Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font size=2 color=#FF0000>Kasus Antasari</font><br />Kekecewaan Jenderal Bintang Tiga

Kesaksian Susno Duadji pada sidang Antasari Azhar menyudutkan institusi polisi. Ia akan dijatuhi sanksi karena dinilai melanggar kode etik.

11 Januari 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEMUNCULAN Susno Duadji itu benar-benar tidak disangka jaksa penuntut umum Cyrus Sinaga. Kamis pekan lalu, berseragam dinas polisi, jenderal bintang tiga yang pada 24 November lalu dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal itu muncul di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hari itu, ia datang untuk menjadi saksi meringankan terdakwa Antasari Azhar dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Direktur Utama PT Putera Rajawali Banjaran.

Kehadiran Susno, 55 tahun, yang di­iringi ajudannya, seketika membuat ga­duh pengunjung sidang. ”Anda berpa­kai­an dinas. Apakah ada surat tugas dari pim­pinan Anda?” Cyrus bertanya tajam. ”Kapasitas Anda sebagai pribadi atau (bekas) Kabareskrim? Kalau ya, harus ada surat tugasnya,” kata jaksa senior itu lagi.

Pengacara Antasari, Juniver Girsang, langsung menyambar mikrofon. Ia menjelaskan, Susno adalah saksi tambahan, dan sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Susno hadir sebagai pribadi. Tapi Cyrus tetap memprotes. Perdebatan soal kehadiran Susno baru berakhir setelah ketua majelis hakim Herry Swantoro menyatakan Susno boleh bersaksi. ”Catat, saksi memberikan kesaksian dengan pakaian dinas, dalam jam dinas, dan tanpa surat tugas,” kata Herry.

Kehadiran Susno di sidang Antasari itu tak pelak membuat Markas Besar Kepolisian berang. Apalagi kesaksian yang diberikannya justru menyudutkan Kepolisian RI. Sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal, misalnya, Susno mengaku tak terlibat penyidikan perkara pembunuhan Nasrudin yang menyeret bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar itu. Dia membenarkan, saat disidik, Komisaris Besar Wiliardi Wizar, terdakwa lain kasus pembunuhan Nasrudin, memang berada di bawah tekanan.

Susno juga mengungkapkan, Kepala Kepolisian RI saat itu membentuk tim pengawas perkara pembunuhan Nasrudin, yang diketuai Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Hadiatmoko. Tapi ia menyatakan tak pernah mendapat la­por­annya. ”Laporannya langsung ke Kapolri, bukan ke saya,” papar Susno.

Seluruh kesaksian Susno ini tak pelak meruntuhkan keterangan Hadiatmoko sebelumnya, yang mengaku tak terlibat penyidikan kasus kematian Nasrudin. ”Keterangan Pak Susno juga menguatkan keterangan istri Wiliardi (Novarina),” ujar Juniver.

Bagai kebakaran jenggot, Kamis sore itu juga, Markas Besar Kepolisian menggelar jumpa pers. ”Pimpinan merasa mukanya tertampar oleh pengakuan Susno,” ujar sumber Tempo di kepolisian.

Juru bicara Markas Besar Kepolisian, Edward Aritonang, membantah kesaksian Susno. Menurut dia, tim pengawas kasus Nasrudin dipimpin Kepala Badan Reserse Kriminal, yang saat itu dijabat Susno. ”Tiap pukul 16.00 tim melapor ke Kabareskrim,” katanya. Edward menegaskan, kehadiran Susno di sidang sebagai pribadi, tanpa setahu dan seizin Kepala Kepolisian RI.

Menurut Edward, dia sudah mengecek ke pengadilan, dan keterangan yang ia dapat mengejutkan. Sidang hari itu, ujarnya, sebetulnya akan menghadirkan saksi ahli bidang teknologi informatika. Sidang ditunda dua jam untuk menunggu kehadiran saksi itu. ”Tapi yang muncul Pak Susno,” kata Edward.

Markas Besar Kepolisian menganggap tindakan Susno melanggar kode etik profesi. Pekan ini, sidang untuk menentukan sanksi bagi Susno akan digelar. Menurut Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Inspektur Jenderal Oegroseno, sidang akan berlangsung terbuka. Sanksinya bisa penurunan pangkat, diberhentikan dengan hormat, atau diberhentikan dengan tidak hormat.

”Sanksi” sebenarnya sudah dijatuhkan kepada Susno. Sejumlah fasilitas yang dinikmatinya, seperti pengawal, ajudan, dan sopir, sejak pekan lalu sudah dihentikan. Kamis malam itu, sebuah tim Detasemen Khusus 88—yang biasa menangkap teroris—bahkan sempat mendatangi kediaman Susno. Susno naik pitam ”dilecehkan” seperti ini. Dia menegaskan, dirinya jenderal yang masih aktif.” ”Pangkat komisaris besar saja mendapat fasilitas,” ujarnya.

Bekas Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat ini berkukuh kehadirannya di pengadilan adalah demi kebenaran. Dia mengaku sudah memberitahukan soal itu kepada Kepala Kepolisian RI melalui pesan pendek ke sekretaris pribadinya. Menurut dia, tak ada kode etik yang dilanggarnya. ”Kode etik yang mana?” ujarnya.

Bagaimana pun ”perlawanan” Susno, tampaknya karier dia segera meredup. Menurut Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S. Pane, yang dilakukan Susno adalah bentuk akumulasi kekecewaannya. Sebagai Kepala Badan Re­serse Kriminal, ujar Pane, Susno merasa selama ini sudah pasang badan demi institusi dan pemimpinnya. Kepada­nya, ujar Neta, Susno mengaku tak setuju penahanan dua Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah, juga pe­mang­gilan dua media cetak yang sempat membuat ramai. Tapi, begitu semua itu menjadi masalah, dia dikambinghi­tamkan. ”Menurut saya, dia kecewa se­kali.”

Anne L. Handayani, Vennie Melyani, Cornila Desyana, Mustafa Silalahi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus