Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tepat 86 tahun lalu hari ini, tepatnya pada 3 September 1938, merupakan hari kelahiran Prof Dr Mubyarto. Ia dikenal sebagai pakar ekonomi kerakyatan Indonesia yang mengajar di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan dikenal sebagai penggagas konsep Ekonomi Pancasila.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari p2k.stekom.ac.id, dalam bukunya, Apa & Siapa: Sejumlah Orang Indonesia 1985-1986, konsep Ekonomi Pancasila yang dikembangkan Mubyarto sempat ditertawakan sejumlah kalangan. Konsep tersebut dianggap sangat normatif dan sulit diterapkan di Indonesia, meskipun berakar dari dasar negara Pancasila.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mubyarto selalu menekankan untuk mengklarifikasi bahwa dia bukanlah penemu Ekonomi Pancasila. Dia hanya mengembangkan konsep tersebut lebih lanjut setelah ide-idenya dipopulerkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta, serta pertama kali dirumuskan oleh Emil Salim.
Ekonomi Kerakyatan Mubyarto
Dilansir dari museum.ugm.ac.id, menurut Mubyarto, ekonomi Indonesia saat ini didasarkan pada ajaran dari Barat yang dominan dalam pemikiran ekonomi dan teknokrat di Indonesia. Selama ini, perekonomian Indonesia lebih mengandalkan metode deduktif, yakni mempelajari teori ekonomi Barat dan mencoba menerapkannya di Indonesia tanpa mempertimbangkan perbedaan sistem, nilai, dan budaya antara kedua negara.
Mubyarto lebih memfokuskan penelitiannya pada metode induktif-empiris, yaitu dengan melakukan penelitian langsung di daerah dan berinteraksi dengan masyarakat miskin untuk menemukan teori-teori ekonomi yang lebih sesuai dengan kondisi Indonesia. Beliau berpendapat bahwa Ekonomi Pancasila sebenarnya telah diterapkan di berbagai sektor ekonomi masyarakat, mulai dari pertanian dan perikanan hingga industri, kerajinan, dan jasa.
Namun, secara makroekonomi, praktik ekonomi kerakyatan yang berlandaskan pada Ekonomi Pancasila tampak terhambat. Hal ini disebabkan oleh kebijakan ekonomi pemerintah yang terlalu liberal dan lebih berpihak pada konglomerat, meskipun menyadari dampak destruktif dari kebijakan tersebut.
Mubyarto menegaskan bahwa ekonomi Indonesia masih terpengaruh oleh hukum-hukum global-neoliberal yang lebih menguntungkan negara industri dan merugikan rakyat. Selama kondisi ini berlanjut, ekonomi nasional akan terus mengalami kesulitan, dan cita-cita pembangunan nasional untuk kesejahteraan rakyat akan sulit tercapai.
Tujuan penerapan Ekonomi Pancasila
Dilansir dari Jurnal Kajian Hukum Islam, Mubyarto mendefinisikan ekonomi kerakyatan sebagai sistem ekonomi yang dipengaruhi oleh ideologi Pancasila, yang mengedepankan usaha bersama dengan prinsip kekeluargaan dan kegotong-royongan di tingkat nasional, bukan hanya di tingkat pedesaan atau komunitas lokal.
Menurut Mubyarto, tujuan ekonomi Pancasila tercermin dalam UUD 1945, khususnya dalam tiga pasal yang berhubungan dengan kesejahteraan sosial dan keadilan sosial, baik sebagai hak warga negara maupun kewajiban negara terhadap warganya. Pasal-pasal tersebut adalah pasal 27 ayat 2, pasal 33, dan pasal 34.
Pasal 27 ayat 2 menegaskan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, menunjukkan kewajiban moral dan materiil negara untuk menciptakan kesempatan kerja sehingga setiap orang dapat hidup dengan layak. Pasal 34 menyebutkan bahwa negara juga berkewajiban memelihara mereka yang telah berusaha tetapi masih terjebak dalam kemiskinan, termasuk fakir miskin dan anak-anak terlantar.
Inpres Desa Tertinggal
Program-program yang diluncurkan oleh Mubyarto termasuk ekonomi kerakyatan melalui program Inpres Desa Tertinggal (IDT), yang bertujuan untuk pemerataan pembangunan dan pemberantasan kemiskinan. Pada waktu itu, Mubyarto menjabat sebagai staf ahli Menteri Koordinator Bidang Pemerataan Pembangunan dan Pemberantasan Kemiskinan, dengan fokus pada pemberdayaan melalui koperasi, pembangunan infrastruktur desa, dan pinjaman dana bergulir.
Program IDT adalah hasil pemikiran Mubyarto bersama rekan-rekannya, seperti sosiolog pedesaan IPB Sayogyo dan Direktur LSM Bina Swadaya Bambang Ismawan, yang tergabung dalam Yayasan Agro Ekonomika (YAE). Meskipun program IDT sebagai inisiatif pengentasan kemiskinan telah dihentikan, konsep hibah dana bergulir yang dikembangkan oleh Mubyarto dan koleganya masih diterapkan dalam berbagai program pembangunan di Indonesia hingga saat ini.
Pilihan Editor: Profil Mubyarto, Sosok Penggagas Ekonomi Kerakyatan