PULUHAN orang antre berdesak-desak di beberapa toko di Semarang.
Di Toko Parikesit, Jalan Siliwangi, misalnya, di tengah udara
menyengat, polisi sibuk menertibkan barisan manusia yang saling
merangsak maju. Sesekali, kaki dan tangan petugas berseragam
cokelat muda itu, melayang ke arah mereka yang berusaha mencoba
menerobos barisan. Antrean di toko penyalur semen Opstibda itu
baru berkurang ketika teriakan "habis", beberapa kali terdengar
dari dalam toko.
Itulah pemandangan yang lama tak nampak, dan baru muncul lagi
pekan lalu di Semarang, ibukota Provinsi Ja-Teng, setelah Ketua
Opstibda Mayjen Ismail memerintahkan dilaksanakannya Operasi
Pasar untuk menekan harga semen yang naik tajam sejak akhir
November.
Semarang, mencatat rekor kenaikan tertinggi dibandingkan banyak
kou lain. Di Yogya, Surabaya, Bandung dan Medan harga semen
berkisar Rp 3.000 per kantung. Di Jakarta dan sekitarnya sampai
Senin lalu tercatat antara Rp 2.700 sampai Rp 2.800. Semua masih
di atas Harga Pedoman Setempat (HPS) yang ditetapkan: Rp 2.250
untuk DKI dan Ja-Bar, Rp 2.300 untuk Ja-Teng DIY dan Ja-Tim, dan
Rp 2.800 sampai Rp 3.050 untuk luar Jawa dan Indonesia Timur.
Tak heran, semen Nusantara yang disalurkan Opstib di Ja-Teng
dengan harga Rp 2.300 per kantung, kontan diserbu
orang--terutama calon pembeli di 11 penyalur yang diteupkan
Opstibda di Semarang. "Berapa saja datang, tetap habis," kata
Tejo, pemilik Toko Parikesit yang setiap hari menyalurkan 1.500
kantung semen atau sekitar ton. Belakangan karena cepat habis,
semen yang disalurkan itu terpaksa dijatah. "Hanya lima kantung
per orang, itu pun harus menunjukkan Kartu Tanda Penduduk
(KTP)," kata Tejo.
Akibatnya, antrean calon pembeli semen kiriman itu bertambah
panjang. Toh harga di pasaran di sekitar Semarang tak bisa
langsung turun. Di Toko Depok, misalnya, semen Nusantara masih
dijual Rp 3.200 per kantung, demikian juga di toko-toko lain di
Semarang. Itu bisa jadi karena setelah munculnya Operasi Pasar
muncul pula orang orang yang masih berani memanfaatkan situasi.
Misalnya Saikem, buruh yang turut antre di Toko Parikesit. "Saya
biasa jual ke toko Rp 2.900," katanya kepada TEMPO sambil
senyum. Merahasiakan toko yang membeli semcnnya, dia mengaku
belakangan ini mendapat tambahan rezeki dari Operasi Pasar. Dan
dia ternyata tak sendiri. Partono dari Desa Karangayu yang tak
bermodal akhirakhir ini merasa mendapat rezeki nomplok. Dimodali
seorang cukong, katanya, ia mengaku kini setiap hari mendapatkan
penghasilan tambahan. "Saya sudah beli tiga kali dan berhasil,"
ucapnya bangga. Oleh cukong yang dia tak mau menyebut namanya
itu, setiap kantung, Partono mendapat komisi Rp 300.
Banyaknya toko penjual bahan bangunan di Ja-Teng yang berani
membeli semen jauh di aus HPS, nampaknya merupakan salah satu
faktor penyebab harga semen di daerah itu tetap tinggi. lan ini
ikut merepotkan tetangganya di Yogyakarta yang juga mendapat
jatah semen Nusantara. Di Yogyakarta, juga sudah dilancarkan
Operasi Pasar lewat Badan Kerja sama Pengecer Semen Nusantara
(BKSPN) minggu pertama Desember.
Tapi problem daerah Sultan Hamengkubuwono ini adalah, karena
wilay ahnya berbatasan dengan Ja-Teng, sehingga semen dari Yogya
mudah tersedot ke Semarang. "Kalau harga di Yogyakarta ditekan
sampai Rp 2.300, semen di sana akan lari ke mari," ujar Budiono,
Kepala Cabang PT Dharma Niaga Semarang pada TEMPO. Ini ternyata
sudah terjadi Oktober dan November lalu. "Sebanyak 6.000 ton
semen jatah Yogya lari ke Semarang," kata sebuah sumber.
Ismoe Soewarto, Kepala Kantor Wilayah Perdagangan DIY agak
berhatihati mengakui "itu bisa saja terjadi." Karena itu,
menurut dia, sudah mulai dilakukan pencegaun di jalan raya
perbatasan DIY. Dia belum mau mengungkapkan hasilnya. Tapi,
adanya perbedaan harga itu minggu lalu sudah dibicarakan.
Di Yogya sampai Operasi Pasar dilaksanakan di kantor BKSPN di
Jalan Kadipiro, semen Nusantara masih bertahan pada harga Rp
2.900 sampai Rp 3.000 per kantung. Padahal daerah itu, selain
sudah dibanjiri semen impor Onoda eks Jepang sebanyak 4.800 ton
jua disuplai dengan 13.000 ton semen Nusantara. "Tapi, tetap
kurang. Permintaan meningkat," ungkap Ismoe.
Setelah meninjau pabrik semen Nusantara di Desa Karangtalun,
Cilacap dia membantah isu yang menuding ada permainan dalam
pabrik patungan PT Gunung Ngadek dengan Mitsui Co., Jepang itu.
Yakni, dengan sengaja melambatkan kerja (slowown), sehingga
suplai terlambat. Produksi Nusantara, katanya, tetap sesuai
rencana: 750 ribu ton tahun ini.
Sebuah tim Opstibda Ja-Teng pekan lalu memang meninjau pabrik
semen Nusantara, setelah tersiar kabar, pabrik itu menahan
pengiriman dan menaikkan harga jual semennya kepada para
distributor. Hasil evaluasi kami dengan Opstibda: itu semua
permainan subdistributor," kata R. Suroso, Kepala Bagian Umum PT
Semen Nusantara pada Aries Margono dari TEMPO yang berkunjung ke
pabrik itu.
Siapa dan subdistributor yang mana tak dijelaskan Suroso. Dia
hanya menegaskan harga jual Nusantara tetap: Rp 2.120 kepada
distributor, dan subdistributor menerimanya Rp 2.170 (harga di
atas truk).
Kenapa semen naik? Tuduh-menuduh antara pabrik, distributor,
subdistributor, perusahaan angkutan dan pengecer, sudah biasa
timbul kalau soal itu ditanyakan pada mereka. Dan ini sudah
terjadi sejak 5 tahun terakhir. Penyebab atau kambing hitamnya
pun sama: soal angkutan, kurangnya semen di pasar dan isu bahan
bakar minyak (BBM) akan naik. Yang terakhir, terjadi Februari
1980, ketika isu BBM (yang dalam produksi semen merupakan
komponen penting sampai 30% dari biaya produksi) akan naik.
Adalah Pangkopkamtib Laksamana Sudomo yang ketika itu sempat
membentuk tim untuk mengusut sinyalemen yang menuduh distributor
menimbun semen. Hasil kerja tim itu tak diumumkan, tapi harga
semen Gresik saat itu sempatmelonjak sampai Rp 2.100 per
kantung, naik dari Rp 1.650 sebulan sebelumnya.
Adakah persamaannya dengan situasi sekarang? Agak mirip. Bedanya
kali ini nluncul tuduhan penyebab kenaikan itu antara lain
Operasi Teratai dan Melati yang dilancarkan Ketua Opstib
Laksamana Sudomo pertengahan November lalu. Operasi menertibkan
muatan truk di jalan-jalan itu dianggap menyebabkan suplai semen
tak lancar, seperti dikeluhkan PT Distinct Indonesia Cement
Enterprise (DICE), produsen semen cap Tiga Roda. Seorang staf
perusahaan milik Liem Soei Liong dan Sudwikatmono itu,
mengungkapkan pada TEMPO jatah semen mereka ke Ja-Bar rerpaksa
tak lancar dikirim karena ongkos angkutannya naik sekitar Rp 260
per kantung.
Akibatnya memang fatal. Semen Tia Roda sulit dicari di sana,
dan kalaupun ada harganya mahal. Toh, tak hanya di Ja-Bar, di
Jakarta pun di mana segalagalanya berjalan lebih lancar, harga
semen Tiga Roda naik melampaui HPS. Ada yan talc beres?
WILLY Oentariyo, sta PT Semen Tiga Roda Prasetya, perusahaan
yang memegang pemasaran semen Tiga Roda menggelengkan kepalanya.
"Hara dari kami teap. Di Jakarta naik, mungkin karena faktor
psikologis saja. Orang takut BBM akan naik dan memborong semen
kami," kata Willy Oentariyo pada TEMPO.
Siapa? "Sulit menebaknya dengan ,oasti," katanya. "Apalagi
belakangan Ini, kami sibuk melayani distributor yang terus minta
tambah jatah."
Tapi, itu disanggah Rudjito, staf PT Tjipta Niaga, distributor
semen cap Tiga Roda. "Pabrik pasti tahu, sebab semua order
disertai alamat lengkap," ungkapnya. "Sekarang persoalannya,
siapa yang mau mencari pemborong semen itu."
Dia mungkin benar. Sampai sekarang upaya ke situ seperti baru
sampai pada tingkat membentuk tim peninjau. Misalnya, di Ja-Bar
yang baru dibentuk 4 Desember lalu.
Upaya prioritas yang gencar dilakukan pemerintah dalam mengatasi
naiknya harga semen ini ialah mendatangkan semen impor. Sudah
puluhan ribu ton semen didatangkan dari Taiwan, Korea, Jepang,
dan Filipina masuk lewat importir PT Tjipta dan Dharma Niaga.
Di Tanjungpriok minggu lalu, sebanyak 17.000 ton semen eks
Taiwan dibongkar dari kapal berbendera Korea. Ini merupakan
semen impor pertama masuk ke Ibukota sejak 1979. Sampai awal
tahun depan sekitar 400 ribu ton semen impor akan masuk ke
berbagai pelabuhan di Indonesia.
"Yang penting jarigan sampai terjadi hambatan dalam pembangunan
karena semen mahal," kata Syukri Alimuddin, Kepala Humas
Departemen Perdagangan dan Koperasi, yang pekan lalu sibuk
menghadapi ramainya kasus semen ini di surat kabar.
Dia tak perlu menyebut contoh. Di Bandung, PT Dwidjaya,
kontraktor yang sedang mengerjakan proyek pasar di Cicadas,
terpaksa menghentikan pekerjaannya, karena kelabakan menghadapi
harga semen yang berkisar Rp 3.000 per kantung.
"Terpaksa pengecoran, kami tunda," kata Rusdi Lamo, direktur
perusahaan itu pada TEMPO. Kini mereka tengah sibuk menghitung
seluruh biaya pembangunan proyek pasar bertingkat itu. Mungkin
terpaksa beralih ke semen eks Taiwan yang sudah mulai membanjiri
Jakarta, Senin lalu dan sudah pula ditetapkan harganya harus di
bawah HPS.
Semen impor, nampaknya merupakan pilihan akhir bagi pemerintah
dalam mengatasi naiknya harga semen. Yang mungkin merepotkan,
dan ini sekaligus kabar gembira: banyak kontraktor Indonesia
sekarang tak suka semen impor. "Mungkin karena zat kapurnya
terlalu tinggi," kata Mulyadi, Ketua Asosiasi Semen Kalimantan
Barat. "Semen impor hanya cocok untuk beton (pondasi) dan
terkadang hanya cocok buat memelester."
Pendapat demikian tak disetujui oleh Eduard Simanjuntak, Dirut
PT Tjipta Niaga, importir yang sudah mengutang sekitar Rp 3
milyar dari sebuah bank komersial di Jakarta untuk mendatangkan
semen impor. "Tak perlu khawatir, kualitasnya sama dengan Tiga
Roda," ujarnya. Tambahnya lagi: "Masak kita mau mengorbankan
proyek pembangunan yang mungkin pakai semen tersebut."
Sampai tahun depan semen impor tampaknya masih tetap perlu.
Dirjen Kimia Dasar Hartarto sudah mengumumkan minggu lalu,
ketika soal harga semen mulai ramai. Alasannya: "Karena produksi
dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan nasional."
Dirjen yang bertubuh jangkung itu mengatakan tahun 1983
kapasitas terpasang semua pabrik semen diperkirakan 12 juta ton
lebih, sementara produksi nyata 8,5 juta ton. Dia pun nampak
sudah siap dengan data proyeksi kebutuhan dan produksi semen
sampai tahun 1985.
"Dengan peningkatan rata-rata 20 persen per tahun, kebutuhan dan
proyeksi akan bisa pas tahun 1984," ucapnya optimistis. Tak
jelas betul apakah cara perkiraan seperti itu akan bisa akurat.
Yang sudah terbukti, semen di ujung tahun ini ternyata bisa
heboh padahal uhun lalu proyeksi kebutuhan dan produksinya sudah
diumumkan.
Cara perhitungan seperti itu kurang tepat. Salah satu akibatnya:
seperti yang terjadi dengan semen sekarang ini," kata Willy,
staf PT Prasetya. Menurut dia perhitungan produksi dan kebutuhan
semen tak terjamin tepat, kalau sekedar mengandalkan perkiraan
proyeksi dari tahun lalu saja. "Sebaiknya dilakukan lewat riset
menyeluruh," katanya.
Dengan demikian tahun yang akan datang perkiraan tak jauh
meleset seperti yang terjadi, misalnya, dalam hal pemenuhan
kebutuhan semen proyek Perumnas. "Diperkirakan butuh sekitar 1,2
juta ton, ternyata perlu 1,5 juta ton," ungkapnya.
Perkiraan produksi dan kebutuhan semen tahun ini memang meleset
agak jauh. Produksi diperkirakan 7,8 juta ton, ternyata sampai
Oktober 1982 baru terealisasikan 6 juta ton (82%). Kebutuhan
diperkirakan 7,7 juta ton, naik 16% dari kebutuhan tahun 1981
sebesar 6,7 juta ton. Realisasi kebutuhan itu tahun ini
diperkirakan kuat karena sejak September sudah mulai terasa
gejolak harga.
Tapi di balik harga semen yang bisa mendadak panas itu --tanpa
diketahui secara persis apa sebabnya -- orang memperkirakan
ruang gerak untuk bersemen-semen di Indonesia masih cukup
longgar. "Itu menunjukkan bahwa permintaan akan semen masih
cukup keras, dan ini berbeda dengan banyak barang lain yang
sudah mulai menjerit karena sulit laku," kata seorang pejabat.
Kalau saja ucapan pejabat itu benar, dan harga semen yang naik
sekarang bukan disebabkan oleh, maaf, gebrakan Opstib Pak Domo,
para pengusaha di dalam negeri punya harapan untuk mencari
partner asing yang berminat. dan buru-buru minta izin ke Badan
Koordinasi Penanarnan Modal (BKPM) untuk mendirikan pabrik semen
patungan di Jawa. Tapi kalau upaya baik Pangkopkamtib itu
dijadikan alasan untuk berbuat semacam manipulasi, entah oleh
produsen atau distributor, baik juga oknum begitu cepat
diselidiki olel sang Opstib.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini