Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menghadapi Ancaman Tuan Pallez

Paris Club ikut menekan Indonesia soal letter of intent dengan IMF dan sekuritisasi aset gas Natuna. Mereka mengancam Indonesia agar membayar utang US$ 2,8 miliar. Sementara banyak pengamat khawatir, kenapa Menteri Rizal tetap optimistis?

29 April 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPUCUK surat itu membawa kabar miris. Indonesia pun terancam menghadapi pembatalan kesepakatan Paris Club II. Stephane Pallez, si pengirim surat yang juga koordinator negara-negara kreditor, menggertak pemerintah agar siap-siap membayar utang yang telah jatuh tempo.

Semua itu tak lepas dari tersendat-sendatnya perundingan letter of intent (LoI) pemerintah Indonesia dengan Dana Moneter Internasional (IMF). Sebagaimana diketahui, kesepakatan Paris Club II—sekumpulan negara pemberi pinjaman ke Indonesia—yang ditandatangani 13 April 2000 mensyaratkan mulusnya perundingan dengan IMF. Adapun kesepakatan penjadwalan utang dari Paris Club senilai US$ 5,8 miliar itu sendiri terbagi dalam dua fase. Tahap pertama telah rampung dilaksanakan. Sedangkan fase kedua seharusnya dimulai 1 April 2001 hingga 31 Maret 2002. Namun, tahap ini terhenti lantaran belum ada persetujuan LoI dari Dewan Direktur IMF. Padahal, seandainya draf LoI bisa ditandatangani 30 April 2001, tim IMF bisa membawa kesepakatan tersebut ke pertemuan dewan direksi pertengahan Mei 2001 untuk disetujui. Selanjutnya, Indonesia bisa menerima kucuran bantuan pada Mei hingga Agustus 2001.

Namun, kenyataannya, revisi APBN saja diperkirakan baru bisa rampung paling cepat pertengahan Mei 2001. Menghadapi masalah rumit seperti itu, Indonesia sudah meminta tambahan waktu kepada Paris Club II hingga 31 Mei 2001. Permintaan itu disetujui. Tapi, apabila hingga 31 Mei 2001 persetujuan dari Dewan Direksi IMF tak kunjung datang, Indonesia harus membayar utang yang jatuh tempo pada fase kedua sejumlah US$ 2,8 miliar.

Selain membicarakan soal perundingan dengan IMF, Pallez, yang juga pejabat departemen keuangan Prancis itu, menekan Indonesia agar membatalkan rencana penerbitan surat utang dengan jaminan ekspor hasil gas alam Natuna (asset backed securities). Alasannya, penerbitan obligasi senilai US$ 1 miliar itu bakal mengurangi kemampuan pemerintah memenuhi kewajiban pembayaran utang jika mengalami kesulitan keuangan di masa mendatang.

Berbeda dengan para pengamat ekonomi yang mencemaskan ancaman dari Paris Club, Rizal Ramli tampaknya masih bisa merasa tenang. Sementara banyak pengamat tak yakin pemerintah dan IMF bisa bersepakat sebelum batas waktu yang diberikan Paris Club, menurut sumber TEMPO, Rizal masih tetap percaya diri. Alasannya, sejauh ini dari 17 negara anggota Paris Club II, tinggal tiga negara yang belum meneken perjanjian bilateral—perjanjian yang lebih mengikat secara hukum ketimbang Paris Club. Mereka adalah negara kreditor kecil seperti Australia, Prancis, dan Kanada. Negara kreditor utama seperti Jepang dan AS sudah meneken kesepakatan penjadwalan utang.

Rizal tampaknya juga optimistis, Prancis dan Kanada sudah menyepakati substansi masalah dan tinggal menyelesaikan persoalan administrasi. Jadi, praktis tinggal Australia yang masih merundingkan tingkat suku bunga lantaran dulu merasa memberi bunga yang terlalu rendah. Itu pun tampaknya akan segera selesai dibicarakan. Juru bicara Kedutaan Besar Australia, Kirk Coningham, mengaku bahwa pembicaraan antara pemerintah Indonesia dan Negeri Kanguru telah mencapai kemajuan signifikan. "Segera mengarah ke perjanjian bilateral sebelum 31 Mei 2001," katanya optimistis.

Pemerintah tampaknya juga percaya bahwa beberapa negara kreditor sebenarnya tak lagi terlalu bernafsu mengaitkan penjadwalan utangnya dengan IMF. "Mereka mengatakan, IMF itu urusan Washington," kata sumber TEMPO yang dekat dengan perundingan Paris Club II.

Karena itu, negara seperti Jepang, kabarnya, sudah menawarkan tambahan pinjaman untuk mendukung anggaran bila Indonesia membutuhkan. Dengan piutang yang begitu besar (yang akan jatuh tempo antara 1 April 2000 dan 31 Maret 2002 sebesar US$ 1,4 miliar), memang akan besar risikonya bagi Jepang untuk meninggalkan Indonesia.

Keyakinan ini sangat bertolak belakang dengan pernyataan seorang bekas pejabat tinggi keuangan yang menyebutkan bahwa jika ada satu saja kreditor yang masih keberatan dengan Indonesia, semua kreditor yang tergabung dalam Paris Club juga tidak akan setuju dengan penjadwalan utang.

Lalu, bagaimana pula dengan penerbitan obligasi dengan jaminan aset yang juga dipersoalkan para pemberi utang Indonesia? Rizal berkeras melanjutkannya. Alasannya, uangnya akan digunakan untuk mengurangi utang berbunga tinggi dan mendorong penciptaan lapangan kerja. "Kami akan membangun proyek infrastruktur dengan duit itu," katanya. Suara Paris Club itu sendiri, menurut dia, cuma bentuk solidaritas kepada Bank Dunia, yang khawatir terjadi negative pledge. Tapi ia yakin akan dapat mengatasinya. Soalnya, Indonesia pun bukan negara pertama yang melaksanakan asset backed securities itu. "Beberapa negara Amerika Latin dan Afrika juga melakukannya, dan mereka menang secara hukum," katanya.

Nugroho Dewanto, Gita Widya Laksmini


Status Perundingan Paris Club II
Negara Agen Kredit Proses Perundingan dan Kesepakatan Bilateral
Australia - Commonwealth of Australia
- Export Finance and Insurance Corporation (EFIC)
- Tak ada diskusi
- Masih berlangsung
Austria - OKB/Bank Austria - Ditandatangani pada 19 Mar'2001
Kanada - ODA (Official Development Assistance)
- Office National du Ducroire (OND)
- Ditandatangani pada 19 Feb'2001
- Ditandatangani pada 31 Okt' 2000
Denmark - ODA & Non-ODA - Ditandatangani pada 23 Feb' 2001
Finlandia - ODA & Non-ODA (Finnvera) - Ditandatangani pada 7 Des' 2000
Prancis - ODA
- Compagnie francaise d'assurance pour la commerce exteriur (Coface)
- Perundingan masih berlangsung
- Perundingan masih berlangsung
Jerman - ODA
- Non-ODA: Hermes covered (KfW loans)
- Non-ODA: Hermes covered (commercial bank loans)
- Ditandatangani pada 22 Nov' 2000
- Ditandatangani pada 26 Sep' 2000
- Tanggal penandatanganan tak diketahui
Italia - SACE - Ditandatangani pada 10 Jan' 2001
Jepang - ODA
- Non-ODA
- Tanggal penandatanganan tak diketahui
- Tanggal penandatanganan tak diketahui
Korea Selatan - ODA: The Export Import Bank of Korea (Kexim)
- Non ODA: The Export Import Bank of Korea (Kexim)
- Ditandatangani pada 10 Jan' 2001
- Ditandatangani pada 29 Nov'r 2000
Belanda - ODA
- Nederlandsche Credietverzekering Maatschappij N.V. (NCM)
- Tanggal penandatanganan tak diketahui
- Tanggal penandatanganan tak diketahui
Spanyol - ICO
- Compania Espanola de Seguros de Credito a la Exportacion, SA (Cesce)
- Ditandatangani pada 29 Nov' 2000
- Ditandatangani pada 10 Jan'i 2001
Swedia - Swedish Export Credits Guarantee Board (EKN) - Ditandatangani pada 1 Des' 2000
Swiss - SECO - Non-ODA - Ditandatangani pada 30 Nov' 2000
Inggris - ECGD - Tanggal penandatanganan tak diketahui
Amerika - ODA: USAid, PL-480
- Non-ODA (Exim Bank, DoD, HG Program)
- -Ditandatangani pada 8 Des' 2000
- Ditandatangani pada 8 Des' 2000

Sumber: Riset TEMPO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum