Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Meningkatnya Jumlah Petani Gurem Dianggap Bisa Turunkan Produktivitas Pertanian

Asosiasi pangan menyebut, menyempitnya lahan pertanian yang ditunjukkan dengan meningkatnya petani gurem dapat mengakibatkan menurunnya produktivitas pertanian.

7 Desember 2023 | 09.30 WIB

Pemandangan sawah daerah Rorotan di tengah ibu kota, Jakarta, Rabu, 1 November 2023.  Lahan tersebut merupakan lahan beberapa perusahaan salah satunya yaitu PT. NUSA Kirana. RE dan beberapa lahan milik warga setempat. TEMPO/Magang/Joseph.
Perbesar
Pemandangan sawah daerah Rorotan di tengah ibu kota, Jakarta, Rabu, 1 November 2023. Lahan tersebut merupakan lahan beberapa perusahaan salah satunya yaitu PT. NUSA Kirana. RE dan beberapa lahan milik warga setempat. TEMPO/Magang/Joseph.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Koalisi Rakyat Kedaulatan Pangan (KRKP) Ayip Said Abdullah menyebut, menyempitnya lahan pertanian yang ditunjukkan dengan meningkatnya petani gurem dapat mengakibatkan menurunnya produktivitas pertanian. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BPS mencatat, jumlah petani gurem di Indonesia mengalami peningkatan dari 14,25 juta rumah tangga pada 2013 menjadi 16,89 juta rumah tangga pada 2023. Sedangkan, proporsi rumah tangga petani gurem terhadap total rumah tangga petani di Indonesia juga meningkat dari 55,33 persen pada 2013 menjadi 60,84 persen pada 2023. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Sebagai informasi, petani gurem merupakan rumah tangga yang yang mengelola atau memiliki tanah baik untuk pertanian maupun tempat tinggal dengan luas kurang dari 0,50 hektar. 

“Sensus menunjukkan jumlah rumah tangga usaha pertanian pada semua sub sektor mengalami penurunan. Artinya makin banyak keluarga yang keluar dari sektor pertanian. Sebagian lagi dari keluarga yang punya lahan menengah kemungkinan dijual sebagian sehingga mereka jadi gurem,” ucap Ayip dalam keterangannya yang dikutip pada Rabu, 7 Desember 2023. 

Dalam jangka panjang, kata Ayip, ada resiko besar mengenai penurunan luas lahan yaitu penurunan produksi. Dengan lahan yang kecil, produksi jadi terbatas. “Ditambah dengan pasar yang tidak menguntungkan akibatnya usaha yang dijalankan terus merugi, dan bila ditambah anak tidak mau melanjutkan usaha maka pilihan paling logis menjual lahan. Lahan yg dilepas besar kemungkinan digunakan untuk keperluan lain,” ucap Ayip.

Upaya membuka lahan pertanian baru 

Ayip menyebut, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan insentif bagi petani pada sisi hilir sehingga pendapatan naik. Dengan demikian, diharapkan petani tidak melakukan pelepasan lahan. 

“Misalnya insentif harga ketika harga di bawah biaya produksi, atau insentif berupa kemudahan akses pembiayaan, penjualan, atau harga dasar, atau bisa juga berupa insentif pada petani yang mempertahankan lahan dengan pembebasan pajak,” ujar Ayip. 

Ayip menyinggung upaya pemerintah dalam membuka lahan pertanian baru untuk mengatasi pengurangan lahan. Menurutnya, upaya itu belum memberikan hasil yang sebanding dengan kerugian yang terjadi. “Biayanya terlalu besar dan hasilnya belum memuaskan. Oleh karena itu, pilihan yang lebih tepat seharusnya adalah menjaga lahan yang sudah ada dan meningkatkan produktivitasnya,” kata Ayip. 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus