Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi
Penjualan Aset Datakom

Berita Tempo Plus

Menangkap Angin, Mengejar Setoran

Aset kredit Datakom Asia, yang sedang dalam proses hukum, dijual oleh BPPN. Aset berpindah tangan, debitor bebas dari tuntutan.

13 Oktober 2002 | 00.00 WIB

Menangkap Angin, Mengejar Setoran
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Di Indonesia, nasib debitor yang bandel dan malas membayar utang tak harus berakhir di balik terali penjara. Ia bisa hidup tenang sambil menikmati uang dari utang yang tidak dibayarnya, seperti yang dilakukan Sjamsul Nursalim. Atau, utang debitor dianggap tak ada setelah ia secara terselubung membeli aset kredit yang dijajakan Badan Penyehatan Perbankan Nasional dengan harga miring. Praktek pelunasan utang yang lebih tepat disebut pemutihan utang ini dilakukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tanpa peduli protes keras dari kanan-kiri. Silih berganti pengamat menyerukan agar divestasi dan pelepasan aset segera dihentikan, tapi BPPN tetap tidak mengubah kebijakannya. Kasus penjualan Datakom Asia bisa dijadikan contoh praktek pemutihan itu. Semula, debitor yang pemilik Datakom dicap oleh BPPN tak kooperatif, lalu perusahaan itu dimasukkan dalam kerangkeng hukum. Setelah terkatung-katung cukup lama, belakangan harta utangnya malah dijual BPPN melalui program penjualan aset kredit. Dari sini, jelaslah yang diuntungkan adalah pemilik lama yang tidak lain adalah Bambang Trihatmodjo dan Anthony Salim. Setelah mereka mengulur waktu dua setengah tahun, akhirnya utang yang mengganggu itu "lenyap" juga. Setidaknya, mereka tak lagi harus berhadapan dengan BPPN, kendati mesti berurusan dengan pemilik baru Datakom yang bernama PT Citra Gemilang Sejahtera. Dan perusahaan ini diperkirakan milik mereka juga. Kalau ada yang tidak ikut bersorak bersama Bambang Tri dan Anthony Salim, orang itu bernama Peter Gontha. Mitra usaha Bambang Tri ini, menurut Teguh—mantan pejabat di Bagian Legal Datakom Asia—sudah sejak awal tahun ini tak punya saham lagi di perusahaan itu. "Dia terdepak dari situ," tuturnya. Dan sejak terdilusinya kepemilikan Datakom Asia di SCTV, hubungan Salim dengan Peter memang tersendat. Proses lepasnya Datakom dari kerangkeng hukum diawali dari sepucuk surat yang diteken Ketua BPPN Syafruddin Temenggung, Mei lalu. Dalam surat itu Syafruddin meminta agar Datakom dipindahkan ke bagian penjualan aset. Nah, pada Agustus lalu aset Datakom Asia dengan mulus terjual bersama aset kredit Bimantara lainnya yang milik Asriland, Bukit Jonggol Asri, dan Kwee Cahyadi Kumala. Mudah sekali! Padahal, dalam urusan utang Datakom ini, pemiliknya berkeras tidak mau menandatangani perjanjian restrukturisasi utang (lihat infografik). Yang juga mengherankan adalah, kendati Datakom terancam palu hakim, toh ada juga peminatnya. Bersama tiga aset kredit milik Bimantara lainnya, harta utang Datakom dibeli Citra Gemilang Sejahtera, yang sulit ditemukan alamat dan pemiliknya. Untuk pembelian itu, Citra Gemilang diwakili perusahaan sekuritas yang beralamat di Plaza Bapindo: Multi Sarana Investama Sekuritas. Utang Datakom Asia senilai Rp 379 miliar, dibeli Citra Gemilang Rp 180 miliar. Ini berarti tiga kali lebih mahal dari harga BPPN, yang hanya Rp 58 miliar. Apakah di balik Citra Gemilang bercokol pemilik lama? Dugaan ini sulit dibuktikan. Tapi, siapa sih yang mau membeli aset kredit bermasalah kalau bukan pemiliknya sendiri? Selain itu, sang pemilik lama jua yang paling tahu asal-muasal kredit tersebut. Mengenai Datakom, semua pihak yang terkait memilih bungkam. Peter Gontha mengaku tak tahu-menahu. "Entah dijual dan dibeli lagi pihak ketiga, saya tidak tahu. Saya tidak tahu Citra Gemilang Sejahtera. Saya juga tidak ingin tahu," katanya, sengit. Bos Bhakti Investama, Harry Tanoesoedibyo, juga tak bersedia menjawab. Disarankannya agar menanyakan ke direksi Datakom. Namun, Direktur Utama Datakom, Ali Chendra, tak bisa dihubungi. Pembeli utang setali tiga uang. Direktur Multi Sarana, Triny Talesu, mengatakan yang berhak menjelaskan adalah Citra Gemilang. Tapi perusahaan sekuritas ini juga tak terbuka soal siapa pemilik Citra yang diwakilinya. Mantan pejabat BPPN, Eko Budianto, tak terkejut mendengar teka-teki ini. Sejak awal ia sudah menduga perjalanan BPPN akan diakhiri dengan kemenangan debitor dan konglomerat. Ketika dia masih aktif di BPPN, memang tercatat beberapa aset debitor kakap yang diturunkan ke bagian hukum. Tapi belakangan aset tersebut lenyap dari divisi itu. BPPN sendiri tak mau diajak bicara. Kepala Divisi Komunikasi BPPN, Raymond van Beekum, hanya mengatakan bahwa TEMPO tak perlu mengonfirmasi soal Datakom ini. Tampaknya, bagi petinggi BPPN, yang penting hanya memenuhi target setoran ke APBN yang tahun ini ditetapkan Rp 42,7 triliun. Masalahnya, mengapa BPPN melepas aset yang terlibat proses hukum padahal masih ada aset lain yang layak jual. Apakah selain target setoran ada juga target lain yang tak ada hubungannya dengan kas negara? Leanika Tanjung, Levi Silalahi, Agus Riyanto, dan Agus Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus