Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Lain jember lain bremen

Harga tembakau merosot, para eksportir dituduh sebagai biangnya. kredit macet sekitar Rp 3,2 milyar (eb)

23 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI musim tanam Agustus mendatang, nampaknya tak banyak yang bisa dipetik petani tembakau Na Oogst di Jember, Jawa Timur. Dua kali panenan dalam dua tahun terakhir ini boleh dibilang gagal. Panen November lalu, misalnya, kemarau panjang adalah penyebab kemerosotan kualitas daun tembakau itu. Karena bentuk daun Na Oogst: mengecil, harga jual bahan baku pembungkus cerutu kesohor itu jadi jatuh sampai Rp 60 ribu per kuintal (bal). Padahal tiga tahun lalu, ketika panenan bisa menghasilkan daun bagus dengan panjang sekitar 60 cm, harga jualnya bisa mencapai Rp 380 ribu per bal. Menurut perhitungan H. Mashuri, petani tembakau kawakan dari Desa Kelompangan, Jember, dengan hasil panen sekitar delapan bal dari setiap hektar, seorang petani ketika itu paling banter hanya akan memperoleh Rp 480 ribu. Hasil penjualan ini jelas tak cukup menutupi pengeluaran produksi (penanaman), yang mencapai Rp 700 ribu. Karena itulah kini, "banyak petani tembakau yang kemudian mengalihkan perhatiannya dengan menanam palawija," kata Mashuri. Eksportir sebagai pembeli pertama tembakau dari tangan petani tentu membenarkan kemerosotan kualitas itu. Di tahun 1981, kata Sarsidi, direktur PT Gading Mas, kualitas Na Oogst merosot karena terlalu banyak disiram hujan. Hingga banyak tembakau, yang diekspor ketika itu, hanya dijadikan isi (filler) cerutu saja di negara pembeli. Meskipun demikian Sarsidi mengaku pada panen tahun kemarin "masih membeli tembakau dari petani dengan harga standar Rp 80-90 ribu per bal." Toh tidak semua pihak berpendapat kualitas daun tembakau panenan terakhir itu jelek. Soekarso, kepala dinas perkebunan Jember, yang terlibat langsung dalam penyuluhan pada para petani beranggapan panenan tahun lalu cukup bagus. "Pemupukan dengan pupuk kalsium sulfat dan pengairan yang cukup bagus jelas memungkinkan tembakau tumbuh baik, sekalipun kemarau panjang," katanya. Untuk mengukur suatu panenan menghasilkan Na Oogst berkualitas bagus, setiap hektar ladang tembakau setidaknya harus mampu menghasilkan 8,69 bal konol (termasuk tusuk atau sujen daun tembakau). Sedang pada panen terakhir tahun lalu setiap hektar ladang tembakau ternyata rata-rata masih mampu menghasilkan 8,64 bal kool. Jadi panenan sesungguhnya tetap bagus, dan "petani tidak rugi, sebab selisih hasil per hektar cuma 0,05 bal," kata Soekarso kepada Choirul Anam dari TEMPO. Tapi mengapa harga tembakau merosot? Kemerosotan harga, kata sebuah sumber, sesungguhnya banyak disebabkan oleh pola permainan harga dari eksportir, yang tampaknya sedang berusaha menebus kerugiannya dua tahun lalu. Ketika itu penerimaan rupiah eksportir berkurang banyak karena nilai DM Jerman Barat merosot tajam terhadap dollar AS. H. Moh. Ardiwar, anggota DPRD Jember, bekas pengusaha tembakau bahkan menyebut, banyak juga eksportir yang membeli Na Oogst dengan Rp 30-40 ribu per bal. "Harga seperti itu ditentukan sepihak oleh eksportir, petani tak bisa berkutik," katanya. Menurut H.A. Ismail, ketua Asosiasi Tembakau Indonesia (ITA), tembakau Besuki Na Oogst masih laku dengan harga DM 6,20 per pound atau Rp 469 ribu per bal Juni lalu. Pada pelelangan pertama di Bremen itu katanya, sebanyak 150 ribu bal Na Oogst laku terjual. Perbedaan harga teramat besar antara tempat pelelangan di Bremen dengan tempat produksi di Jember itu, agaknya menunjukkan adanya penekanan oleh eksportir. Dalam upaya memperbaiki kedudukan petani menghadapi transaksi perdagangan itu, Ardiwar menganjurkan agar dibentuk sebuah dewan pengawas harga, beranggotakan sejumlah instansi pemerintah dan swasta. Dia juga menganggap perlu pemerintah ikut mendirikan sebuah pasar lelang tembakau Na Oogst di Besuki. "Sehingga nantinya tidak akan terjadi transaksi penjualan yang kemahalan, atau pembelian yang kemurahan," katanya. Sementara itu, di hari-hari ini masih ada persoalan cukup besar, yang memusingkan Ardiwar: Akibat kemerosotan harga, yang terasa telak pada panen 1982 itu, sekitar Rp 3,2 milyar kredit yang disalurkan Bank Ekspor Impor dan Bapindo Jember, macet di tangan petani. Seluruh jumlah kredit yang diberikan kedua bank itu mulanya Rp 5,4 milyar. Kredit sebesar itu disalurkan kepada para petani yang jadi peserta program Intensifikasi Tembakau Besuki Na Oogst (ITBNO), pada musim tanam Agustus tahun lalu. Lebih dari 11 ribu petani, yang menggarap 13 ribu ha ladang tembakau di 140 desa Kabupaten Jember, terlibat dalam program itu. Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dengan bunga 1% per bulan itu, disalurkan ke petani lewat 17 eksportir, yang konon bertindak sebagai pembimbing, dan pembeli. Dengan mekanisme penyaluran kredit macam ini, bank percaya kredit bakal terjamin kembali cepat, mengingat setiap hasil penjualan tembakau petani, pihak eksportir langsung memotongnya dengan jumlah pinjaman dan bunga. Tapi mekanisme itu tidak bekerja. Petani yang tidak ingin digorok terang-terangan oleh eksportir jelas lebih suka melego tembakaunya kepada blandang (makelar), tanpa kera potongan pengembalian kredit. Toh ada juga petani yang patuh mengembalikan kredit. Di samping itu, menurut Ardiwar, ada sekitar 30% petani peserta ITBNO yang tak punya tanaman tembakau bisa memperoleh kredit. Karena maklum agunan yang diminta bank hanya berupa petuk (surat hak garap atas tanah). "Dan itu pun kadang hanya fotokopi saja," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus