya keputusan Menteri Pertanian karena Menteri baru ini belum menghayati masalah perkebunan hingga dimanfaatkan oleh SBM. Para karyawan malah lebih jauh menganggap likwidasi ini berarti "potensi Golkar di PTP XXX yang turut memenangkan Pemilu 1971 dan 1978 mau dipecah." Ditolak Rapat umum Luar Biasa Pemegang Saham diadakan 26 September untuk menyelesaikan masalah ini tapi gagal karena notaris menolak dilangsungkannya rapat itu. Kemudian dibentuk Panitia Kecil yang diketuai Rachmat Subiapradja dari SBM dengan wakil ketua Soekardjo Wirjosiswojo yang Komisaris Utama PTP XXX. Pertemuan yang diadakan dengan karyawan dianggap karyawan, tidak memuaskan malah "memberi angin pada PKI." Karyawan tetap bertahan bahwa pemerintah telah disodori data yang tidak benar mengenai keadaan perkebunan ini hingga mengambil langkah yang tidak benar. Dengan kata lain: rencana likwidasi di tolak. Karyawan juga memakai penjelasan Direksi PTP XXX Rahman Prawiranata dan Mohammad Marcel bahwa mereka tidak diajak konsultasi sebelum turunnya keputusan Menteri Pertanian sebagai dalih. Pertikaian ini ternyata sampai dibicarakan dalam sidang koordinasi para menteri Ekuin untuk mencari penyelesaian terbaik. Dan itu ternyata berupa penangguhan likwidasi dengan dasar pertimbangan "keinginan karyawan dan beberapa pihak tidak menghendaki perkebunan ini dilikwidasi." Yang dianggap mengejutkan ialah di putuskannya juga untuk menghentika dengan hormat Rahman Prawiranat dan Mohammad Marcel selaku Direktur Utama dan Direksi PTP ini. Untuk sementara 3 komisaris PTP XXX diangkat selaku pengelola perusahaan sehari-hari. Soekardjo Wirjosiswojo (Keuangan), RAA Adiningrat (Tanaman) dan Brigjen Barlan Setiadidjaja (Umum) sampai terpilihnya direksi baru dalam rapat umum pemegang saham. Semut Peletakan jabatan direksi telah dilakukan di Jakarta 2 Desember lalu di depan Menteri Keuangan dan serah terima dilangsungkan 14 Desember di Subang disaksikan Sekjen Departemen Pertanian Mayjen Panudju. Harapan baru kini tertumpah pada direksi sementara. Direksi lama beranggapan tiadanya dana mengakibatkan usaha penyehatan perusahaan gagal. Tapi Soekardjo berpendapat lain. "Soal modal tidak begitu dominan. Yang penting bagaimana manajemennya," katanya pada Helman Eidy dari TEMPO pekan lalu. Para karyawan menyebut beberapa hal yang merongrong perusahaan. Antara lain adanya PT Kilangbara yang dimiliki oknum pimpinan PTP XXX dan mensuplai hampir semua kebutuhan perkebunan dengan cara tidak wajar. Jyga yang namanya Yayasan Jasa Bumi yang merupakan yayasan kesejahteraan karyawan yang tiap bulan menarik iuran tapi tidak jelas pengelolaannya. Para karyawan umumnya percaya Soekardjo akan mampu melakukan itu. Apakah PTP XXX akan bisa kembali jaya memang masih harus ditunggu. Tapi seperti kata seorang karyawan: menyehatkan perusahaan tanpa melikwidasinya adalah bagai membersihkan gula dari kerumunan semut. "Cukup mengambil semutnya tanpa menumpahkan gulanya," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus