Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengering Di Ujungpandang

Pabrik minyak kelapa di sulawesi selatan kekurangan kopra, banyak disedot ke Surabaya. (eb)

23 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KELAPA memang mudah menggelinding ke tempat rendah. Tapi sebagai komoditi perdagangan, dia lebih suka melambung ke tangan pembeli yang berani memberi harga tinggi. Begitulah di hari-hari menjelang Lebaran pekan lalu, ribuan butir kelapa bulat berpindah tangan dari kebun petani di Sulawesi Selatan ke pelbagai dapur rumah tangga. Harga kelapa yang semula Rp 100 dengan cepat melonjak jadi Rp 200 per butir. Harga setiap kilo kopra (dibuat dari empat butir kelapa), yang pada April masih Rp 200 otomatis ikut naik gengsi jadi Rp 350. Karena kenaikan kopra tidak setinggi kelapa bulat, petani pun lebih suka menjual kelapanya secara bulat-bulat -- tanpa payah-payah mengupas dan menjemurnya. Tapi akibat perubahan sikap petani kelapa di Kabupaten Mamuju, Majene, Polewali Mamasa, dan Selayar itu, pabrik minyak kelapa di Ujungpandang jadi kekurangan bahan baku utama itu. Kekurangan kopra terasa semakin hebat tahun ini karena musim kemarau yang berkepanjangan. Dari empat kabupaten penghasil utama kelapa tadi, kopra ternyata banyak pula yang dikirim ke pelbagai pabrik minyak kelapa di Surabaya. Dinas Perkebunan Sulawesi Selatan, menganggap harga kopra di Surabaya memang cukup baik dari Ujungpandang. Sejak awal 1970, kata sumber itu, kopra tak lagi dikumpulkan di Ujungpandang dari Indonesia Timur. Kendari, Manado, Palu, dan Ambon secara langsung sudah mengekspor bahan baku minyak kelapa itu ke Surabaya. Belum terbinanya tata niaga kopra itu jelas menyebabkan kelangsungan suplai bahan baku itu ke enam pabrik minyak kelapa Ujungpandang sering terganggu. Karena mereka juga tak memiliki areal perkebunan sendiri, kelangsungan hidup pabrik sedikit banyak ikut pula ditentukan oleh sikap petani kelapa. Tapi sejauh ini "tidak ada satu pun pabrik minyak kelapa di Ujungpandang yang akan tutup kalau agak lesu, karena kekurangan bahan baku memang benar," ujar M. Yunus, kepala pabrik minyak kelapa PT Berdikari. Berdikari sesungguhnya punya kapasitas giling 500 ton. Tapi sejak awal tahun lalu hanya menggiling sekitar 300 ton kopra setiap bulan. Bahkan sejak Maret silam, suplai kopra ke pabrik minyak kelapa itu berkurang 25% lagi. Situasi serupa juga dialami PT Menara Tribuana, yang sudah dua minggu menghentikan produksinya. Persaingan mencari kopra dari petani di empat kabupaten utama penghasil kelapa memang keras. Pegawai pelbagai pabrik minyak turun langsung mencari bahan baku. Petani tentu lebih suka melepas dagangannya ke tangan pembeli yang berani memberi harga tinggi, karena banyak yang mau. Dalam kondisi semacam itu, menurut Yunus dari Berdikari, petani kelapa suka pula memanfaatkan kesempatan. Karena memerlukan uang cepat, katanya, petani sering mempersingkat masa penjemuran dari empat jadi dua hari. Tindakan itu selain mempengaruhi kualitas "juga menentukan harga jual kopra," ujarnya. Sejauh itu, kopra eks Mamuju memang dikenal paling baik kualitasnya. Situasi seperti itu jelas masih akan muncul setiap saat mengingat tingkat produksi kelapa di Sulawesi Selatan masih kecil. Dari areal kebun kelapa 118 ribu ha tahun lalu hanya dihasilkan 89 ribu ton kelapa bulat. Tidak seluruhnya buah ini dijual petani dalam bentuk kopra. Tapi jika diperkirakan 6 juta penduduk provinsi itu rata-rata mengkonsumsi 5 kg kopra setiap jiwa per tahun, maka diperlukan tambahan kopra 6.000 ton untuk memenuhi kebutuhan pabrik minyak kelapa di sana. Keluhan akan kekurangan kopra di Ujungpandang itu tampaknya diperhatikan pihak kantor gebernur. Pemerintah daerah dalam waktu dekat ini dikabarkan akan memanggil mereka. "Akan diusahakan memprioritaskan suplai kopra untuk pabrik di Ujungpandang daripada diantarpulaukan," ujar Ismail Habie, hububangan masyarakat Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan. "Kalau perlu akan diadakan pembatasan pengiriman kopra ke luar wilayah Sulawesi Selatan." Akan baikkah tindakan proteksi itu terhadap petani kelapa, belum jelas benar. Lima tahun lalu, proteksi semacam itu pernah diberikan pemerintah terhadap ratusan pabrik minyak kelapa di Jawa yang kekurangan kopra, dengan mengimpor 10 ribu ton bahan baku itu dari Filipina.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus