PABRIK itu tidak besar, cuma 300 mÿFD. Terletak di pinggir jalan
raya Surabaya-Mojokerto. Pintunya selalu tertutup rapat dan
tidak kelihatan kesibukan luarbiasa dari 19 buruh yang bekerja
di situ. Sudah sejak 7 tahun lalu pabrik yang bernama Sinten
Nyono itu membuat obat tradisional pelancar haid. Siapa
menyangka ia bakalan membuat onar.
Di Yogyakarta obat racikan Sinten Nyono Super Heporine Capsules
dan bertanda dagang Kyoto itu diduga telah mengakibatkan 12 anak
lahir cacat dan meninggal. Seorang masih hidup tapi bibirnya
sumbing. Ke-12 bayi cacat itu lahir di Rumah Bersalin Tresnowati
di kota tersebut. Inilah buat pertama kalinya tersiar kabar
tentang kelahiran cacat yang diduga disebabkan oleh pengaruh
obat tradisional.
Mohamad Aliwafa, 47, seorang dokter yang memimpin rumahsakit
bersalin itu menjalankan pekerjaan yang nampaknya rutin. Medical
record yang sering diabaikan oleh rumah-rumah sakit yang sibuk,
dijalankannya dengan ketat di Tresnowati. "Saya mulai mengamati
ibu-ibu yang meminum Super Heporine Capsules, setelah adanya dua
orang yang mengaku minum obat tersebut dan mengalami keguguran,"
ceritanya kepada wartawan TEMPO Mohamad Cholid.
Kertas catatan keadaan kesehatan si pasien ternyata menggugah
minatnya. Mungkin juga dia agak kaget ketika itu. Sebab sejak
Oktober 1978 sampai Maret 1979, sepuluh ibu hamil yang juga
meminum SHC selagi hamil muda melahirkan anak cacat.
Dalam setahun Tresnowati menampung 2.000 persalinan. Dan
menurut Aliwafa cacat 12 orang dari jumlah itu merupakan suatu
keadaan yang pantas membangkitkan kecurigaan mengenai
penyebabnya. Catatan-catatan yang berada di tangannya membuat
dia curiga terhadap SHC.
Menurut pengakuan ibu-ibu yang melahirkan anak cacat itu mereka
meminum SHC pada masa hamil muda, antara satu sampai tiga bulan.
Aliwafa menduga cacat itu disebabkan oleh obat yang bertujuan
memperlancar haid tadi. Uraiannya begini: Jika wanita hamil
meminum obat tersebut, maka jaringan tubuhnya akan berkontraksi
terus-menerus. Kontraksi ini mengakibatkan aliran darah yang
melewati placenta (ari-ari) menjadi berkurang, sehingga makanan
untuk bayi susut. Suplai makanan yang kurang ini mengakibatkan
pertumbuhan bayi tak normal dan membuatnya cacat.
Analisa Aliwafa yang menjadi pusat berita mengenai anak cacat di
Yogya itu, diperkuat oleh Drs. Djarot Suhadi, seorang peneliti
di bagian mikrobiologi Rumah Sakit Dr. Soetomo, Surabaya. "Bahan
yang dipakai Heporine itu cukup keras. Karena itu orang hamil
dilarang meminumnya. Excrementum Pterop sejenis daun majaan yang
gunanya untuk merapatkan syaraf atau otot sekitar rahim,
merupakan obat yang ganas sekali. Tempelkan daun ini di kulit
tubuh anda, sebentar saja kulit bisa membengkak," katanya.
Djarot Suhadi malahan mengatakan belum tentu "kerasnya" jenis
tumbuhan itu saja yang mencelakakan. "Pengepakan yang salah bisa
menyebabkan jamur. Jamu yang sudah terkena jamur akan beracun
Racun ini lebih berbahaya."
Pihak Sinten Nyono sendiri menganggap tuduhan terhadap produknya
itu dibikin-bikin. Dir-Ut Sinten Nyono, Hendra Joewono merasa
heran akan larangan pemerintah terhadap SHC yang diproduksi
500.000 kapsul tiap bulannya, menyusul kasus cacat yang
dilaporkan Aliwafa tadi. "Mengapa di Yogya saja yang terkena
efek samping Heporine? Padahal obat kami itu beredar di seluruh
Indonesia. Sedangkan yang di Yogya hanya 2 atau 3% saja,"
tukasnya. Ia menduga ada pihak yang iri hati. Sinten Nyono
sudah melebarkan sayap dengan produk-produk baru lewat Henson
Farma: Ultra Flu, Ultrana, Ultra Formula, Ultra Chrom dan Pil
Sehat yang iklannya lewat media massa riuh rendah.
Bahwa ibu-ibu yang malang dan melahirkan anak cacat itu meminum
SHC: agaknya sulit diperdebatkan. Dan kalau tidak dihalangi
berbagai macam alasan lebih banyak lagi wanita yang melahirkan
di Tresnowati dan klinik bersalin lain akan mengakui hubungan
mereka dengan obat pelancar haid yang bergambar wanita montok
itu.
WARTAWAN TEMPO Putu Setia dari Yogyakarta berhasil menemui
salah seorang dari 12 wanita yang melahirkan anak cacat
tersebut. Nyonya Sujinah Muraji, 36 tahun, yang tinggal di
Kampung Miliran, Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta terus-terang
menceritakan tujuannya minum kapsul Heporine supaya kandungannya
gugur. "Tetangga-tetangga saya banyak yang makan kapsul itu
untuk menggugurkan kandungan dan berhasil," katanya polos.
"Kebetulan waktu saya makan tidak mau hancur," sambungnya.
Wanita itu gagal untuk menggugurkan kandungan yang tak
diharapkannya itu.
Ibu kita yang masih muda ini mengaku terlambat memakan kapsul
buatan Sintet Nyono itu. Kandungannya sudah menginjak lebih
dari 3 bulan. Karena justru baru pada waktu itulah ia mendengar
berita kalau ada kapsul tokcer untuk menggugurkan. "Saya membeli
kapsulnya secara eceran, dan sembunyi-sembunyi agar tak ketahuan
suami," katanya.
Hampir 1 botol (sekitar 12 buah) kapsul yang ditelannya. Tidak
tiap hari. Tapi berselang sekitar satu minggu, dalam masa
kehamilan antara 3 sampai 6 bulan. Dengan cemas dia menunggu
perutnya mengempis. Sia-sia. Setelah perut itu semakin membesar
saja Sujinah benar-benar pasrah membiarkan nyawa orok dalam
kandungannya untuk panjang umur dan lahir dengan selamat kalau
sudah tiba waktunya. "Biar saja lahir. Mungkin rezeki saya punya
anak banyak," katanya membesarkan hati.
Dan anak itu akhirnya lahirlah setelah dikandung 8 bulan.
Menjelang kelahiran Sujinah maupun suaminya tak sepercikpun
mengkhawatirkan keselamatan anaknya yang ke 9 itu. Tapi para
bidan dan juru rawat, terutama dokter yang memberikan
pertolongan betul-betul prihatin melihat cacat yang merusak bayi
yang masih merah. "Pokoknya sangat mengerikan. Saya tak kuat
melihat. Saya hanya mendengar tangisnya saja," kisah Sujinah.
Anaknya yang malang itu lahir pada 1 Mei 1979 skitar jam 3 sore
dan meninggal tengah malam hari itu juga.
Aliwafa dan para bidan di Tresnowati belum memastikan apa yang
menjadi penyehab kelahiran dengan cacat dari 12 bayi di situ.
Dia hanya menduga. Namun melalui pemeriksaan mikroskopis ia
melihat bercak-bercak agak keputih-putihan dalam placenta yang
dia ambil dari wanita yang melahirkan cacat. "Dugaan kami,
mungkin bercak-bercak agak keputih-putihan itu menunjukkan
adanya jaringan yang nekrotis akibat kontraksi yang
terus-menerus sehingga mengganggu sirkulasi darah yang memhawa
makanan untuk pertumbuhan janin."
Begitu laporan Aliwafa yang ditulis 15 Oktober 1979 ditujukan
kepada Dinas Kesehatan Kotamadya Dati II, Yogyakarta. Ia tak
sempat memeriksakan placenta tadi secara lebih seksama dengan
mengirimkannya ke laboratorium yang lebih lengkap di Fakultas
Kedokteran Universitas Gajah Mada. Karena tak ada biaya.
Sejauh menyangkut biaya, jelas tidak hanya mempersulit pekerjaan
Aliwafa. Pada tingkat yang lebih tinggi kabarnya belum ada
semacam contingency atau dana untuk kejadian-kejadian tak
terduga. "Kalau untuk banjir yang tidak bisa diduga datangnya
ada biaya, mengapa untuk akibat samping obat seperti yang
terjadi di Yogya itu tidak ada," ulas Kepala Bagian Farmakologi,
Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, dr Iwan Darmansyah, yang
terkenal dalam masalah keracunan obat-obatan.
SURAT edaran Ditjen Pengawasan Obat dan Makanan, Depkes,
ditandatangani Dr Midian Sirait, 8 Desember 1979 yang melarang
beredarnya SHC akan disusul dengan penelitian placenta dan
memakan waktu sekitar 3 atau 4 bulan. "Larangan beredar itu kita
ambil untuk kepentingan keamanan masyarakat," katanya.
"Apakah ada kecenderungan kebenaran bahwa komponen Super
Heporine menyebabkan bayi cacat, belum bisa saya katakan," kata
Midian lebih lanjut. Namun Dirjen yang ahli dalam khasiat
tanam-tanaman ini menyebutkan adanya tanaman yang mengandung
zat-zat yang bisa mempengaruhi janin berusia 1 sampai 2 bulan
memang sudah terbukti. "Zat tanaman tertentu bisa mengakibatkan
kontraksi uterus. Dalam jumlah tertentu zat-zat tanaman itu akan
mengakibatkan keguguran," urainya.
Selain laporan dr. Aliwafa dari Yogyakarta tadi, bahwa bahan
baku obat yang dikatakan tradisional itu diimpor, membuat
Pengawasan Obat dan Makanall punya alasan lain untuk
menghentikan peredarannya Perhl penelitian kembali mengenai
khasiat bahan yang dipergunakan.
Menurut Drs. Djarot Suhadi ahli mikrobiologi dari RS dr. Sutomo,
Surabaya, bahan-bahan SIIC sebenarnya bisa ditemukan di
Indonesia. Radix Angelicae Sinensis misalnya akar dari Sejenis
adas. Muka yang pucat kalau memakan akar ini bisa merah cerah
kembali. Rhezoma Ligustici memang berasal dari Jepang dan
RRC. Gunanya untuk menghilangkan pusing. Radix Salviae
Multiorrhizae adalah untuk penenang. Baunya merangsang tapi tak
termasuk narkotika. Excrementum Pterop sejenis daun majaan.
Sedang Flos Carthami sejenis bunga adstrigens berguna untuk
menyempitkan selaput lendir.
Sasaran utama dari penelitian yang sedang dikerjakan POM adalah
Angelicae Sinensis dan Flos Carthami, dua bahan yang diduga
sebagai penyebab kontraksi pada rahim. Jika SHC dilarang beredar
untuk selamanya, maka nampaknya ada 4 produk obat tradisional
lain yang kena getahnya: Hulingkie, Koricin, Femisin dan
Topicin.
Iklan yang ramai lewat TVRI dan radio dengan menggunakan bahasa
Indonesia dan bahasa daerah membuat SHC mendapat pasaran yang
cukup luas. Ditambah lagi harganya relatif murah. Di Surabaya
diketeng Rp 400 perbotol yang berisi 12 kapsul. Di Medan dan
Banda Aceh Rp 450. Tanjung Pinang dan Pakanbaru Rp 500.
PADA kotak luar SHC tercantum indikasi obat ini: untuk mencegah
terlambat datang bulan dan sakit keputihan (Pek Tay).
Melancarkan datang bulan dan membuat badan singset serta montok.
Sementara itu dalam warna merah dan nampak agak menyolok
tercantum kontra indikasi: sebaiknya wanita yang sedang
mengandung tidak menggunakan jamu ini.
Dicantumkannya larangan tersebut menurut Midian Sirait memang
sesuai dengan ketentuan yang ia keluarkan. Karena obat itu
diduga bisa mempengaruhi kandungan. Namun Midian Sirait
mensinyalir bahwa leaflet yang terdapat dalam SHC memang bisa
merangsang orang-orang yang berkepentingan untuk menggugurkan,
dengan meminumnya secara berlebihan. Karena di sana disebutkan
haid yang sudah terlambat 1 atau 2 bulan pun masih bisa
diambrolkan.
Banyaknya kaum ibu yang mencari perlindungan pada obat-obatan
yang bertujuan memperlancar haid tapi dilarang untuk wanita
hamil, mungkin bisa dilihat sebagai gejala semakin meluas dari
niat untuk membatasi kelahiran. Ini tampak jelas dari 12 ibu
yang melahirkan bayi cacat di Yogyakarta, semuanya sudah pernah
bersalin.
Sujinah Muraji, salah seorang korban dengan tegas mengatakan
sudah masuk KB sejak dulu. "Tapi semua cara tidak cocok," tutur
ibu yang beranak 8 itu. Ia masuk KB sejak lahirnya anak ke 6.
Semula ia pakai pil. Tapi ia sering diserang pusing dan
mual-mual. Lalu pindah ke spiral. Alat kontrasepsi ini juga tak
cocok. "Seringkali terlepas, karena saya tiap hari naik sepeda,"
kata wanita yang saban hari kerjanya mengumpulkan koran dengan
menggenjot sepeda.
Setelah spiral itu dilepaskan sama sekali, menyusullah anaknya
yang ketujuh dan kedelapan. "Ketika mengandung anak ke-9 saya
baru tahu ada Super Heporine, sampai anak saya lahir cacat dan
mati," katanya lirih.
Sujinah bisa membaca sedikit. Ia tahu persis SHC dilarang untuk
mereka yang lagi hamil. "Tetangga saya bilang justru karena
dilarang itulah artinya obat ini baik untuk menghancurkan
hamil," katanya. Ia bahkan meneruskan: "Kalau kapsul itu bukan
obat menggugurkan, lalu dipakai untuk obat apa?"
Sejauh yang menyangkut undang-undang, pengguguran memang
perbuatan yang terlarang. Di Bali bulan Juli 1978, seorang
dukun dihukum 1« tahun karena dipersalahkan melakukan kejahatan
dengan melaksanakan pengguguran.
Dalam masyarakat yang terus berubah, maka daya tahan
undang-undang ini nampaknya akan terpengaruh juga. Sejak dua
tahun yang lalu pemerintah, lewat Panitia Inter Departemental
RUU tentang aborsi telah menyusun rancangan undang-undang, yang
pada pokoknya ingin memberikan perlindungan kepada Ibu yang
karena kesehatannya tak boleh melahirkan. Kemudian memberikan
perlindungan hukum bagi dokter yang melaksanakannya.
Mereka yang bergerak dalam keluarga berencana menunggu-nunggu
golnya rancangan undang-undang aborsi itu. Ibu-ibu yang ingin
menghindari kehamilan haruslah diberi pertolongan yang tuntas.
Jangan dibiarkan mereka mencegah kehamilan dengan cara yang
salah dan berbahaya.
"Sudah saatnya sekarang mengumumkan bahwa mencegah kelahiran
lebih mudah dan jauh lebih aman dibandingkan dengan menganjurkan
orang melahirkan," ulas Dr. Sudradji Sumapradja, ahli kebidanan
dan kandungan FKUI, Jakarta yang dalam minggu ini meraih gelar
doktor dengan disertasi mengenai kemandulan.
Sudradji, 44 tahun, adalah ahli kandungan pertama FKUI yang
meraih gelar doktor. Dia menyebutkan fasilitas untuk membuat
haid teratur, seperti Menstrual Regulator haruslah disediakan
secara memadai untuk menopang pelaksanaan keluarga berencana.
"Walaupun bagaimana pengaturan fertilitas yang lestari harus
ditunjang oleh pengguguran kandungan untuk menanggulangi
kegagalan. Karena setiap cara KB yang dikenal hingga sekarang
masih dapat mengalami kegagalan," katanya. Kalau dibiarkan,
menurut Sudradji, itu akan menjadi kehamilan yang tidak
diinginkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini