Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font face=verdana size=1>Stok Gula</font><br />Setelah Banjir Gula Rafinasi

Harga gula jeblok lantaran suplai berlebih. Gula rafinasi menjarah pasar, produk lokal tak terserap.

8 September 2008 | 00.00 WIB

<font face=verdana size=1>Stok Gula</font><br />Setelah Banjir Gula Rafinasi
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

LELANG gula di kantor pemasaran bersama PT Perkebunan Nusantara, di Jalan Cut Meutia, Jakarta, Kamis pekan lalu, tidak membuahkan transaksi. Produsen gula—PT Perkebunan Nusantara IX, X, XI, dan Rajawali Nusantara Indonesia—tak bersedia melepas produknya lantaran penawaran di bawah harga patokan.

Mayoritas peserta tender mengajukan harga di bawah Rp 5.000 per kilogram. Padahal harga patokan produsen Rp 5.170. ”Market lagi lesu,” kata Piko, peserta tender yang juga Ketua Asosiasi Pengusaha Gula Indonesia. Menurut dia, pasokan gula di pasar memang berlimpah, sedangkan konsumsi tidak bertambah.

Sudah empat kali ini produsen gula milik pemerintah membatalkan lelang karena tak ada kesepakatan harga. Akibatnya, stok barang di gudang menumpuk. Di PT Perkebunan Nusantara XI, misalnya, separuh lebih hasil giling gula sebanyak 200 ribu ton belum terjual. Padahal tahun ini PT Perkebunan Nusantara XI akan memproduksi 480 ribu ton. Nasib 270 ribu ton gula milik PT Perkebunan Nusantara X sama.

Akibatnya, arus kas perusahaan terganggu. Juru bicara PT Perkebunan Nusantara XI, Adig Suwandi, mengatakan perusahaannya menunggak Rp 50 miliar kepada pemasok. Sumber Tempo menambahkan, PT Perkebunan Nusantara X dulu meminjam duit ke bank hanya untuk investasi. Kini untuk membayar gaji dan kegiatan rutin pun harus ngutang. Bulan ini, mereka berencana meminjam Rp 500 miliar. ”Pinjaman terbesar sepanjang sejarah,” katanya.

Melimpahnya pasokan gula ini diduga akibat meluapnya gula rafinasi impor. Mestinya, gula putih mengkilap ini hanya boleh dikonsumsi pabrik makanan dan minuman. Tapi kini ditengarai banyak gula rafinasi yang sampai ke tangan konsumen rumah tangga. Akibatnya, stok gula di tangan pedagang masih berlimpah. Bahkan, sejak dua bulan lalu, tidak ada lagi tambahan pasokan gula dari pabrik gula pelat merah.

Persoalan gula rafinasi akhirnya sampai juga ke Istana. Rabu pekan lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla berapat dengan sejumlah menteri, antara lain Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Perindustrian Fahmi Idris, dan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Sofyan Djalil. Hasilnya, pemerintah akan menyetop izin impor gula rafinasi, raw sugar, dan gula kristal putih tahun depan untuk menciptakan keseimbangan pasar. Pabrik gula rafinasi juga diminta tidak berekspansi dan mengurangi kapasitas produksi.

Bisnis gula nasional memang sedang pahit belakangan ini. Harga komoditas turunan tebu ini jeblok karena suplai berlebih. Ketika pabrik-pabrik gula milik negara sedang menjalani musim giling, permintaan pasar tidak bertambah. Akibatnya, kata Menteri Pertanian Anton Apriyantono, yang juga Ketua Dewan Gula Nasional, surplus gula mencapai 400 ribu ton. ”Ini akibat kesalahan perhitungan kebutuhan gula domestik,” ujarnya.

Dewan Gula Nasional mencatat produksi gula lokal tahun ini mencapai 2,9 juta ton. Mestinya gula sebanyak itu cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, yang diperkirakan hanya 2,7 juta ton. Tapi Sucofindo punya perhitungan lain: konsumsi mencapai 3,1 juta ton. Karena itu, Indonesia perlu mengimpor gula 200 ribu ton. Ternyata hitungan Dewan Gula lebih tepat, sehingga terdapat surplus 400 ribu ton.

Persoalan kian runyam karena gula rafinasi, yang mestinya hanya dikonsumsi industri makanan dan minuman, turut membanjiri pasar (baca ”Mengendus Si Manis ke Makassar”). Rupanya, dari produksi pabrik gula rafinasi sebanyak 1,5 juta ton, yang bisa diserap industri makanan dan minuman paling banter cuma 30 persen. ”Kualitas gula rafinasi lokal tidak sesuai dengan yang dibutuhkan,” kata Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Franky Sibarani.

Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia Yamin Rahman tak terima produknya dibilang jelek. Ia mengatakan gula bikinan lima pabrikan dalam negeri telah memenuhi Standar Nasional Indonesia dan sudah dicek lembaga yang terakreditasi. Menurut dia, ini adalah persoalan harga. Harga di pasar internasional yang cenderung lebih murah mendorong industri makanan-minuman mengimpor langsung. Kebetulan pula mereka memang diizinkan mengimpor sampai 600 ribu ton.

Alhasil, karena banyak ditampik industri makanan dan minuman, gula rafinasi impor itu pun merembes ke pasar rumah tangga. Pemerintah menduga kebocoran terjadi pada jalur distribusi antara pabrik gula rafinasi dan usaha kecil-menengah. ”Ini wilayah abu-abu,” kata Direktur Bina Pasar dan Distribusi Departemen Perdagangan Gunaryo. Itu sebabnya pemerintah kini memelototi peredaran gula rafinasi.

Diharapkan 850 ribu ton gula lokal yang masih tersimpan di gudang-gudang, pedagang, dan toko pengecer bisa diserap pasar. Langkah ini setidaknya bisa membuat gula lokal digelontorkan ke pasar. Selain itu, ini bisa menjamin harga gula di tingkat petani tebu tetap tinggi. Yang penting, rapor PT Perkebunan Nusantara tidak merah lagi, biaya produksi tertutup, dan pinjaman ke bank dibatalkan.

Retno Sulistyowati, R.R. Ariyani, Amandra Mustika Megarani

Harga Gula Nasional 2008 (Rp/Kg)

Jan

  • Impor: 6.574
  • Lokal: 6.415

    Feb

  • Impor: 6.571
  • Lokal: 6.430

    Mar

  • Impor: 6.583
  • Lokal: 6.437

    Apr

  • Impor: 6.803
  • Lokal: 6.301

    Mei

  • Impor: 6.570
  • Lokal: 6.440

    Jun

  • Impor: 6.612
  • Lokal: 6.502

    Jul

  • Impor: 6.727
  • Lokal: 6.441

    Agu

  • Impor: 6.667
  • Lokal: 6.463

    Sep*

  • Impor: 6.651
  • Lokal: 6.441

    *sampai 5 September 2008

    Sumber: Departemen Perdagangan

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    slot-iklan-300x100

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    slot-iklan-300x600
    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    close

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    slot-iklan-300x100
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus