Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Head of Corporate Human Resources Aice Group Holding Pte. Ltd, Antonius Hermawan Susilo mengatakan perseroan sudah memberikan upah yang layak bagi pegawainya. Untuk pegawai dengan masa kerja di bawah 1 tahun saja, tutur dia, bisa mengantongi gaji Rp 4,5 juta di luar tunjangan, seperti tunjangan posisi, tunjangan keahlian, tunjangan makan, tunjangan transportasi, dan lainnya.
"Kami sampaikan bahwa upah kami secara evarage di level paling bawah sudah lebih baik dari kompetitor kami. Karena selain upah pokok, karyawan juga mendapat tunjangan-tunjangan, jadi sebelum ditambah lembur itu, (upah yang diterima) sekitar 6 juta rupiah lebih, itu karyawan di level yang paling bawah," ujar Antonius dalam konferensi video Jumat, 26 Juni 2020.
Secara rata-rata, Antonius mengatakan bahwa pada 2020 perseroan juga menaikkan gaji karyawan sebesar rata-rata 11 persen ketimbang 2019. Ia menuturkan angka tersebut adalah rerata, lantaran setiap pegawai memiliki kenaikan yang berbeda-beda. "Secara garis besar gaji kami sangat confident bahwa upah kami sudah di atas market untuk industri yg sama. Jadi kami sudah lebih baik."
Senada dengan koleganya, Corporate Legal Aice Indonesia Simon Audry Halomoan mengatakan PT Alpen Food Industry telah mengikuti ketentuan yang dibuat oleh pemerintah sesuai dengan PP nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan. Di dalam beleid tersebut dikatakan bahwa mekanisme pengupahan bisa beberapa bentuk.
"Dalam hal ini upah juga bisa terdiri dari gaji pokok ditambah tunjangan. Tunjangan ini bisa tunjangan tetap dan tidak tetap. Tentu setiap karyawan berbeda-beda, untuk level terendah itu bisa mencapai 5-6 juta rupiah secara variasi," ujar Simon. Ia menegaskan bahwa mekanisme pengupahan di perseroan telah mengikuti ketentuan yang berlaku dan mereka telah memberi upah sesuai ketentuan upah minimum dari pemerintah.
Adapun Juru bicara Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-Sedar) yang menaungi ratusan buruh di Aice, Sarinah, mengatakan hingga kini belum ada kesepakatan mengenai upah. Ia mengatakan perseroan menjalankan kebijakan upah secara sepihak atau tidak ada kesepakatan. Perkara upah tersebut lantas menjadi landasan buruh melakukan mogok kerja.
Belakangan, 469 karyawan yang melakukan mogok kerja dianggap mengundurkan diri lantaran manajemen menganggap mogok tersebut tidak sah. Selain itu, para buruh tersebut dianggap tidak mengindahkan panggilan manajemen. Dua hal tersebut kemudian juga dibantah Sarinah.
"Soal panggilan dua kali itu juga tidak benar, karena pekerja yang mogoknya sah tidak bisa dipanggil untuk masuk kerja tetapi harus dihargai hak mogoknya," tutur Sarinah.
Di samping itu, menurut dia, tidak semua pekerja menerima panggilan tersebut. Malahan, Sarinah mengatakan saat pekerja hendak masuk kerja setelah mogoknya selesai, perusahaan menolak pekerja.
"Perusahaan selalu berdalih menggunakan hasil mediasi, padahal mediasi itu tidak bisa dijadikan dasar, karena sifatnya anjuran," ujar Sarinah. "Selain itu, mediasi yang diklaim PT Alpen Food Industry itu adalah mediasi yang cacat prosedural karena dihasilkan dari hanya satu kali pemanggilan mediasi saja."
Selain itu, Sarinah menuturkan pihaknya hingga saat ini belum mengantongi risalah anjuran mediasi tersebut dari Dinas Ketenagakerjaan setempat. Sehingga, hal tersebut menghilangkan hak pekerja untuk ke pengadilan.
"Kesalahan besar mediator adalah mengikuti seluruh kebijakan upah perusahaan, termasuk membiarkan perusahaan memberlakukan kebijakan upah tanpa adanya komponen kompetensi dan membiarkan pendidikan SMA hanya mendapatkan nol rupiah," kata Sarinah.
Tidak adanya komponen kompetensi atau kinerja, menurut dia, bertentangan dengan PP Nomor 78 Tahun 2017 tentang Pengupahan dan Permenaker Nomor 1 Tahun 2017 tentang Struktur dan Skala Upah.
CAESAR AKBAR
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini