RESHUFFLE di pucuk pemimpin Pertamina baru akan dilakukan April nanti, tapi desas-desus seputar penggantian Baihaki Hakim sudah marak sejak Januari ini. Baihaki sendiri, selama tiga tahun memimpin Pertamina, sudah diterpa isu pencopotan sebanyak 12 kali. Namun ia tenang-tenang saja, sementara isu itu semakin keras ditiup-tiupkan. Hal ini erat terkait dengan status Pertamina yang kelak berubah menjadi perseroan. Konsekuensinya, Pertamina tidak lagi di bawah kendali langsung presiden, tapi di bawah Menteri Negara BUMN?seperti perusahaan negara biasa.
Sejauh ini, tak pernah jelas kenapa Baihaki yang dianggap sukses merestrukturisasi Pertamina itu justru digunjingkan akan diganti. Biasanya isu itu bertiup saat Pertamina membahas soal yang kritis, misalnya soal siapa yang mengelola ladang minyak di Cepu, pemasaran gas alam, atau saat berbeda pendapat dengan pemerintah dalam penentuan harga bahan bakar minyak. "Ia berani membela kepentingan Pertamina," kata pengamat perminyakan Kurtubi. Sedangkan Sidick Nitikusuma dari Badan Pelaksana Migas mengungkapkan, Baihaki sudah menemui Presiden Megawati untuk menjelaskan sikap Pertamina yang sejalan dengan tujuan pemerintah, sehingga rumor itu bisa dianggap sekadar angin lalu.
Menjelang April depan, bursa calon direksi Pertamina tentu semakin gegap-gempita. Calon kuat Direktur Utama Pertamina ada tiga, yakni Roes Aryawijaya?salah satu Deputi Menteri Negara BUMN yang dicalonkan Menteri Laksamana Sukardi?Baihaki Hakim, dan Gatot Karyoso Wiroyudo. Yang disebut terakhir itu adalah staf ahli Direktur Utama Pertamina. Sumber TEMPO di perminyakan menyatakan bahwa nama Gatot diajukan oleh Baihaki ketika Presiden menanyakan siapa orang Pertamina yang pas menggantikannya. Kepada TEMPO, Sidick mengaku pernah menanyakannya kepada Gatot, tapi dijawab dengan senyum simpul dan no comment saja.
Di antara banyak calon direktur utama, Gatot dan Roes tampaknya kian bersinar. Mengawali karier sebagai pegawai biasa pada 1968, Gatot kemudian diangkat menjadi Kepala Badan Pembina- an Pengusahaan Kontraktor Asing (BPPKA), yang mengawasi semua kontraktor asing minyak dan gas. Dari sini ia diangkat sebagai direktur eksplorasi dan produksi, kemudian direktur hulu, sebelum akhirnya menjadi staf ahli dua tahun lalu. Beberapa pegawai Pertamina menyebutnya sebagai staf yang tegas terhadap kontraktor asing.
Dulu, ketika Gatot terlempar dari kursi Direktur Hulu Pertamina, pelantikan direksi sempat ditunda sehari untuk melobi Presiden Abdurrahman Wahid agar mempertahankannya. Sayang, lobi itu kandas dan Gatot akhirnya menjadi staf ahli.
Roes pernah menjadi Sekretaris Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina, jabatan yang membuatnya mengetahui persoalan di perusahaan minyak itu. "Saya tidak berambisi dan tak kasak-kusuk," katanya. Tapi ia mengaku memang pernah dipanggil Menteri Negara BUMN untuk membicarakan masa depan Pertamina.
Bursa di jajaran eselon satu tak kalah seru. Posisi direktur keuangan paling banyak diminati. Ainum Naim, yang kini menyandang jabatan itu, hingga pekan lalu masih berada di luar bursa calon direksi. Kegagalan Pertamina dalam tender lapangan YPF Maxus dan Devon diduga menghalangi pencalonannya. Ada beberapa nama calon dari kalangan dalam Pertamina dan deputi di Kantor Menteri Negara BUMN. Misalnya Bambang Wiranto, bekas Kepala Divisi Keuangan Korporat Pertamina yang sekarang mengelola bisnis konsultasi. Konon, namanya dicalonkan PDIP bersama Harry Purnomo di posisi direktur hilir. Harry pernah pula santer disebut sebagai calon Direktur Utama Pertamina. Tapi Emir Moeis, anggota DPR dari Fraksi PDIP, membantah semua nama itu. "Kami menyerahkannya kepada Presiden," katanya kepada TEMPO.
Untuk jabatan direktur hulu, disebut nama Eteng Salam, salah satu Deputi Direktur Hulu Pertamina, dan Bambang Nugroho, bekas manajer senior di bagian kesehatan, keselamatan kerja, dan lindungan lingkungan (K3LL). Mereka dimunculkan oleh partai minoritas di DPR. Di luar itu, beredar nama Ari Sumarno, Deputi Direktur Pertamina, dan Humayunbosha, yang sekarang menjabat Presiden Direktur PT Caltex Pacific Indonesia.
Tapi, menurut anggota DPR Ahmad Farial, Presiden Megawati tidak akan mengganti mereka dalam waktu dekat. Ada saat yang tepat, katanya, yakni ketika Menteri Negara BUMN memanggil direksi Pertamina untuk melaksanakan rapat umum pemegang saham. Jadi, sebaiknya Baihaki menyelesaikan tugasnya hingga Pertamina menjadi perseroan. Soal bursa nama yang diramaikan orang, Presiden mungkin tak meliriknya sama sekali. "Presiden selalu bisa memilih sendiri," kata Emir. Nama yang tak terduga masih bisa muncul dari kantong Presiden.
I G.G. Maha Adi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini