RUANGAN kecil di pojok kanan terminal A pelabuhan udara
Kemayoran hari itu banyak dikunjungi para pilot. Mercka,
sekalipun masih menuntut, menaati setiap jadwal penerbangan
Garuda. Dari ruang itu pula akhir pekan lalu terdengar suara:
"Kok tuntutan perbaikan nasib dikait-kaitkan dengan Pemilu 1982
dan Presiden?"
Itu agaknya reaksi terhadap ucapan Dirjen Perhubungan Udara
Sugiri, sebagaimana dikutip jurubicara ke-26 pilot Garuda
ketika datang lagi ke DPR 16 Januari lalu. Sehari sebelumnya,
suatu tim 5 pilot Garuda memang telah menemui Dirjen Sugiri,
meminta penjelasan mengenai kasus kapten pilot DC-9 Subekti dan
kapten pilot F-2 Hernawan.
Menurut Sugiri kedua kapten pilot itu, karena alasan yang
bersifat personal dengan Dir-Ut Wiweko, telah diputuskan untuk
dipecat. Tapi oleh Sugiri ditengahi dengan permintaan agar kedua
kapten pilot itu mengajukan permohonan pengunduran diri saja.
"Tak usah diributkan lagi, karena permintaan untuk resign
(permohonan berhenti) tak akan terjadi pada mereka kalau tidak
ada apa-apa di Garuda," begitu Sugiri dikutip para pilot.
Keduanya memang aktif memimpin delegasi para pilot dalam
beberapa kesempatan. Sekalipun kedua orang itu kabarnya tak
merasa ada menyimpan sesuatu masalah yang bersifat "personal"
dengan Dir-Ut Wiweko.
Tak Akan Berubah
Jadi ada apa di Garuda sebenarnya? "Pak Dirjen mengatakan ada
oknumoknum yang menunggangi aksi-aksi kami," kata seorang pilot
mengutip laporan tim yang terdiri dari Jatmono, Krones, A.
Lamendola, Pandu Utomo dan Ari Muladi. Menurut tim tersebut,
Sugiri sendiri tak mensinyalir lebih jauh siapa yang dimaksudkan
itu. Tapi katanya, oknum-oknum itulah yang tak ingin melihat
Garuda maju di bawah Dir-Ut Wiweko.
Sugiri lalu menghubungkan penerbangan yang memang vital itu
dengan usaha mengacau Pemilu 1982. "Oknum-oknum tersebut
menginginkan agar Garuda kacau, sehingga otomatis pemerintah
yang mengelola Garuda menjadi gagal. Dan ini berarti pimpinan
pemerintahan (Presiden) gagal." Maka menurut Sugiri pula,
kegagalan pemerintah mengurus Garuda akan digunakan oleh
oknum-oknum itu untuk menyerang Golkar pada Pemilu 1982.
Lalu Sugiri, Marsekal Muda yang tadinya Sekmil Presiden itu,
menyatakan bahwa Garuda tak akan semaju sekarang seandainya tak
dipegang oleh Wiweko. Maka oleh Pemerintah, menurut Dirjen
Sugiri, Dir-Ut P.T. Garuda Indonesia Airways itu dinilai
berhasil.
Bisa dipastikan pimpinan Garuda yang sekarang akan tetap tak
berubah, hendaknya sampai habis Pemilu nanti. Ini menarik,
karena beberapa waktu yang lalu ada seorang pejabat di depan
pers yang mengatakan, Wiweko perlu diganti.
Terus Berjuang
Bagaimana dengan peranan Pangkopkamtib Sudomo? Dalam suatu
pertemuan besar di aula DKI Jaya pertengahan November lalu, yang
juga dihadiri Dir-Ut Wiweko, Dirjen Sugiri dan beberapa pejabat
penting lain, Laksamana Sudomo-lah yang jadi semacam wasit. Dia
ketika itu memberi waktu sebulan kepada pimpinan Garuda untuk
"secara tuntas" menyelesaikan pokok-pokok keresahan dalam tubuh
Garuda.
Dua bulan telah berlalu. Tim demi tim telah dibentuk di antara
para pilot dan tehnisi Garuda untuk mengajukan konsepnya yang
dipesan Sudomo. Namun pada pertengahan bulan ini Pangkopkamtib
Sudomo sendiri menyatakan kepada pers, bahwa Kopkamtib tak
mengurus lagi masalah Garuda. Semua soal menurut Sudomo sudah
dikembalikan kepada Menteri Perhubungan Rusmin Nurjadin, Dirjen
Sugiri dan Dir-Ut Wiweko sendiri.
Tapi rupanya para pilot itu semakin bingung. Konsep-konsep
perbaikan sudah mereka sampaikan ke berbagai pihak, termasuk
kepada pimpinan KORPRl di Garuda, yang oleh Sudomo diminta
untuk menampung masalah karyawan. "Tapi hasilnya masih nol.
Malah kami mendapat jawaban dari pimpinan KORPRI kami ini
ditunggangi pihak ketiga .... " cerita mereka.
Tapi betulkah para pilot itu ingin agar Wiweko pergi? "Kami ini
anak-anak asuhannya. Masa kami ingin menjatuhkannya? Tapi kami
juga tak ingin melihat Garuda dihancurkan oleh orang-orang dalam
sendiri," kata seorang pilot berapi-api.
Menurut pilot Garuda yang pernah mendapat latihan di luar negeri
itu kalau keadaannya terus begini, perusahaan milik negara ini
cepat atau lambat akan hancur dari dalam sendiri. "Memang Garuda
ini hebat kalau dilihat kemajuan fisiknya. Tapi keadaan sosial
para karyawan rendahan menyedihkan. Jadi jangan melihat kami
yang pilot ini, yang jauh lebih lumayan dari mereka." Di atas
semua itu. "Tak ada ketenteraman kerja dalam Garuda. Pemecatan
atau tindakan yang serupa selalu membayangi kami."
Tapi apapun yang bakal terjadi, para pilot yang besar semasa
kepemimpinan Dir-Ut Wiweko itu agaknya sudah merasa kepalang
basah. "Kami tak akan berhenti berjuang selama tuntutan-tuntutan
kami belum dipenuhi. Sekalipun kami akan tetap menaati jadwal
terbang dan tugas-tugas lain." Akan ada aksi lagi? "Aah,
mudah-mudahan tak terjadi seperti aksi para sopir bis PPD tempo
hari," kata beberapa pilot di Kemayoran. Maksudnya,
mudah-mudahan tidak mogok.
Tuntutan para pilot dan karyawan Garuda itu tak berubah:
perbaikan kesejahteraan sosial berupa struktur gaji, uang makan
dan lembur, fasilitas kesehatan, perumahan, asuransi dan
pensiun. Tapi sebelum sampai ke situ mereka solider agar pilot
Hermawan dan Herman Rante yang "diliburkan" itu diaktifkan
kembali. Juga beberapa pegawai lain yang ditindak, seperti
flight engineer Djuwarsa dan Sarwono, agar direhabilitir. Tapi
nyatanya, selain Hernawan, juga kapten pilot Subekti yang pernah
"dirumahkan" malahan ditindak lebih keras lagi.
Dirjen Sugiri sendiri beranggapan sistem pensiun dan asuransi di
Garuda sudah cukup baik. Sedang mengenai gaji yang dituntut para
karyawan, menurut Sugiri, sedang diproses oleh konsultan dari
luar. Sampai kapan? "Makan waktu lama," begitu jawabnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini