27 April 2000
Datakom Asia punya utang di BPPN yang merupakan pengalihan dari Bank BCA. Total utang US$ 42,4 juta dan Rp 10,8 miliar. Selain itu, ada notes yang diterbitkan Pratama Datakom Asia BV sebesar US$ 17 juta dan Datakom menjadi penjamin notes senilai US$ 260 juta itu.
30 Juni 2000
Ada kesepakatan untuk menyelesaikan utang antara BPPN dan Datakom. Perusahaan yang didirikan Peter Gontha ini diberi batas waktu tiga tahun untuk melunasi utangnya. Jadwalnya sebagai berikut: 31 Oktober 2000, Datakom menyerahkan US$ 33 juta dan Rp 10,8 miliar. Setahun kemudian, membayar US$ 3,3 juta. Sisanya, US$ 5,8 juta, dilunasi 31 Oktober 2002. Jika pembayaran pertama gagal, Datakom dicap tidak kooperatif.
13 Desember 2000
Datakom meminta nota kesepakatan dibatalkan. Alasannya, penjualan perusahaan dotcom milik Peter Gontha, yang menjadi sumber pelunasan utang, gagal.
14 Februari 2001
Komite Eksekutif BPPN memenuhi keinginan Datakom tersebut. Restrukturisasi utangnya kemudian diubah. Datakom antara lain diminta membayar di muka sebesar US$ 10 juta. Sisanya direstruk- turisasi dengan tenor 3 tahun.
20 Februari 2001
Datakom mengajukan perubahan beberapa kondisi yang disetujui Komite Eksekutif BPPN tiga hari kemudian.
Mei-Juni 2001
Setelah negosiasi yang berlarut-larut, BPPN meminta Datakom menandatangani perjanjian restrukturisasi utang. Datakom terus mengelak dengan mengajukan berbagai persyaratan. Peter Gontha misalnya meminta revisi jaminan pribadinya. BPPN juga diminta lebih tegas terhadap Salim Group yang telah menjaminkan saham Indosiar ke CSFB Singapura tanpa persetujuan lembaga penyehatan itu.
25 Juni 2001
BPPN menyatakan Datakom tidak kooperatif. Negosiasi penyelesaian utang berjalan hampir dua setengah tahun tanpa hasil signifikan. Pemegang saham perusahaan ini diragukan komitmennya dalam menyelesaikan kewajiban karena sering mengusulkan perubahan, bahkan pada detik-detik terakhir, sehingga penandatanganan perjanjian restrukturisasi utang selalu batal.
12 Desember 2001
Kesepakatan buntu, Divisi Litigasi BPPN akhirnya mengusulkan agar debitor dan penjaminnya ditangani secara hukum. Usul ini disetujui Komite Eksekutif BPPN.
8 Februari 2002
Bank of New York meminta perse-tujuan BPPN mengenai penjualan notes, antara lain dengan menjual saham SCTV.
3 Mei 2002
Coudert Brothers LLP selaku kuasa hukum pemegang mayoritas notes menginformasikan ke BPPN dasar penjualan saham SCTV yang sudah dilakukan.
8 Mei 2002
JP Morgan menginformasikan penjualan saham SCTV sudah terjadi, termasuk saham yang merupakan hak BPPN berupa jaminan atas fasilitas dolar sebesar 25 persen dan notes 6,6 persen. JP Morgan juga meminta BPPN memberitahukan nomor rekening transfer dana penjualan yang besarnya US$ 5,4 juta.
15 Mei 2002
Penjualan saham SCTV, termasuk bagian yang menjadi hak BPPN, membuat Divisi Litigasi BPPN tersentak kaget. Mereka kemudian mengusulkan agar dilakukan penguasaan dan pemblokiran atas seluruh jaminan (termasuk saham SCTV) dan aset Datakom Asia lainnya, sekaligus melakukan penilaian atas saham SCTV. Divisi ini juga menyiapkan kemungkinan tindakan hukum lain.
21 Mei 2002
Bukannya menyetujui, Ketua BPPN Syafruddin Temenggung malah meminta agar Datakom dikeluarkan dari litigasi. Melalui surat bernomor M-005/SAT/BPPN/0502, Syaf meminta Datakom dipindahkan ke bagian penjualan aset. Dengan ini, upaya hukum terhadap Datakom dihentikan.
13 Juni 2002
Divisi Litigasi BPPN meminta agar uang hasil penjualan saham SCTV, yang tak pernah disetujui, ditransfer ke rekening BPPN. Duit sebesar US$ 5,4 juta plus bunga US$ 3.000 diterima lembaga itu akhir Juni.
Juli-Agustus 2002
Utang Datakom Asia sebesar Rp 379 miliar terjual dalam program penjualan aset kredit kepada Citra Gemilang Sejahtera seharga Rp 180 miliar. Sesudah dikeluarkan dari jalur pengadilan, harga dasar penjualannya ditetapkan hanya Rp 58 miliar.
Leanika Tanjung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini