Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font face=arial size=1 color=brown><B>CEO Air Asia Tony Fernandes: </B></font><BR />Bertahan Jika Fokus di Satu Segmen

19 Oktober 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Datuk Seri Anthony Francis Fernandes asyik menonton pertandingan basket antara tim Filipina dan Indonesia dalam Liga Basket ASEAN. Berkaus lengan pendek jingga dipadu celana pendek hitam dan sepatu kets, Chief Executive Officer Air Asia itu tampak serius mengamati skor kedua tim yang bertanding di Sports Mall, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Sabtu petang dua pekan lalu. Namun pria asal Filipina berusia 45 tahun itu tetap bersedia melayani wawancara R.R. Ariyani, Nieke Indrietta, dan Arnold Simanjuntak dari Tempo di antara sorak-sorai penonton.

Laki-laki yang akrab dipanggil Tony itu tetap bisa menjawab lugas pertanyaan yang diajukan meski suasana riuh. Mungkin karena dia memang punya prinsip fokus, seperti yang diterapkan pada maskapai penerbangan yang terkenal dengan slogan "everyone can fly" itu. Menurut dia, bila ingin berkembang di bisnis jasa penerbangan, perusahaan itu harus berfokus: melayani yang murah, bisnis, atau premium. Itu dibuktikan Air Asia. Walau baru berusia delapan tahun, maskapai ini sudah tiga kali mendapat penghargaan Best Asian Low-Cost Carrier dari media perjalanan ternama Asia Pasifik, TTG. Kinerja keuangannya pun moncer. Tahun lalu meraup laba RM 838 juta atau sekitar Rp 2,3 triliun.

Berikut ini petikan wawancara dengan bekas Wakil Presiden Warner Music Group untuk Asia Tenggara itu.

Apakah industri penerbangan mulai pulih?

Air Asia dalam posisi baik. Kinerjanya oke. Sempat kesulitan mendapat pinjaman bank, tapi kami bisa melewatinya. Tahap terburuk kelihatannya sudah terlewati karena jumlah penerbangan mulai naik.

Lalu mengapa Air Asia menunda pemesanan Airbus A320-200 hingga 2014?

Ada 16 pesawat yang kami tunda bukan karena krisis, melainkan karena lahan parkir di bandara Kuala Lumpur belum siap. Sekarang mereka melayani 16 juta penumpang. Dua tahun mendatang targetnya menampung 30 juta penumpang. Meski dijanjikan siap di 2011, saya sangsi.

Mengapa Anda menutup beberapa rute di Indonesia?

Selama masih menggunakan pesawat Boeing 737, kami tidak bisa melawan Lion Air dan Mandala. Kami rugi cukup besar karena Boeing berumur tua dan sering rusak, alhasil sering delay. Tapi, Juni 2010, saat semua pesawat diganti menjadi Airbus, rute lokal akan dibuka kembali.

Bagaimana kiat Air Asia bertahan?

Sebuah maskapai bertahan jika berfokus pada satu jenis pasar, di kelas premium atau murah. Untuk maskapai dengan berbagai layanan, sulit menyeimbangkan struktur biaya.

Air Asia untung akibat resesi ekonomi karena orang menurunkan standar. Kami lebih leluasa ketimbang maskapai dengan berbagai layanan (full service), dengan membuka rute-rute baru. Dulu tidak ada rute Bandung-Kuala Lumpur, tapi kini ada empat kali penerbangan pulang-pergi per hari.

Bagaimana bentuk persaingan antarmaskapai setelah krisis mulai lewat?

Kompetisi masih oke, karena bisnis ini punya ladang bermain sangat luas. Pemain juga banyak. Pasar ASEAN 650 juta orang, Indonesia 220 juta orang di 17 ribu pulau yang tersebar. Dalam low-cost carrier, kami terbesar, terlihat dari 82 pesawat milik kami yang melayani 24 juta penumpang. Tapi full service di ASEAN masih dikuasai Singapore Airlines.

Bagaimana kinerja Air Asia?

Di kuartal kedua dan ketiga, jumlah penumpang tumbuh masing-masing 23 persen dan 20 persen. Profit pun naik 140 persen dibanding kuartal yang sama tahun lalu. Kuartal ketiga turun karena ada bulan puasa. Tapi kami yakin tahun ini lebih baik dibanding 2008. Saya tidak bisa sebutkan target, tapi prediksi saya selama 2009 penumpang bakal tumbuh 25 persen. Hanya Air Asia maskapai di dunia yang bisa begini. It's beyond our expectation.

Apa tantangan Air Asia?

Pajak bandara yang mahal, seperti di Thailand dan Singapura. Di Indonesia termasuk sangat tinggi, bisa sampai Rp 150 ribu, hampir menyamai harga tiket. Di Malaysia hanya RM 25 atau Rp 75 ribu. Padahal, dengan pajak murah, makin banyak orang naik pesawat dan beli banyak barang di airport. Dengan fasilitas murah, volume penumpang bertambah. Ujungnya, lebih banyak uang pemerintah juga, kan?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus