BERSISA 81, jumlah bank umum swasta nasional masih dianggap
terlalu banyak. Bank Indonesia tetap menganjurkan mereka supaya
merger. Anjuran bergabung itu, diungkapkan dalam rapat pleno
pengurus Perbanas terakhir di Semarang (26 - 27 Mei). Maklum,
cuma 18 di antara kesemuanya yang mempunyai volume usaha
masing-masing di atas Rp 5 milyar. Dari kesemuanya, 10 mempunyai
volume usaha di atas Rp 10 milyar dengan peranan lebih kurang
56,7% dari keseluruhannya. Dan 9 saja di antara mereka yang
diakui sebaga bank devisa.
Persoalan ialah apakah kwalitas atau kwantitas yang diutamakan.
Gubernur BI Rachmat Saleh tadinya melihat jumlah ideal bagi bank
umum swasta nasional adalah maximum 25. Tapi di Semarang itu
terdengar nada baru dari BI, yaitu kehadiran "kelas teri" masih
akan diterima asalkan sehat dan dibarengi usaha memperbaiki
diri. Djoko Sudomo, Direktur BI urusan Pengawasan dan Pembinaan
Bank, mengatakan "bank-bank yang kurang sehat dan tidak sehat
akan ditinjau kasus demi kasus" untuk dibina. Artinya mereka
diberi kesempatan lagi untuk memperbaiki diri, tentu dengan
"bimbingan dan bantuan" pengurus Perbanas bersama BI, menjelang
akhir Maret 1979.
Nada baru BI itu jelas bertujuan mengurangi keresahan di
kalangan bankir pribumi selama ini. Golongan pribumi ini,
menurut Dir-Ut I Nyoman Moena dari PT Overseas Express Bank,
"akan dilalap oleh golongan ekonomi kuat" jika merger. "Jika
sesama pribumi bergabung atau bergabung dengan golongan ekonomi
kuat, jumlah bank pribumi akan makin kecil," kata I Nyoman.
Kekuatiran I Nyoman itu beralasan mengingat bahwa dari jumlah 18
yang tadi disebut tergolong kuat hanya 3 atau 4 yang masuk
golongan pribumi.
Asalkan Sehat
Maka kini kalangan pribumi cenderung mengharapkan BI supaya suka
juga membimbing bank kecil, supaya berpedoman "biar kecil
asalkan sehat." Contoh bank pribumi yang kecil tapi sehat adalah
PT Bank Nasional (Bukittinggi), PT Bank Swaguna (Cirebon), PT
Bank Dagang Bali (Denpasar), PT Maranu Bank (Jakarta) dan PT
Bank Propelat (Bandung). Untuk seperti mereka ini, Perbanas
menganjurkan BI supaya memberikan modal kerja dan fasilitas
lainnya.
Perbanas dalam rapat di Semarang itu juga memberi perhatian
besar pada soal bank sekunder seperti bank pasar bank pedesaan,
bank koperasi, bank simpan-pinjam dan bank tabungan yang
berjumlah 5000 di seluruh Indonesia. Mereka bukan anggota
Perbanas. Tapi oleh BI telah dibuka jalan bagi mereka untuk
bergabung dengan bank umum swasta nasional. Misalnya, Bank
Tabungan Minahasa (Manado) sebagai pelopor meleburkan diri ke PT
Bank Arta Pusara (Jakarta) yang termasuk besar. Bank Arta Pusara
ini kemudian juga membeli satu bank tabungan lagi di Ujung
Pandang, dan proses mergernya sedang diselesaikan dengan BI.
Kini tinggal 4 saja bank tabungan swasta. Aktivitas mereka sudah
diambil oleh Tabanas-Taska. Maka keempat itu pun mungkin segera
menjadi rebutan bank umum swasta nasional yang mampu memperluas
diri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini