KUNJUNGAN Chun Do Hwan, Presiden Republik Korea Selatan ke
Indonesia nampaknya dipersiapkan dengan baik. Beberapa kali TVRI
menyiarkan film tenang negeri berpenduduk 39 juta yang pernah
dipuji sebagai mukjizat ekonomi itu. Kini, setelah dihantam
krisis energi dan kehilangan Presiden Park Chung Hee yang
tersohor keras itu, Korea Selatan di bawah Jenderal Chun
nampaknya lebih realistis.
Berbeda dengan zaman Park yang sentralistis dan serba diatur,
Chun, setelah melakukan inventarisasi keadaan ekonomi negerinya,
lebih suka memilih jalan liberal. "Ini tentu saja berakibat
dilepaskannya berbagai subsidi," kata seorang ekonom di Jakarta.
Kebijaksanaan ekonomi baru itu, meskipun membawa akibat
tingginya berbagai pajak, toh disambut oleh banyak pengusaha di
Korea. Bidang industrinya pun tak lagi seambisius dulu.
Investasi yang berkelebihan di bidang industri berat, oleh Chun
diakui sebagai salah satu penyebab penting kacaunya ekonomi
Korea.
Jenderal Chun, yang dalam hal kebebasan sama kerasnya seperti
mendiang Park, toh merasa optimistis ekonomi negerinya akan
kembali "normal" di tahun 1982. Tentu saja dengan pengertian
impor minyak bumi yang masuk ke Korea tidak terganggu. Korea
Selatan, yang kini berpenghasilan rata-rata US$ 1.500 (atau
hampir Rp 1 juta) per orang setahun, mulai memusatkan perhatian
pada jenis industri yang padat energi. "Mudah dimengerti kalau
Presiden Chun ingin membuka hubungan yang lebih erat dengan
Indonesia," kata seorang pejabat Ekuin.
Korea Selatan sudah lama membidik kemungkinan mendapat lebih
banyak sumber energi dari Indonesia, terutama minyak. Saat ini
Pertamina mensuplai sebanyak 15.000 barrel sehari ke sana. Dan
diperkirakan ia akan mengekspor lebih banyak minyak bumi ke
Korea kalau Korean Oil Corporation, yang barubaru ini
menandatangani kerjasama bagi hasil 50: 50 dengan Pertamina,
mendapat minyak di Indonesia. Maskapai minyak Korea yang paling
besar itu memiliki wilayah lepas pantai seluas 6.500 kmÜßÿFD…zÀàË'
Saat ini Korea Selatan sedang berunding dengan Pertamina untuk
membeli 60 juta ton gas alam asal lapangan Arun di Aceh. Mereka
juga sudah mulai membeli batubara dari Indonesia. Tapi sekarang
Indonesia sendiri menghentikan ekspor batubaranya, karena
ternyata persediaan bahan bakar itu tak sehebat diperkirakan
semula. Di tahun 1983, konsumsi batubara di dalam negeri
diperkirakan akan melebihi seluruh produksinya.
Negeri yang banyak mengekspor buruhnya ke proyek-proyek
konstruksi di Arab Saudi, memang belum besar peranannya dalam
hal penanaman modal di Indonesia, kecuali di bidang perkayuan.
Saat ini sekitar tujuh perusahaan Korea Selatan beroperasi di
bidang perkayuan hutan-hutan Indonesia, dengan jumlah investasi
bernilai US$ 17 juta, sekitar 17% dari seluruh investasi negeri
ini di Indonesia.
Di negeri ASEAN lainnya, yang juga akan dikunjungi Presiden
Chun, bersama istrinya, Chun juga ingin berdagang lebih banyak.
Tapi, seperti dikatakan seorang pejabat Deplu, kunjungan seorang
Presiden Korea Selatan ke kawasan ASEAN ini bukan semata-mata
untuk urusan bisnis dan mencari bahan energi. "Tapi ingin
mencari teman lebih banyak lagi," katanya.
Dengan Indonesia, selain butuh minyak, Korea juga sudah pandai
menjual peralatan militer. Ketika Menhankam Jenderal M. Jusuf
berkunjung ke Seoul untuk menghadiri pelantikan Presiden Chun
Doo Hwan, terjadi perundingan lagi untuk membeli lebih banyak
persenjataan dari Korea. Sekarang saja Indonesia sudah membeli
empat kapal patroli cepat untuk TNI-AL (Patrol Ship Killer). Dua
PSK sudah digunakan, dan dua lagi akan tiba dalam waktu dekat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini