Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apakah pertemuan empat tokoh politik nasional yang dimotori oleh Presiden Abdurrahman Wahid dapat menjadi solusi akhir dari krisis politik dan ekonomi Indonesia? (13 - 20 Apr, 2001) | ||
Ya | ||
8.5% | 56 | |
No | ||
88.3% | 580 | |
Tidak tahu | ||
3.2% | 21 | |
Total | 100% | 657 |
JURUS Presiden Abdurrahman Wahid untuk berkelit dari serangan lawan politik seolah tak ada habisnya. Di tengah-tengah memanasnya hubungan antara dirinya dan beberapa fraksi di DPR--terutama menjelang sidang paripurna yang membahas sikap akhir anggota dewan terhadap memorandum pertama, pekan depan--Gus Presiden melontarkan tawaran untuk mengadakan pertemuan dengan sejumlah tokoh politik seperti Megawati Sukarnoputri, Akbar Tandjung, dan Amien Rais.
Sejumlah pihak menilai tawaran Presiden Abdurrahman cukup positif, setidaknya sebagai pereda ketegangan mengingat konflik di tingkat elite telah merembes hingga massa di akar rumput. Namun, penilaian berbeda datang dari 88 persen responden jajak pendapat TEMPO Interaktif. Mereka meragukan keefektifan dialog antarpetinggi republik ini sebagai solusi akhir krisis.
Lo? Barangkali di telinga mereka masih terngiang-ngiang janji Abdurrahman, Megawati, Amien Rais, Akbar Tandjung, dan Sri Sultan Hamengku Buwono X, yang hadir dalam pertemuan serupa di Yogyakarta, 1 Agustus 2000: "Kami menyadari bahwa pertentangan elite yang menajam tidak menguntungkan bagi upaya-upaya perbaikan kehidupan rakyat secara menyeluruh."
Sayang, janji mereka itu tak lebih dari macan kertas. Presiden Abdurrahman dalam keterangannya kepada masyarakat di Banten, Jumat silam, malah tak mencantumkan nama Ketua Umum Partai Amanat Nasional, Amien Rais, dalam daftar undangan peserta pertemuan. Kalau begitu, apa masih perlu bertemu lagi, Gus?
Jajak Pendapat Pekan Depan: Memorandum dua, naga-naganya, akan keluar dari kantong anggota dewan. Sejumlah petinggi fraksi DPR yang bertemu di Sanur, Bali, di sela-sela rapat kerja nasional PAN, telah mengisyaratkan tekadnya untuk mengeluarkan "kartu kuning" berikutnya bagi Presiden Abdurrahman.
Sinyal negatif dari sejumlah anggota dewan itu tak membuat mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama tersebut ciut nyalinya. Abdurrahman bergeming pada sikapnya dan malah menganggap penilaian wakil rakyat terhadap kinerjanya kini tidak sah. Dus, tak usah heran jika pada hari-hari menjelang Sidang Paripurna DPR pekan depan polemik tentang memorandum terus bergulir. Bagaimana pula dengan Anda? Apakah DPR perlu memberikan memorandum kedua kepada Presiden Abdurrahman Wahid? Suarakan pendapat Anda melalui www.tempointeraktif.com Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
Edisi 1 Januari 2001 PODCAST REKOMENDASI TEMPO surat-pembaca surat-dari-redaksi angka kutipan-dan-album kartun etalase event Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengkomunikasikan saling pengertian. Jurnalisme kami bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba ~ 6 Maret 1971 Jaringan Media © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum |