Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
EXECUTIVE lounge di lantai 22 Hotel Grand Hyatt, Jakarta, mendapat ”penghuni” tetap dua pekan lalu. Tiga hari berturut-turut, lima orang menempati salah satu sisi ruangan. Ada Hary Tanoesoedibjo dan Hary Djaja, yang mewakili PT Bhakti Investama. Tiga lainnya dari keluarga Suherman, yaitu Sandra Ang, Gunawan Suherman, dan Adam Aditya Suherman.
Dari ketinggian yang dapat menyapu sebagian Jakarta itu, perbincangan serius mengenai nasib PT Adam SkyConnection, pemilik maskapai Adam Air, digelar. Diselingi beberapa kali break, rapat dadakan antarpemegang saham yang dimulai saat jam buka kantor itu berlanjut hingga tengah malam. Adam Suherman, selaku Presiden Direktur Adam Air, menyampaikan kondisi perusahaan yang tengah limbung. Untuk bisa bertahan, Adam butuh dana segar beberapa puluh miliar. Namun usul itu dianggap Bhakti bukan sebagai penyelesaian.
Alotnya mencapai kata sepakat diakhiri pada Kamis, hari keempat pertemuan. Di business center hotel bintang lima tersebut, surat pernyataan ditandatangani. Salah satu bunyinya, manajemen diminta menggelar rapat umum pemegang saham hari itu juga. Poin yang lain, Bhakti akan melepas saham yang diambil kembali oleh keluarga Suherman senilai Rp 100 miliar. ”Awalnya kami meminta Rp 75 miliar,” kata Adam.
Pertemuan Grand Hyatt tersebut buntut meruncingnya konflik internal pemegang saham. Bhakti, yang punya 50 persen Adam Air melalui PT Global Transport Services dan PT Bright Star Perkasa, merasa dikibuli oleh keluarga Suherman. Menurut wakil Global di Adam Air, Gustiono Kustianto, yang menjabat wakil presiden direktur dan direktur keuangan, banyak dana menghilang. Ia mendeteksi ketidakwajaran brankas perusahaan yang kian ciut sejak November tahun lalu.
Atas kejanggalan ini, ia meminta dilakukan pertemuan khusus. Namun usul itu tak bersahut. Ia makin kaget saat memasuki tahun Tikus ini. Laporan keuangan 2007 menunjukkan pendapatan perusahaan cukup gemuk hingga Rp 2,1 triliun. Perhitungan kasarnya, Rp 130 miliar berasal dari sisa saldo 2006, Rp 157,5 miliar dari suntikan Bhakti saat masuk pada April tahun lalu, dan Rp 1,8 triliun dari penjualan tiket dan kargo. Namun, pertengahan bulan ini, uang di genggaman tinggal Rp 45 miliar.
Gustiono merasa dikebiri sebagai direktur keuangan. Banyak transaksi lewat bawah tangan presiden direktur. Tingkat keselamatan penerbangan juga tak kunjung membaik. Sejak mereka bergabung, berbagai insiden kerap terjadi. Terakhir adalah tergelincirnya pesawat Boeing 737-400 di Bandar Udara Hang Nadim, Batam. Perawatan pesawat, ketersediaan suku cadang, dan pelatihan awak penerbangan juga amburadul. Karena itu, Gustiono merekomendasikan kepada pemegang saham untuk keluar.
Secara resmi, rencana hengkang ini telah disampaikan Bhakti kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Hary Djaja selaku Direktur Utama Bhakti menegaskan akan menarik seluruh saham Global Transport di Adam Air. Jika aksi ini sampai merugikan investor publik, pendiri Bhakti siap mengganti.
Kuasa hukum Global Transport, Hotman Paris Hutapea, menambahkan, bukan cuma manajemen tidak transparan. Sejumlah penyimpangan juga kerap terjadi. Hotman mengaku memiliki bukti dugaan tersebut. Salah satu modusnya adalah me-mark up kredit ke Bank Rakyat Indonesia sebesar Rp 50 miliar. Siapa pelakunya, pengacara itu tak mau tunjuk hidung. Dia berkilah itu urusan polisi.
Berbagai tuduhan tadi ditepis Adam. Menurut anak bungsu dari empat bersaudara itu, Gustiono baru memberikan laporan pada awal Februari. Keuangan perusahaan defisit dan utang berserakan. Misalnya sewa pesawat yang belum terbayar hingga US$ 14 juta. Akibatnya, 12 dari 22 pesawat dilarang terbang (grounded). Uang asuransi pun menunggak hingga US$ 10 juta. Tanggungan lain adalah ke Angkasa Pura sebesar Rp 5 miliar untuk sewa kantor, hanggar, dan parkir.
Adam mengaku tak habis pikir dituduh tidak transparan. Menurut dia, Bhakti mestinya mengetahui luar-dalam perusahaan karena sudah menempatkan orang di manajemen. Tiga posisi yang ditempati adalah wakil presiden direktur, direktur keuangan, dan direktur komunikasi. ”Arus keluar-masuk uang kan di bawah kendali direktur keuangan,” kata Adam berkilah.
Tuduhan balik pun dilancarkan keluarga Suherman. Bhakti dianggap balik badan. Saat kesehatan perusahaan memburuk, Bhakti malah memilih meninggalkan Adam. Pria muda kelahiran Cirebon 27 tahun silam itu menuding keluarga Tanoesoedibjo sebagai investor hanya mau untung dan tak memiliki komitmen membesarkan perusahaan.
Selentingan yang masuk ke keluarga Adam, Bhakti sedang asyik dengan Eagle Air. Pada 24 Januari lalu, Bhakti menyediakan US$ 1,83 miliar untuk timangan barunya itu. Seorang pejabat di Departemen Perhubungan mengabarkan maskapai baru itu akan lepas landas pada Oktober mendatang. Itu sebabnya, Adam melihat masalah inilah yang sebetulnya menyulitkan Adam Air, bukan soal kesalahan manajemen, operasional, atau keselamatan penerbangan.
Di tengah perang internal, maskapai yang didirikan pada 2003 oleh Agung Laksono—kini Ketua DPR—dan Sandra Ang itu kembali mendapat pukulan telak. Terhitung Kamis pekan lalu, pemerintah memutus izin terbang Adam Air. Alasan putusan itu mematahkan sanggahan Adam. Justru faktor seperti safety-lah yang menjadi dasar penghentian operasi Adam Air.
Keputusan yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan itu merupakan lanjutan dari audit triwulanan atas aspek keselamatan semua maskapai. Ada delapan kesalahan Adam Air yang ditemukan tim audit. Di antaranya, company check pilot tidak menjalankan fungsi pelatihan dan pengawasan, pilot tidak melaksanakan prosedur evakuasi darurat sesuai dengan standar Boeing seri 737, serta kurangnya kemampuan teknis perbaikan pesawat.
Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Udara Budhi Mulyawan Suyitno, bisnis penerbangan Adam Air benar-benar akan berakhir jika dalam waktu tiga bulan tidak melakukan perbaikan. Saat itu, lisensi perusahaan penerbangan (air operator certificate) akan dicabut. Bila ingin kembali hidup, ”Mereka harus mengulang dari awal,” kata Budhi. Ancaman ini sebenarnya sudah disampaikan Menteri Perhubungan Jusman Syafi’i Djamal begitu terjadi kecelakaan di Hang Nadim.
Apa pun, karena larangan itu, kini kantor-kantor Adam Air mati suri. Seperti sepuluh counter di Bandara Soekarno-Hatta yang terlihat kosong blong—sangat kontras dengan maskapai lain. Atribut oranye yang saban hari terlihat mentereng mencolok mata tak ada lagi. Namun beberapa penumpang masih datang. Misalnya Erna, 30 tahun, warga Tangerang. Ia terlihat begitu kesal karena keberangkatannya ke Denpasar batal. Padahal dua hari sebelumnya dia sudah mendapat kepastian tidak ada perubahan.
Bukan hanya Erna seorang. Dua puluh delapan mahasiswa dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia tetap setia di depan loket. Telah dua hari mereka di sana menunggu kepastian berangkat ke Batam untuk menghadiri kongres. Menurut Usep Urkon, perwakilan dari Bandung, Adam Air akan mengganti sesuai dengan harga tiket. Tawaran itu ditolak. Mereka menuntut dialihkan ke maskapai lain. Tak hanya di Jakarta, kasus serupa terjadi di Yogyakarta, Surabaya, Makassar, dan beberapa kota lain.
Tak jelas sampai kapan keadaan ini berlarut setelah pertemuan Grand Hyatt gagal. Adam tetap melempar handuk ke pemegang saham. Ia berharap Bhakti mau mendengar dan menopang kembali laju perusahaan. Sayang, pertemuan direksi yang dia gagas akhir pekan lalu kandas. Gustiono cabut dari ruang rapat. ”Masak, di rapat direksi ada pengacara,” kata Gustiono. Nah, kalau setelah tiga purnama tak ada apa-apa, Adam mesti siap bergabung dengan maskapai yang sudah lebih dulu tumbang.
Muchamad Nafi, Munawwaroh
Insiden Adam Air
2006
11 Februari 2006 Boeing 737-300 penerbangan Jakarta-Makassar kehilangan arah dan mendarat di Bandara Tambolaka, Nusa Tenggara Timur.
2007
1 Januari 2007 Boeing 737-400 Jakarta-Manado via Surabaya jatuh di perairan Majene, Sulawesi Barat. Sebanyak 96 penumpang dan enam awak tak ditemukan.
21 Februari 2007 Boeing 737-33A Jakarta-Surabaya tergelincir di Bandara Juanda, Surabaya. Badan pesawat melengkung.
6 Maret 2007 Pesawat Adam Air gagal lepas landas dari Bandara Juanda lantaran roda depan rusak.
8 April 2007 Pesawat Adam Air rute Lampung-Jakarta membatalkan keberangkatan setelah terbang 10 menit karena sistem hidroliknya tak berfungsi.
9 Juni 2007 Pesawat Adam Air Surabaya-Jakarta kembali ke landasan setelah terbang 20 menit karena mengalami gangguan udara kabin.
24 November 2007 Pesawat Adam Air Jakarta-Medan mengalami pecah ban.
2008
10 Maret 2008 Boeing 737-400 Jakarta-Batam tergelincir di landasan Bandara Hang Nadim, Batam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo