Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Pemerintah mencari alternatif pengganti elpiji 3 kilogram lantaran beban subsidi semakin bengkak di tengah kenaikan konsumsi energi dan penyaluran yang tak tepat sasaran.
Jaringan gas menjadi salah satu andalan untuk mengganti elpiji 3 kilogram.
Pemanfaatan Compressed Natural Gas (CNG) serta Liquidified Natural Gas (LNG) juga berpeluang menjadi alternatif elpiji.
JAKARTA — Pemerintah mencari alternatif pengganti elpiji 3 kilogram. Sebab, beban subsidi semakin bengkak di tengah kenaikan konsumsi energi dan penyaluran yang tak tepat sasaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggaran untuk subsidi tahun ini mencapai Rp 87,5 triliun untuk menyediakan 8,03 juta metrik ton elpiji. Nilainya lebih tinggi dari alokasi tahun sebelumnya yang sebesar Rp 84,3 triliun untuk menyediakan 8 juta metrik ton elpiji.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tutuka Ariadji menuturkan alasan lain untuk mencari alternatif adalah devisa. Selama ini kebutuhan elpiji berasal dari luar negeri. Indonesia mengimpor 5-6 juta ton elpiji setiap tahun.
Jaringan gas menjadi salah satu andalan untuk mengganti elpiji 3 kilogram. Pemerintah tengah menggenjot pembangunan pipa dari Sumatera hingga Jawa Timur untuk disalurkan ke masyarakat, termasuk industri hingga pembangkitan listrik. "Kita ingin kurangi subsidi elpiji. Targetnya Rp 0,63 triliun per tahun dan menghemat devisa impor Rp 1,08 triliun per tahun," tutur Tutuka, Selasa, 16 Januari 2024.
Pembangunannya perlu dikebut mengingat hingga saat ini baru ada sekitar 900 ribu sambungan jaringan gas di dalam negeri. Angkanya jauh dari target pemerintah yang ingin membangun 2,5 juta sambungan pada 2024. Di sisi lain, strategi ini bisa menjadi solusi buat penyerapan cadangan gas Indonesia yang melimpah.
Deretan tabung elpiji 3kg di Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Menurut Tutuka, saat ini pemerintah berfokus menambah jaringan gas ke 300 ribu sambungan rumah tangga di sepanjang Cirebon-Semarang. Selain itu, di kawasan Dumai-Sei Mangkei targetnya hingga 600 sambungan rumah tangga. Proyek di Sumatera ini baru memasuki tahap akhir studi kelayakan dan tengah dalam persiapan lelang.
Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Laode Sulaeman mengatakan proyek jaringan gas butuh dukungan pengusaha swasta. Sekitar 700 ribu sambungan rumah tangga yang sudah ada saat ini dibangun dari uang negara. Pemerintah memiliki keterbatasan dana untuk menyambung pipa yang lebih panjang.
Dia mengajak pengusaha ikut berpartisipasi lewat skema kerja sama pemerintah dan badan usaha atau KPBU. "Dengan format ini, sebagian risiko badan usaha akan ditanggung pemerintah," tutur Laode. Pengembang juga boleh membangun jaringan gas dalam skala masif.
Pemerintah tengah menggodok ketentuan untuk KPBU ini. Menurut dia, nantinya aturan main setiap daerah bakal berbeda lantaran menyesuaikan risiko pada masing-masing wilayah. Ketentuan lain yang masih dalam pembahasan berkaitan dengan keekonomian. "Ini harus dihitung betul karena badan usaha harus terjamin keekonomiannya sampai dengan rentang KPBU."
Pekerja menata tabung elpiji 3 kg di Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
CNG dan LNG Jadi Alternatif Pengganti Elpiji
Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM Mustika Pertiwi menuturkan pemanfaatan compressed natural gas (CNG) serta liquefied natural gas (LNG) juga berpeluang menjadi alternatif elpiji. Beberapa perusahaan mulai mengembangkan dua jenis gas alam ini. "Namun dari beberapa badan usaha masih mengharapkan adanya payung regulasi," tuturnya.
Pemerintah tengah menyiapkan aturan baru soal pemanfaatan CNG dan LNG. Mustika menyebutkan prosesnya sudah masuk tahap finalisasi.
Direktur Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi menuturkan kedua gas alam tersebut tepat untuk beberapa wilayah yang sulit mendapat akses gas pipa. Soal harga, dia mengatakan ada peluang untuk bersaing. Sebagai contoh, elpiji non-subsidi seharga Rp 17 ribu per kilogram. Sedangkan CNG berkisar Rp 11-15 ribu per kilogram. "Ini cukup bersaing untuk bisa menggantikan elpiji yang mayoritas masih impor," katanya.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan peralihan ke jaringan gas bisa menghemat biaya pengadaan energi. Gas yang disalurkan lewat pipa tidak perlu masuk pengolahan di kilang, seperti elpiji, CNG, ataupun LNG. "Bisa hemat 30-40 persen biaya pengadaannya."
Kendalanya, proyek ini tak menguntungkan sehingga belum dilirik pengusaha swasta. Selain itu, tak semua daerah bisa dijangkau pipa. Khusus untuk wilayah ini, dia menyarankan pemerintah mendorong pemanfaatan energi yang tersedia di sekitar, misalnya menggunakan kotoran sapi.
Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia Daymas Arangga menuturkan pemerintah juga perlu mencari opsi lain di luar pemanfaatan gas. "Kompor listrik juga bisa dipercepat sehingga transisi bisa terjadi," katanya. Namun, untuk opsi yang satu ini, pemerintah perlu menyiapkan insentif buat masyarakat dengan menyediakan perlengkapan masaknya. Seperti saat pemerintah mendorong transisi dari minyak tanah ke elpiji 3 kilogram, ada bantuan berupa pemberian tabung dan kompor gratis.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo