Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Masih Meraba-raba

Investasi swasta di Indonesia dirasakan lamban sejak 1975. Leknas-LIPI diharapkan dapat melakukan survai seperti yang pernah dikerjakan atas permintaan Jetro, investor perlu pegangan yang konkrit. (eb)

10 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LANGKAH investasi (swasta) telah berlangsung lamban di tahun 1977. Gejala ini dirasakan mulai 1975. Terdapat rintangan birokrasi dan biaya bisnis yang tinggi untuk iklim investasi yang menjemukan. Kesan di atas sudah umum diketahui, tapi dijumpai lagi dalam suatu laporan tahunan IMF (Dana Moneter Internasional yang disiapkannya menjelang sidang IGGI ke-21 (22-23 Mei) di Amsterdam. Dalam kaitan itu kalangan bisnis tertarik pada adanya LEKNAS-LIPI dan bertanya: Apakah mungkin bagi lembaga itu melakukan survai tentang kelambanan investasi? Hasil survai itu dianggap akan dapat membantu berbagai pihak yang berkepentingan, termasuk BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal). Kebetulan minggu lalu Ketua BKPM Barli Halim dalam Komisi VI DPR menyebut kebutuhan akan investasi swasta sebesar Rp 400 milyar untuk tahun 1978/1979. Angka itu hampir sebanding dengan satu milyar dollar AS. Sungguh hebat jika harapan itu bisa terkabul, tapi tentu bila iklim investasi mendadak berobah menjadi menggairahkan. LEKNAS, yang dianggap bisa mengerahkan banyak ahli, diketahui masih belum dimanfaatkan sepenuhnya. Mungkin juga itu karena ketiadaan biaya. Namun kebutuhan akan survai LEKNAS, khusus mengenai iklim investasi swasta, sudah dan akan meningkat. Japan External Trade Organization (JETRO) sudah membuka jalan dengan menganjurkan supaya LEKNAS mensurvai pengaruh PMA Jepang di Indonesia. Tidak diragukan lagi bahwa pilihannya pada LEKNAS karena lembaga ini akan dianggap serius oleh instansi resmi maupun golongan swasta. LEKNAS menyelesaikan survai itu pada akhir 1977, bekerjasama dengan IDE, satu institut di Tokyo. Dan JETRO membantu pelaksanaannya. Survai itu, menurut penilaian JETRO sendiri, belum bisa disebut sebagai memuaskan. Hanya 20% dari semua 150 perusahaan Jepang yang aktif di Indonesia, misalnya, telah memberi jawaban atas angket yang dimajukan. Namun hasil survai itu, sudah bisa dijadikan pegangan. Tadinya, orang meraba-raba jika berbicara tentang investasi Jepang. Orang di sini juga selalu meraba-raba tentang kenapa terjadi kelambanan investasi. Ada anggapan itu akibat resesi ekonomi dunia. Atau karena birokrasi dan biaya tinggi. Tapi yang pasti diperlukan pegangan konkrit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus