Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menduga-Duga Hilangnya Semen

Harga semen di beberapa kota naik tajam, di semarang timbul antrean panjang. pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah ini, a.l: mendatangkan semen impor dan operasi pasar. (eb)

18 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PULUHAN orang antre berdesak-desak di beberapa toko di Semarang. Di Toko Parikesit, Jalan Siliwangi, misalnya, di tengah udara menyengat, polisi sibuk menertibkan barisan manusia yang saling merangsak maju. Sesekali, kaki dan tangan petugas berseragam cokelat muda itu, melayang ke arah mereka yang berusaha mencoba menerobos barisan. Antrean di toko penyalur semen Opstibda itu baru berkurang ketika teriakan "habis", beberapa kali terdengar dari dalam toko. Itulah pemandangan yang lama tak nampak, dan baru muncul lagi pekan lalu di Semarang, ibukota Provinsi Ja-Teng, setelah Ketua Opstibda Mayjen Ismail memerintahkan dilaksanakannya Operasi Pasar untuk menekan harga semen yang naik tajam sejak akhir November. Semarang, mencatat rekor kenaikan tertinggi dibandingkan banyak kou lain. Di Yogya, Surabaya, Bandung dan Medan harga semen berkisar Rp 3.000 per kantung. Di Jakarta dan sekitarnya sampai Senin lalu tercatat antara Rp 2.700 sampai Rp 2.800. Semua masih di atas Harga Pedoman Setempat (HPS) yang ditetapkan: Rp 2.250 untuk DKI dan Ja-Bar, Rp 2.300 untuk Ja-Teng DIY dan Ja-Tim, dan Rp 2.800 sampai Rp 3.050 untuk luar Jawa dan Indonesia Timur. Tak heran, semen Nusantara yang disalurkan Opstib di Ja-Teng dengan harga Rp 2.300 per kantung, kontan diserbu orang--terutama calon pembeli di 11 penyalur yang diteupkan Opstibda di Semarang. "Berapa saja datang, tetap habis," kata Tejo, pemilik Toko Parikesit yang setiap hari menyalurkan 1.500 kantung semen atau sekitar ton. Belakangan karena cepat habis, semen yang disalurkan itu terpaksa dijatah. "Hanya lima kantung per orang, itu pun harus menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP)," kata Tejo. Akibatnya, antrean calon pembeli semen kiriman itu bertambah panjang. Toh harga di pasaran di sekitar Semarang tak bisa langsung turun. Di Toko Depok, misalnya, semen Nusantara masih dijual Rp 3.200 per kantung, demikian juga di toko-toko lain di Semarang. Itu bisa jadi karena setelah munculnya Operasi Pasar muncul pula orang orang yang masih berani memanfaatkan situasi. Misalnya Saikem, buruh yang turut antre di Toko Parikesit. "Saya biasa jual ke toko Rp 2.900," katanya kepada TEMPO sambil senyum. Merahasiakan toko yang membeli semcnnya, dia mengaku belakangan ini mendapat tambahan rezeki dari Operasi Pasar. Dan dia ternyata tak sendiri. Partono dari Desa Karangayu yang tak bermodal akhirakhir ini merasa mendapat rezeki nomplok. Dimodali seorang cukong, katanya, ia mengaku kini setiap hari mendapatkan penghasilan tambahan. "Saya sudah beli tiga kali dan berhasil," ucapnya bangga. Oleh cukong yang dia tak mau menyebut namanya itu, setiap kantung, Partono mendapat komisi Rp 300. Banyaknya toko penjual bahan bangunan di Ja-Teng yang berani membeli semen jauh di aus HPS, nampaknya merupakan salah satu faktor penyebab harga semen di daerah itu tetap tinggi. lan ini ikut merepotkan tetangganya di Yogyakarta yang juga mendapat jatah semen Nusantara. Di Yogyakarta, juga sudah dilancarkan Operasi Pasar lewat Badan Kerja sama Pengecer Semen Nusantara (BKSPN) minggu pertama Desember. Tapi problem daerah Sultan Hamengkubuwono ini adalah, karena wilay ahnya berbatasan dengan Ja-Teng, sehingga semen dari Yogya mudah tersedot ke Semarang. "Kalau harga di Yogyakarta ditekan sampai Rp 2.300, semen di sana akan lari ke mari," ujar Budiono, Kepala Cabang PT Dharma Niaga Semarang pada TEMPO. Ini ternyata sudah terjadi Oktober dan November lalu. "Sebanyak 6.000 ton semen jatah Yogya lari ke Semarang," kata sebuah sumber. Ismoe Soewarto, Kepala Kantor Wilayah Perdagangan DIY agak berhatihati mengakui "itu bisa saja terjadi." Karena itu, menurut dia, sudah mulai dilakukan pencegaun di jalan raya perbatasan DIY. Dia belum mau mengungkapkan hasilnya. Tapi, adanya perbedaan harga itu minggu lalu sudah dibicarakan. Di Yogya sampai Operasi Pasar dilaksanakan di kantor BKSPN di Jalan Kadipiro, semen Nusantara masih bertahan pada harga Rp 2.900 sampai Rp 3.000 per kantung. Padahal daerah itu, selain sudah dibanjiri semen impor Onoda eks Jepang sebanyak 4.800 ton jua disuplai dengan 13.000 ton semen Nusantara. "Tapi, tetap kurang. Permintaan meningkat," ungkap Ismoe. Setelah meninjau pabrik semen Nusantara di Desa Karangtalun, Cilacap dia membantah isu yang menuding ada permainan dalam pabrik patungan PT Gunung Ngadek dengan Mitsui Co., Jepang itu. Yakni, dengan sengaja melambatkan kerja (slowown), sehingga suplai terlambat. Produksi Nusantara, katanya, tetap sesuai rencana: 750 ribu ton tahun ini. Sebuah tim Opstibda Ja-Teng pekan lalu memang meninjau pabrik semen Nusantara, setelah tersiar kabar, pabrik itu menahan pengiriman dan menaikkan harga jual semennya kepada para distributor. Hasil evaluasi kami dengan Opstibda: itu semua permainan subdistributor," kata R. Suroso, Kepala Bagian Umum PT Semen Nusantara pada Aries Margono dari TEMPO yang berkunjung ke pabrik itu. Siapa dan subdistributor yang mana tak dijelaskan Suroso. Dia hanya menegaskan harga jual Nusantara tetap: Rp 2.120 kepada distributor, dan subdistributor menerimanya Rp 2.170 (harga di atas truk). Kenapa semen naik? Tuduh-menuduh antara pabrik, distributor, subdistributor, perusahaan angkutan dan pengecer, sudah biasa timbul kalau soal itu ditanyakan pada mereka. Dan ini sudah terjadi sejak 5 tahun terakhir. Penyebab atau kambing hitamnya pun sama: soal angkutan, kurangnya semen di pasar dan isu bahan bakar minyak (BBM) akan naik. Yang terakhir, terjadi Februari 1980, ketika isu BBM (yang dalam produksi semen merupakan komponen penting sampai 30% dari biaya produksi) akan naik. Adalah Pangkopkamtib Laksamana Sudomo yang ketika itu sempat membentuk tim untuk mengusut sinyalemen yang menuduh distributor menimbun semen. Hasil kerja tim itu tak diumumkan, tapi harga semen Gresik saat itu sempatmelonjak sampai Rp 2.100 per kantung, naik dari Rp 1.650 sebulan sebelumnya. Adakah persamaannya dengan situasi sekarang? Agak mirip. Bedanya kali ini nluncul tuduhan penyebab kenaikan itu antara lain Operasi Teratai dan Melati yang dilancarkan Ketua Opstib Laksamana Sudomo pertengahan November lalu. Operasi menertibkan muatan truk di jalan-jalan itu dianggap menyebabkan suplai semen tak lancar, seperti dikeluhkan PT Distinct Indonesia Cement Enterprise (DICE), produsen semen cap Tiga Roda. Seorang staf perusahaan milik Liem Soei Liong dan Sudwikatmono itu, mengungkapkan pada TEMPO jatah semen mereka ke Ja-Bar rerpaksa tak lancar dikirim karena ongkos angkutannya naik sekitar Rp 260 per kantung. Akibatnya memang fatal. Semen Tia Roda sulit dicari di sana, dan kalaupun ada harganya mahal. Toh, tak hanya di Ja-Bar, di Jakarta pun di mana segalagalanya berjalan lebih lancar, harga semen Tiga Roda naik melampaui HPS. Ada yan talc beres? WILLY Oentariyo, sta PT Semen Tiga Roda Prasetya, perusahaan yang memegang pemasaran semen Tiga Roda menggelengkan kepalanya. "Hara dari kami teap. Di Jakarta naik, mungkin karena faktor psikologis saja. Orang takut BBM akan naik dan memborong semen kami," kata Willy Oentariyo pada TEMPO. Siapa? "Sulit menebaknya dengan ,oasti," katanya. "Apalagi belakangan Ini, kami sibuk melayani distributor yang terus minta tambah jatah." Tapi, itu disanggah Rudjito, staf PT Tjipta Niaga, distributor semen cap Tiga Roda. "Pabrik pasti tahu, sebab semua order disertai alamat lengkap," ungkapnya. "Sekarang persoalannya, siapa yang mau mencari pemborong semen itu." Dia mungkin benar. Sampai sekarang upaya ke situ seperti baru sampai pada tingkat membentuk tim peninjau. Misalnya, di Ja-Bar yang baru dibentuk 4 Desember lalu. Upaya prioritas yang gencar dilakukan pemerintah dalam mengatasi naiknya harga semen ini ialah mendatangkan semen impor. Sudah puluhan ribu ton semen didatangkan dari Taiwan, Korea, Jepang, dan Filipina masuk lewat importir PT Tjipta dan Dharma Niaga. Di Tanjungpriok minggu lalu, sebanyak 17.000 ton semen eks Taiwan dibongkar dari kapal berbendera Korea. Ini merupakan semen impor pertama masuk ke Ibukota sejak 1979. Sampai awal tahun depan sekitar 400 ribu ton semen impor akan masuk ke berbagai pelabuhan di Indonesia. "Yang penting jarigan sampai terjadi hambatan dalam pembangunan karena semen mahal," kata Syukri Alimuddin, Kepala Humas Departemen Perdagangan dan Koperasi, yang pekan lalu sibuk menghadapi ramainya kasus semen ini di surat kabar. Dia tak perlu menyebut contoh. Di Bandung, PT Dwidjaya, kontraktor yang sedang mengerjakan proyek pasar di Cicadas, terpaksa menghentikan pekerjaannya, karena kelabakan menghadapi harga semen yang berkisar Rp 3.000 per kantung. "Terpaksa pengecoran, kami tunda," kata Rusdi Lamo, direktur perusahaan itu pada TEMPO. Kini mereka tengah sibuk menghitung seluruh biaya pembangunan proyek pasar bertingkat itu. Mungkin terpaksa beralih ke semen eks Taiwan yang sudah mulai membanjiri Jakarta, Senin lalu dan sudah pula ditetapkan harganya harus di bawah HPS. Semen impor, nampaknya merupakan pilihan akhir bagi pemerintah dalam mengatasi naiknya harga semen. Yang mungkin merepotkan, dan ini sekaligus kabar gembira: banyak kontraktor Indonesia sekarang tak suka semen impor. "Mungkin karena zat kapurnya terlalu tinggi," kata Mulyadi, Ketua Asosiasi Semen Kalimantan Barat. "Semen impor hanya cocok untuk beton (pondasi) dan terkadang hanya cocok buat memelester." Pendapat demikian tak disetujui oleh Eduard Simanjuntak, Dirut PT Tjipta Niaga, importir yang sudah mengutang sekitar Rp 3 milyar dari sebuah bank komersial di Jakarta untuk mendatangkan semen impor. "Tak perlu khawatir, kualitasnya sama dengan Tiga Roda," ujarnya. Tambahnya lagi: "Masak kita mau mengorbankan proyek pembangunan yang mungkin pakai semen tersebut." Sampai tahun depan semen impor tampaknya masih tetap perlu. Dirjen Kimia Dasar Hartarto sudah mengumumkan minggu lalu, ketika soal harga semen mulai ramai. Alasannya: "Karena produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan nasional." Dirjen yang bertubuh jangkung itu mengatakan tahun 1983 kapasitas terpasang semua pabrik semen diperkirakan 12 juta ton lebih, sementara produksi nyata 8,5 juta ton. Dia pun nampak sudah siap dengan data proyeksi kebutuhan dan produksi semen sampai tahun 1985. "Dengan peningkatan rata-rata 20 persen per tahun, kebutuhan dan proyeksi akan bisa pas tahun 1984," ucapnya optimistis. Tak jelas betul apakah cara perkiraan seperti itu akan bisa akurat. Yang sudah terbukti, semen di ujung tahun ini ternyata bisa heboh padahal uhun lalu proyeksi kebutuhan dan produksinya sudah diumumkan. Cara perhitungan seperti itu kurang tepat. Salah satu akibatnya: seperti yang terjadi dengan semen sekarang ini," kata Willy, staf PT Prasetya. Menurut dia perhitungan produksi dan kebutuhan semen tak terjamin tepat, kalau sekedar mengandalkan perkiraan proyeksi dari tahun lalu saja. "Sebaiknya dilakukan lewat riset menyeluruh," katanya. Dengan demikian tahun yang akan datang perkiraan tak jauh meleset seperti yang terjadi, misalnya, dalam hal pemenuhan kebutuhan semen proyek Perumnas. "Diperkirakan butuh sekitar 1,2 juta ton, ternyata perlu 1,5 juta ton," ungkapnya. Perkiraan produksi dan kebutuhan semen tahun ini memang meleset agak jauh. Produksi diperkirakan 7,8 juta ton, ternyata sampai Oktober 1982 baru terealisasikan 6 juta ton (82%). Kebutuhan diperkirakan 7,7 juta ton, naik 16% dari kebutuhan tahun 1981 sebesar 6,7 juta ton. Realisasi kebutuhan itu tahun ini diperkirakan kuat karena sejak September sudah mulai terasa gejolak harga. Tapi di balik harga semen yang bisa mendadak panas itu --tanpa diketahui secara persis apa sebabnya -- orang memperkirakan ruang gerak untuk bersemen-semen di Indonesia masih cukup longgar. "Itu menunjukkan bahwa permintaan akan semen masih cukup keras, dan ini berbeda dengan banyak barang lain yang sudah mulai menjerit karena sulit laku," kata seorang pejabat. Kalau saja ucapan pejabat itu benar, dan harga semen yang naik sekarang bukan disebabkan oleh, maaf, gebrakan Opstib Pak Domo, para pengusaha di dalam negeri punya harapan untuk mencari partner asing yang berminat. dan buru-buru minta izin ke Badan Koordinasi Penanarnan Modal (BKPM) untuk mendirikan pabrik semen patungan di Jawa. Tapi kalau upaya baik Pangkopkamtib itu dijadikan alasan untuk berbuat semacam manipulasi, entah oleh produsen atau distributor, baik juga oknum begitu cepat diselidiki olel sang Opstib.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus