Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETELAH Bank CIC Internasional masuk daftar pengawasan khusus dan dibatasi kegiatan operasionalnya (cease and desist order), Bank Indonesia membentuk tim on-site supervisory presence (OSP). Tim yang dibentuk April 2002 ini bertugas mengawasi perbaikan kinerja Bank CIC, termasuk semua kegiatan yang bisa menurunkan kualitas aset yang berpotensi menggerus modal.
Targetnya, setelah masa pengawasan khusus berakhir pada akhir 2002, bank ini harus memiliki rasio kecukupan modal minimal 8 persen. Bukan kerja mudah mengingat rasio kecukupan modal CIC merah menyala: minus 60,07 persen per Februari 2002. Bila tidak terpenuhi, riwayat bank langsung tamat.
Bukan perbaikan yang ditemui, tim ini malah mencium borok baru. CIC melakukan transaksi perbankan yang kebanyakan mengalir buat kepentingan Robert Tantular, pengendali CIC. Kolektabilitasnya macet US$ 59,426 juta plus Rp 120,973 miliar. Berbagai akrobat itu belum terungkap saat bank ditetapkan masuk pengawasan khusus Maret 2002.
Ironisnya, hasil pemeriksaan tidak pernah dipakai untuk memperhitungkan kembali rasio kecukupan modal Bank CIC. Padahal temuan ini diketahui oleh Deputi Gubernur Aulia Pohan, Direktur Pengawasan Bank 1 Aris Anwari, dan Deputi Direktur Pengawasan Bank 1 Sabar Anton Tarihoran. Tim itu malah ditarik dari CIC pada Agustus 2002. Hasil pemeriksaan seolah-olah mengendap di laci para pejabat bank sentral. Inilah beberapa temuan mencurigakan itu, yang salinannya diperoleh Tempo.
Yandhrie Arvian Kredit buat Robert Tantular
26 Oktober 2001
Memberikan dua fasilitas surat kredit impor kepada PT Sinar Central Sandang, perusahaan terkait Robert Tantular, masing-masing US$ 3,12 juta (L/C 1863) dan US$ 1,72 juta (L/C 1864).
Ketidakwajaran:
L/C 1863
L/C 1864
Hasil penelusuran:
Direktur Internasional Bank CIC Mahtesa Sembiring mengakui kedua fasilitas tersebut rekayasa.
Status:
Kolektabilitas macet. Setelah diset off dengan margin deposit, outstanding US$ 2,45 juta dan US$ 1,375 juta.
6 dan 11 November 2001
CIC menerbitkan dua surat kredit impor usance atas permintaan PT Buana Nusa Jaya Sakti, masing-masing US$ 2,975 juta (L/C 1874) dan US$ 2,532 juta (L/C 1875).
Ketidakwajaran:
Hasil penelusuran:
Status:
Kolektabilitas macet US$ 2,293 juta.
8 November 2001
Menerbitkan surat kredit impor di bawah program GSM-102 senilai US$ 9,1 juta kepada PT Karunia Alam Sentosa.
Ketidakwajaran:
Hasil penelusuran:
Status:
Kolektabilitas macet. Per 30 Juni 2002, outstanding pinjaman berupa tagihan akseptasi dan tagihan dokumen impor US$ 6,813 juta dan US$ 2,371 juta.
12 Maret 2002
Kredit Rp 45 miliar kepada PT Dwiputra Mandiri Perkasa, perusahaan terkait Robert Tantular. Dana ditujukan untuk membeli persediaan kedelai dari PT Indonusa Baru Investama.
Ketidakwajaran:
Status:
Kolektabilitas macet Rp 45 miliar. Belum dibayar hingga lewat jatuh tempo 11 Juni 2002 sehingga harus dibentuk provisi yang akan diperhitungkan dalam perhitungan modal bank.
Wesel Ekspor Non-L/C
Pada 8 Januari, 4 Februari, dan 25 Februari 2002, Sungai Budi Group—melalui PT Tunas Baru Lampung—memperoleh fasilitas negosiasi wesel ekspor non-L/C sebanyak enam dokumen bernilai US$ 6,698 juta.
Status:
Kolektabilitas macet US$ 6,698 juta. Bank harus membentuk provisi yang dimasukkan dalam perhitungan modal bank.
Pendapatan Divisi Trade Finance Tidak Riil
Membukukan pendapatan tagihan dokumen impor (TDI) dengan tingkat bunga tidak wajar. Sebesar 30-36 persen untuk TDI valas dan 60 persen untuk TDI rupiah. Tagihan ternyata tidak pernah dibayar nasabah.
Status:
Kolektabilitas macet. Per 31 Mei 2002, pendapatan bunga TDI valas dan rupiah yang belum dibayar nasabah US$ 4,252 juta dan Rp 24,373 miliar.
Kredit buat Chinkara melalui CLN Fiktif
Pada 24 November 2001, CIC menyerahkan surat berharga nominal US$ 41 juta plus uang tunai US$ 9 juta kepada Chinkara Capital Ltd. Chinkara lalu menyerahkan 2 CLN-ROI masing-masing bernilai US$ 25 juta, yang jatuh tempo 2004. CLN-ROI diterbitkan Mizuho International Plc. dan Bayerische Hypo und Vereinsbank. CLN diduga fiktif karena kepada bank sentral, dua perusahaan itu mengaku tidak pernah menerbitkan surat berharga jenis CLN.
Status:
Kolektabilitas macet US$ 25 juta (yang dihitung CLN-ROI yang diterbitkan Mizuho karena yang diterbitkan Bayerische telah diperhitungkan untuk CAR posisi Desember 2001).
Kredit kepada PT Kanisatex
Fasilitas preshipment buat Kanisatex berdasarkan sales contract dan surat kredit yang sudah habis masa berlakunya. Hasil penelusuran, Kanisatex jarang melakukan ekspor dan kualitas barangnya tidak memenuhi syarat kontrak sehingga ditolak pembeli.
Status:
Kolektabilitas macet US$ 416 ribu.
Transfer ke Rekening Chinkara Capital di Morgan Stanley
Terdapat tujuh kali aliran dana dari rekening giro valas PT Bank Pikko Tbk. di Bank CIC ke rekening Chinkara Capital di Morgan Stanley. Chinkara tak lain pemegang mayoritas saham Pikko dan CIC. Disinyalir dana itu disedot dari Bank CIC untuk memenuhi setoran modal Chinkara di Bank CIC.
Obligasi di Antaboga Deltasekuritas Indonesia
Ditemukan surat berharga Bank CIC yang dipindahkan ke PT Antaboga Deltasekuritas Indonesia Rp 184 miliar. Diduga surat berharga itu sudah tidak ada atau dijaminkan ke pihak lain.
Sumber: Temuan pemeriksaan OSP posisi 30 Juni 2002
Tujuh aliran dana selama 2002 (US$)
11 April | 2.062.291,67 |
16 April | 13.000,00 |
16 April | 1.000.000,00 |
17 April | 37.500,00 |
17 April | 12.000,00 |
6 Mei | 1.024.064,58 |
7 Mei | 556.041,67 |
Total | 4.714.897,92 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo