Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berita Tempo Plus

Jejak Datakom Asia di Layar Ngetop

13 Oktober 2002 | 00.00 WIB

Jejak Datakom Asia di Layar Ngetop
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
JALAN masuk Datakom Asia ke Surya Citra Televisi (SCTV) terbuka sejak empat tahun silam. Ketika itu, Agustus 1998, sejumlah pemegang saham SCTV, yaitu Halimah Augustina Bambang Trihatmodjo, Peter F. Gontha, dan Azis Mochdar, sepakat menjual sahamnya ke Datakom Asia. Lancarnya proses pengalihan saham itu sebenarnya tidak terlalu mengherankan. Maklum, sebagian pemegang saham kedua perusahaan itu ya orangnya sama. Kalaupun berbeda, mereka sudah lama saling kenal dan menjalin kongsi usaha. Datakom Asia adalah perusahaan patungan Bambang Trihatmodjo (PT Asriland), Anthoni Salim (PT Lembah Subur Adipertiwi), Peter F. Gontha (PT Persada Giri Abadi), Azis Mochdar (PT Azbindo), dan Youk Tanzil (PT Trisadnawa Solusi Komunikasi). Bermodalkan pembelian saham ini, Datakom Asia resmi menguasai 47,5 persen saham perusahaan televisi yang bermoto "SCTV Ngetop" itu. Jika dirupiahkan, nilai saham ini mencapai sekitar Rp 61,7 miliar. Jumlah itu terpaut Rp 7,5 miliar di bawah penguasa mayoritas SCTV, Mitrasari Persada, perusahaan patungan milik Henry Pribadi dan Sudwikatmono. Dua kelompok pengusaha raksasa ini semula rukun-rukun saja, tapi di belakang hari jurang di antara mereka melebar. Pada November 1999, tiba-tiba duet Henry dan Sudwikatmono menambah kepemilikannya dengan menerbitkan 100 juta lembar saham baru SCTV. Ini mengakibatkan Mitrasari Persada menguasai 73,15 persen saham, sementara "potongan kue" Datakom Asia menciut tinggal 26,85 persen. Sejak saat itu, ujar Teguh, mantan pengacara Datakom Asia, hubungan Peter Gontha dengan para pemegang saham lainnya jadi agak renggang. Peter rupanya tidak terlalu suka dengan manuver kelompok Mitrasari Persada. Teguh membisikkan, sumber sengketa di antara mereka terpusat pada pelanggaran aturan main yang telah disepakati oleh pemodal. Penerbitan saham baru mestinya disampaikan seminggu menjelang rapat umum pemegang saham—hal yang tak dilakukan Mitrasari. Saking kesalnya, tutur Teguh, Peter sempat mengadukan pelanggaran tersebut ke pengadilan. Benar? Sayang, Peter kini enggan berkomentar. Mantan orang kepercayaan Bambang Trihatmodjo itu memilih untuk pelit bicara. "Saya tidak mau ikut campur dan tidak tahu-menahu," ujarnya ketika dihubungi Agus Riyanto dari TEMPO. Apa pun, susunan pemilik baru ini jalan terus. Dua tahun kemudian, Desember 2001, kepemilikan saham SCTV berubah kembali ketika masuk Surya Cipta Media (SCM). Pemodal baru ini membeli 36,575 persen saham Mitrasari Persada. Hanya dalam tempo dua pekan, seluruh saham Mitrasari Persada jatuh ke tangan SCM. Cepat sekali. Itu tak aneh karena pemilik Mitrasari dan SCM ya dia-dia juga. Rupanya, sejak akhir Agustus 2000, Mitrasari Persada telah menanamkan modalnya ke tubuh SCM setelah membeli saham yang dimiliki oleh salah satu pendirinya, Muhammad Nur. Jejak Datakom Asia di SCTV memudar setelah April silam giliran seluruh saham mereka senilai US$ 22 juta dibeli SCM—yang kabarnya akan dipakai untuk membayar utang ke BPPN. Sampai di sini, selesailah riwayat Datakom Asia di layar Ngetop. Sebagai cerita tambahan, kepemilikan saham di SCM juga terus berubah. Pada bulan Juni, SCM menawarkan 375 juta lembar sahamnya ke publik melalui lantai bursa. Sebelumnya, November 2000, masuk dua investor, Eddy Kusnadi Sariaatmadja dan Fofo Sariaatmadja, dengan bendera Abhimata Mediatama melalui penambahan saham. Selain itu, prospektus SCM juga menunjukkan adanya jejak Bhakti Investama Tbk. pimpinan Hary Tanoesoedibjo. Berbeda dengan pendahulunya, Henry dan Sudwikatmono, kelompok Bhakti cuma "mampir" di SCM. Hary melepas sahamnya ke tangan Abhimata Mediatama dan Mitrasari Persada pada 16 November 2001. Singkat cerita, duet kakak-adik Eddy dan Fofo lantas berbagi "potongan kue" sama besar dengan seniornya di Mitrasari Persada: masing-masing 50 persen. Para pemilik baru SCTV, termasuk publik yang menguasai saham melalui SCM, kini bisa menghela napas lega. Kewajiban juragan lama, Datakom Asia, kepada BPPN tak akan menghantui mereka lagi dengan terbetiknya kabar pembelian utang Datakom Asia oleh Citra Gemilang Sejahtera. Widjajanto, Levi Silalahi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus