Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berita Tempo Plus

Mengeduk Rizki di Tanah Negara

Rencana pembangunan China Business Center di Kemayoran melibatkan putra sulung Presiden Megawati. Berkat kolusi-nepotisme?

16 November 2003 | 00.00 WIB

Mengeduk Rizki di Tanah Negara
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Izinkanlah saya dengan rendah hati melaporkan kepada sidang yang mulia ini bahwa secara pribadi saya telah mengumpulkan seluruh keluarga dekat saya dan meminta kepada mereka untuk sungguh-sungguh berjanji agar jangan membuka peluang sedikit pun bagi terulangnya KKN di kalangan keluarga saya."

PIDATO itu masih terngiang jelas. Dengan suara mantap, di depan sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyongsong hari jadi Republik Indonesia ke-56, Presiden Megawati Soekarnoputri mengumandangkan ikrar untuk melawan praktek korupsi-kolusi-nepotisme, dimulai dari keluarganya sendiri.

Kini, dua tahun berselang, kesungguhan janji itu dipertanyakan. Panitia Kerja Dewan Perwakilan Rakyat, yang sedang meneliti pengelolaan tanah negara di Kemayoran, Jakarta, menemukan bukti bahwa Mohamad Rizki Pratama, putra sulung Megawati, terlibat dalam proyek pembangunan kompleks properti yang diberi nama China Business Center di kawasan bekas bandar udara itu.

Effendi Choirie, sang Ketua Panita Kerja, membeberkan data bahwa Rizki Pratama—akrab disapa Tatam—menjadi Wakil Komisaris Utama PT Theda Persada Nusantara. Perusahaan yang selama ini tak pernah terdengar reputasinya di bidang properti itulah yang akan menggarap proyek tersebut.

Tertera dalam akta Notaris Ratna Sintawati Tantudjojo, Theda Persada memang perusahaan "baru kemarin sore". Ia didirikan dengan akta tertanggal 27 Januari 2003 dan berkantor di lantai tiga Gedung Dana Pensiunan Perkebunan di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta. Selain Rizki, duduk di perusahaan ini adalah Direktur Utama Dana Pensiunan Perkebunan, Samingoen, sebagai komisaris utama, dan The Hok Bing, seorang pengusaha asal Surabaya, selaku direktur utama.

Untuk proyek ini, Theda mengikat kongsi dengan seorang wanita warga Republik Rakyat Cina, Li Zhaoling. Dia tercatat sebagai Direktur Organization and Beijing Returnees Overseas Chinese Federation Partners, sebuah organisasi yang didirikan menurut hukum RRC dan berkantor di Prime Hotel, Beijing.

Keterlibatan seorang putra presiden dalam proyek yang menggunakan tanah negara mau tak mau menebarkan curiga. Apalagi Effendi telah menambahkan bumbu, "Berdasar informasi yang saya peroleh, harga tanah yang ditetapkan ternyata berada di bawah nilai jual obyek pajak (NJOP)."

Karena itu, Panitia Kerja DPR lalu merasa perlu meminta keterangan para pihak terkait, terkhusus Rizki, tentang proyek tersebut. Pemanggilan menurut rencana akan dilakukan pada masa persidangan sekarang. "Bisa sebelum atau sesudah Lebaran," ujar Effendi lagi.

Kendati pemeriksaan baru akan berjalan, naluri Effendi sebagai politikus sudah bekerja. Ia lantang menuduh Megawati mengingkari janjinya sendiri ketika baru diangkat menjadi presiden. "Ucapan Megawati bahwa anaknya tak boleh berbisnis di lingkungan negara ternyata hanya isapan jempol," kata anggota parlemen dari Partai Kebangkitan Bangsa itu.

Berkembangnya tuduhan kolusi-nepotisme tak urung membuat Sekretariat Negara, sebagai pengelola kawasan Kemayoran, kebakaran jenggot. Setelah sebelumnya berkelat-kelit, Sekretaris Negara Bambang Kesowo, didampingi Ketua Badan Pengelola Kompleks Kemayoran (BPKK) Abdul Muis, akhirnya menggelar jumpa pers di Gedung Utama Sekretariat Negara, Jumat pekan lalu. Tujuannya, tentu untuk "meluruskan" kabar miring yang telanjur merebak.

Bambang menjelaskan, penunjukan Theda Pratama sebagai pembangun proyek sudah sesuai dengan prinsip lelang, dan jauh dari unsur kolusi-nepotisme. "Tidak ada. Itu saya jamin karena saya yang memutuskan," ia menegaskan. Selain Theda, menurut Bambang, PT Pusaka Ancol juga menawar lahan itu Juni lalu. Namun, saat diteliti ulang, penawarannya ditolak karena perusahaan itu rupanya hendak membangun rumah toko.

Sedangkan Muis berdalih baru mengetahui posisi Tatam sebagai Wakil Komisaris Utama Theda setelah perusahaan tersebut memberikan akta dan susunan organisasinya dalam proposal yang mereka ajukan, 28 Agustus lalu. "Sebelumnya, yang mondar-mandir ke saya cuma The Hok Bing," ujarnya.

Bambang juga menampik tudingan harga tanah yang diberikan kepada Theda di bawah NJOP. Dia menunjukkan bukti perbandingan penawaran Theda dengan NJOP di sekitar Blok B2 dan B3, areal yang diambil oper oleh Theda. Di sana tertulis perusahaan itu menawar Rp 2,58 juta per meter persegi untuk Blok B2. Padahal NJOP di areal itu menurut catatan pajak bumi dan bangunan (PBB) bernilai Rp 2,48 juta per meter persegi. Untuk Blok B3, Theda malah menawar lebih tinggi lagi, yaitu Rp 4,16 juta, sedangkan NJOP cuma Rp 2,48 juta.

Tak lupa, Bambang membela posisi bosnya. Presiden, katanya, memang bersungguh-sungguh melarang keluarganya terlibat dalam kolusi. Namun, ia tak pernah melarang mereka berbisnis. "Jangan menggebyah-uyah (memukul rata) ikut kegiatan usaha berarti KKN, menyalahgunakan kewenangan, dan sebagainya. Ini prosedur normal," ujarnya.

Ditambahkan oleh Abdul Muis, Theda semula menghendaki areal seluas 30 hektare. Namun, pihaknya hanya memberi 17 hektare yang meliputi Blok B2, B3, C, dan B6. Di areal tersebut, Theda akan mendirikan pusat bisnis Cina yang terdiri atas apartemen berkualitas tinggi, pusat perbelanjaan, hipermarket, dan lain-lain. "Mereka ingin mengumpulkan tiga ribu pengusaha Cina yang tersebar di berbagai kota di Indonesia ke dalam satu pusat niaga," ujarnya.

Buat BPKK, masih kata Muis, bermitra dengan Theda akan mendatangkan keuntungan yang menggiurkan. Muis lantas membeberkan hitungannya. Dari uang muka enam persen dari nilai tanah saja, pihaknya konon akan memperoleh Rp 12,4 miliar dalam waktu seminggu setelah penandatanganan surat perjanjian. Sisa yang 94 persen, sebesar Rp 194 miliar, akan dilunasi maksimal empat tahun setelah izin mendirikan bangunan dikantongi. Belum lagi fee sebesar 2,14 persen dari omzet yang keseluruhannya ditaksir bisa mencapai Rp 382,4 miliar.

Sampai di sini, intinya, Theda seakan pengembang ideal bagi kawasan Kemayoran. Terlebih mengingat beratnya upaya BPKK selama ini mengembangkan kawasan kota baru di pusat Jakarta tersebut.

Perlu diketahui, kawasan Kemayoran diperuntukkan bagi pusat niaga internasional. BPKK sudah mengundang investor sejak 1985, tapi sampai sekarang belum semua lahan terisi. Salah satu penyebab sulitnya mencari penanam modal adalah status tanah berupa hak guna bangunan (HGB) di atas hak pengelolaan lahan (HPL) yang jangka waktu pemakaiannya cuma 25 tahun. Setelah masa itu terlewati, investor memang bisa memperoleh perpanjangan hingga 20 tahun lagi. Tapi biayanya mahal, sesuai dengan NJOP, dan mesti dibayar tunai. "Buat investor, kawasan Kemayoran itu kurang seksi," kata Edward Soeryadjaya, pengusaha yang kini mengelola arena Pekan Raya Jakarta di sana.

Namun, akta perjanjian bisnis yang dibuat di hadapan Notaris Ratna Sintawati menyiratkan ada masalah yang bisa mengganjal di belakang hari. Soalnya, dalam kontrak yang diteken tanggal 29 Juli 2003 itu tertulis Theda menjanjikan menyediakan tanah 31 hektare kepada sang investor.

Secara eksplisit, Theda bahkan menyebut lokasi-lokasi tanah tersebut di kawasan Kemayoran, yaitu di Blok B2-2, B2-3, B2-4, B3-2, B3-3, B7, B8, C3, C4 dan C7. Masih menurut dokumen tersebut, semua perizinan ataupun surat-surat yang diperlukan pembeli di lokasi tersebut harus sudah diselesaikan pada 29 Desember mendatang. Jika tidak, kontrak otomatis dinyatakan batal.

Melihat isi perjanjian tersebut, tampak jelas bahwa Theda praktis cuma berfungsi menyediakan lahan dan perizinan. Adapun urusan pembiayaan, pembangunan, dan penjualan properti tersebut akan dilakukan oleh si investor Cina.

Celakanya, tak jelas bagaimana kredibilitas Li Zhaoling. Alamatnya saja cuma tertera kamar nomor 346, Prime Hotel, Beijing. Li menjanjikan akan menyediakan stand-by letter of credit (SBLC) atau bank garansi paling sedikit US$ 700 juta. Tapi tak jelas kapan dan di bank mana duit itu akan tersedia.

Tak aneh bila muncul kecurigaan, Theda cuma bertindak sebagai makelar proyek. Setelah lahan berikut perizinannya ada di tangan, barulah mereka mencari investor yang sesungguhnya. "Bisa juga mereka menjual lagi izin tersebut kepada pihak lain," ujar seorang sumber TEMPO yang tak mau disebut namanya. Benarkah?

Sayangnya, The Hok Bing irit bicara. Kepada Thomas Hadiwinata dari TEMPO, pemilik restoran makanan laut "Jumbo" di Mal Pluit ini cuma berulang-ulang mengatakan tak ada masalah dalam pengambilalihan aset di Kemayoran.

Tatam sendiri tak bisa dimintai komentar karena sepanjang pekan lalu berada di Singapura bersama istrinya. Upaya menghubungi lewat pamannya, Santayana Kiemas, pun tak membuahkan hasil. "Keluarga memutuskan semua urusan lewat satu pintu, langsung ke Tjahjo Kumolo," ujar Santayana. Terkesan jelas keluarga "Teuku Umar"—kediaman Presiden Megawati—sangat berhati-hati menanggapi masalah ini.

Tjahjo, yang Ketua Fraksi PDI Perjuangan, sempat menjanjikan akan menghubungkan TEMPO langsung dengan putra sulung Presiden yang sebelumnya dikenal tak banyak tingkah itu. "Saya akan coba, nanti Anda langsung bicara dengan dia," ujarnya. Sayangnya, hingga tulisan ini diturunkan, Rizki tak dapat dikontak.

Kendati menilai tender tanah Kemayoran berlangsung wajar dan sama sekali tak istimewa, sebagai politikus kawakan Tjahjo mengakui "terselipnya" nama keluarga Istana dalam bisnis itu memang harus dijelaskan kepada publik. Karena itu, ia menganggap rencana Panitia Kerja DPR memanggil Rizki sebagai hal yang positif. "Kami bisa menjelaskan kepada publik bahwa tak ada unsur KKN dalam kasus tanah Kemayoran," Tjahjo menegaskan.

Sebaiknya memang begitu, karena rakyat pemilih akan segera menagih ikrar Presiden Megawati dalam pemilihan umum mendatang.

Nugroho Dewanto, Nezar Patria, Iwan Setiawan, Indra Darmawan, Dedy Sinaga (TNR)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus