Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengendus Si Maniske Makassar

8 September 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aktivitas di bangunan jembar berdinding putih lawas dan berpagar setinggi dua meter itu nyaris tak berkurang. Truk dan para kuli tetap lalu-lalang mengangkut gula di gudang UD Benteng Baru berkapasitas lebih dari 80 ribu ton di Jalan Galangan Kapal Nomor 1, Makassar, itu.

Padahal, dua pekan lalu, gudang milik Ridwan Tandiawan ini digerebek tim Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Departemen Perdagangan. Tim ini menemukan 20 ribu ton gula rafinasi dalam berbagai kemasan. Gula-gula yang mestinya hanya boleh dijual ke industri makanan dan minuman itu ternyata lari ke pengecer dan supermarket.

Penanggung jawab gudang, Renald Sutanto, menolak menyerahkan barang senilai Rp 100 miliar itu. Ia juga emoh menandatangani berita acara pemeriksaan. ”Kami punya izin usaha. Gula rafinasi kami jual ke industri dan pabrik. Penyidik tebang pilih,” katanya.

Penggerebekan itu bermula dari investigasi yang dilakukan para petani gula. Mereka jengkel karena sudah dua bulan ini pabrik gula lokal tak bisa menjual barangnya. Itu terjadi lantaran pasar kelebihan pasokan. Dipimpin Wakil Ketua Asosiasi Petani Gula Edy Sukamto, mereka menguntit peredaran gula rafinasi.

Setelah menemukan rantai pemasarannya di Makassar, tim tersebut melapor ke Jakarta pada April lalu. Tim lalu dibentuk pada 20 Agustus dan sepekan kemudian langsung menggerebek gudang Benteng Baru. Selain di Benteng Baru, tim itu menemukan 26 ton gula rafinasi di Pasar Terong dan Pasar Daya, Makassar.

Petani rela repot menghidu gula rafinasi karena lelang gula tebu mentok sejak Februari lalu di Rp 5.000 per kilogram. Harga itu jauh di bawah harga produksi. Artinya, pabrik gula akan rugi besar jika mau menjual barangnya di harga tersebut. Selain itu, permintaan dari luar Jawa turun drastis.

Ini aneh karena biasanya 70 persen produk gula dari Jawa Timur sebanyak 1,4 juta ton diserap pasar di Kalimantan, Sulawesi, dan kawasan Indonesia timur. Itu sebabnya para petani ”menembak” Makassar sebagai salah satu daerah yang diduga kuat menjadi pusat penjualan gula rafinasi.

Ternyata penjualan gula rafinasi ke konsumen rumah tangga tak cuma di Makassar. Setelah melakukan pengawasan sejak 4 Agustus lalu, kata Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Departemen Perdagangan Syahrul R. Sempurnajaya, perembesan terjadi di hampir semua daerah. Di Jakarta, penetrasi gula rafinasi mencapai 40 persen, Bali 37,5 persen, dan Kalimantan Timur 36,3 persen.

Dia menegaskan, pengawasan akan terus dilanjutkan. Tapi, untuk gudang Benteng Baru, dia berkilah bahwa gudang itu dibiarkan beroperasi karena juga menjual gula lokal. ”Kalau tetap jualan gula rafinasi, akan kita segel,” katanya. Meski begitu, Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia Yamin Rahman tetap yakin tidak ada pelanggaran aturan.

R.R. Ariyani, Irmawati (Makassar)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus