Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Lukman Setelah Kartini Tandingan

Majalah Sarinah & Asri dibekukan sementara dari peredaran. Alasan Deppen karena ada penulis Eks PKI & harga Asri terlalu mahal. Alasan kuat, berkaitan dengan penerbitan kartini tandingan oleh Lukman Umar.

18 Januari 1986 | 00.00 WIB

Lukman Setelah Kartini Tandingan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
DUGAAN itu akhirnya menjadi kenyataan: majalah Sarinah dan Asri untuk sementara terhenti terbitnya. Sarinah harus beristirahat setelah pada 31 Desember 1985 keluar surat keputusan Menteri Penerangan tentang pembekuan untuk sementara waktu surat izin terbit (SIT) majalah tengah bulanan tersebut. Sedang Asri pingsan setelah muncul SK Menpen 2 Januari 1986 yang membatalkan untuk sementara waktu surat tanda terdaftar (STT) majalah bulanan itu. Ada beberapa alasan untuk pembekuan SIT Sarinah. Menurut pertimbangan SK Menpen itu, Sarinah merupakan bentuk peningkatan surat kabar mingguan Cerdas, yang atas permohonan penerbitnya, Koperasi Karyawan Pers Adi Jaya, oleh Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika pada 1982 diizinkan mengubah nama, bentuk, dan misi penerbitannya menjadi bacaan wanita dan keluarga. Dalam perkembangan selanjutnya koperasi Adi Jaya telah mengadakan kerja sama pengelolaan penerbitan di bawah tangan dengan pihak lain, yang diduga telah memasukkan modal yang cukup besar untuk memacu pengembangan Sarinah. Sejalan dengan tumbuhnya Sarinah, terlihat kecenderungan bahwa pengelola sebenarnya bukanlah pengasuh yang namanya tercantum, melainkan justru pihak yang memasukkan modal. "Hal ini semakin memperkuat dugaan, dalam kenyataannya perusahaan/ penerbitan Sarinah telah pindah pemilikan/ penguasaannya kepada pihak yang memasukkan modal, setidak-tidaknya kepada orang lain yang namanya tidak tercantum dalam SIT," begitu SK Menpen menyebut. Hal ini dianggap bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang melarang perusahaan pers menerima bantuan modal atau sumbangan dari pihak lain yang bisa mengakibatkan pindahnya penguasaan/pemilikan penerbitan itu. Akibat penanggung jawab resmi tidak mampu mengemban wewenang dan tanggung jawabnya secara wajar, mudah timbul situasi penanggung jawab resmi tidak sepenuhnya mengetahui isi majalah itu. Satu contoh disebut SK Menpen itu: pemuatan novel "Nyai Wonokromo" di Sarinah pada 9 April 1984 "yang diduga hasil tulisan seseorang yang tersangkut dengan peristiwa G-30-S/PKI". Kekurangmampuan itu jika dibiarkan terus-menerus dapat merusakkan sendi-sendi kehidupan pers yang sehat. Maka, Menpen melihat cukup alasan untuk membekukan untuk sementara waktu SIT Sarinah "dalam rangka memberi kesempatan kepada para pengasuhnya untuk mengadakan pembenahan diri ke dalam sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku". Akan halnya Asri, alasan pembekuan STT-nya karena dipandang telah melanggar ketentuan umum bagi penerbitan khusus dengan diperjualbelikannya majalah tersebut dengan harga yang cukup tinggi kepada masyarakat umum. Yang menarik, majalah Asri sejak terbit di tahun 1983, dijajakan terbuka termasuk di jalan-jalan, seperti juga sejumlah majalah lain yang terbit dengan STT. Sedang pemuatan novel "Nyai Wonokromo" terjadi hampir dua tahun yang silam. Karena itu, pembekuan tersebut umumnya dianggap sebagai buntut kasus diterbitkannya majalah Kartini tandingan oleh Lukman Umar, yang kemudian dilarang terbit oleh Deppen (TEMPO, 1 Januari 1986, Hukum). Meski SK tersebut tidak menyebut satu nama pun, tampaknya yang dimaksudkan dengan pemilik modal yang mengambil alih pengelolaan Sarinah adalah Lukman Umar. Di Sarinah nomor 87 yang terbit dua pekan lalu, nama Lukman memang tidak tercantum lagi sebagai wakil pemimpin umum. Diduga, tindakan ini untuk menyelamatkan Sarinah yang selama ini dicetak di PT Garuda Metropolitan Pers yang dimiliki Lukman. Pembekuan Sarinah tampaknya tidak begitu meresahkan 162 karyawannya, yang menerimanya dengan sikap pasrah. "Kalau kerja sama dengan Lukman Umar dilarang maka kami ya putus," kata Pemimpin Umum sarinah, Soegiarso Soerojo. "Kami 'kan harus mematuhi peraturan." Mematuhi segala peraturan yang ditetapkan Deppen, dianggap Soesilo Moerti, tidak memberatkannya. "Bagaimanapun juga kami lebih memberatkan kepentingan banyak karyawan daripada satu orang," kata Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab Sarinah. Ia mengharapkan Lukman Umar menyadari ini. "Yang jelas sekarang ini Lukman Umar sudah tidak terlibat lagi dengan Sarinah." tuturnya. Dengan pembenahan itu Soesilo dan Soegiarso berharap agar Sarinah bisa terbit lagi. "Sekarang ini kami sedang menunggu selesainya proses SIUPP. Kami berharap dapat selesai tanggal 19 Januari nanti, supaya pada 21 Januari kami dapat terbit kembali," kata Soesilo. "Tapi kalau nanti sampai pada 21 Januari tetap beku, ini tentunya sebagai hukuman kami," tambahnya. Ia menolak mengungkapkan akibat keuangan pembekuan majalahnya. Oplah Sarinah, yang dijual Rp 2.000 per eksemplar, konon sekitar 150 ribu. Harapan untuk dapat terbit kembali setelah 19 Januari (batas waktu pendaftaran SIUPP) tampaknya juga ada di antara pengasuh Asri. "Mudah-mudahan pembekuan ini mencair setelah SIUPP keluar. Sekarang ini dalam penyelesaian, dan sebentar lagi - sekitar awal Februari - selesai," kata Sri Murdiningsih Irawan, Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi Asri. Diakuinya, peranan Lukman Umar dalam penerbitan Asri sangat besar karena Lukmanlah satu-satunya orang yang bersedia membantu menerbitkan waktu Asri lahir pada 1983. Lukman Umar sendiri kini tampak pasrah. "Ya, sudahlah. Habis, bagaimana? Lebih baik saya tidak bicara dulu," kata sarjana IAIN yang kemudian tumbuh menjadi agen besar penerbitan, lalu menerbitkan sendiri majalahnya itu. Diakuinya, dalam kasus novel "Nyai Wonokromo" ia kebobolan. "Tapi orang yang menulisnya sudah kami pecat pada April 1984," katanya. Kini ia menunggu petunjuk Deppen. "Apa pun yang diinginkan Deppen akan saya ikuti," katanya dengan suara lirih.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus