Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menjala ikan besar

Kewajiban untuk masuk astek bagi perusahaan di seluruh indonesia. dari ratusan perusahaan yang belum mau masuk astek ternyata banyak terdapat perusahaan pemerintah. swasta tak tersaingi.

7 Maret 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"MASUKLAH Astek. Apakah anda sudah menjadi anggota Astek?" Ucapan itu mungkin akan kerap terdengar pada film dokumenter pertama tentang keselamatan kerja yang baru dirampungkan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kamis pekan lalu. Shooting terakhir diadakan siang hari itu, di kantor pusat Perusahaan Umum Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Perum Astek di Jalan K.H. Wahid Hasyim 100, Jakarta. Diam-diam Nakertrans akhirnya menyelesaikan film bermasa putar 30 menit itu, guna diedarkan ke berbagai daerah untuk menggugah masyarakat, terutama para perusahaan, tentang perlindungan kerja dan jaminan hari tua bagi para buruh, yang 21 Februari 1981, merayakan hari mereka. Asuransi yang mulai didirikan pada awal 1978 itu, tahun ini tampak digencarkan. Gong pertama dibunyikan Dirjen Bina Lindung Oetoyo Usman di Tangerang bulan lalu, ketika ia mengancam akan membawa ke pengadilan 147 perusahaan yang tak mau mengasuransikan buruh mereka pada Perum Astek. "Ini serius. Saya sudah perintahkan aparat saya untuk menyelesaikan kasus itu ke pengadilan di tempat mereka masing-masing," katanya tegas pada TEMPO, Minggu siang kemarin. Alasannya, menurut Dirjen, sudah tiga tahun coba dibina, tetapi berdasarkan laporan Astek, ke-147 perusahaan itu "ternyata tetap membandel". Lewat Peraturan Pemerintah No. 33/1977, Perum Astek memang sah beroperasi menerima asuransi para buruh dari perusahaan yang memiliki lebih 100 buruh atau memberi upah seluruh buruh mereka lebih dari Rp 5 juta/bulan. Untuk itu setiap buruh membayar iuran sebesar 2«% dari upah yang mereka terima. Tetapi, hanya 1% saja yang dipotongkan dari upah buruh, 1«% lagi dibebankan pada perusahaan di mana buruh itu bekerja. Inilah yang mungkin merupakan salah satu keberatan para pemilik perusahaan, selain banyak juga perusahaan yang telah mengasuransikan buruhnya pada perusahaan asuransi komersial biasa. "Sejak lama, kami sudah menggunakan asuransi Buana Putera. Jadi tak perlu masuk Astek," kata Ismanto, salah seorang pimpinan perusahaan bis PT Gamadi, satu dari sekian banyak perusahaan yang hingga kini belum masuk menjadi anggota Astek. "Tetapi, bagaimanapun ini wajib bagi perusahaan yang memenuhi syarat," kata Sri Muardjo, direktur bidang Asuransi Kecelakaan Kerja Astek. Ia mengatakan pelaksanaan sanksi terhadap perusahaan memang bukan pada Astek. "Wewenang itu ada pada Dirjen. Kami hanya menyadarkan perusahaan-perusahaan secara persuasif, agar menjadi anggota," ujarnya. Dan dengan cara itu, katanya, sampai 1980 berhasil diikat 5.728 perusahaan dengan jumlah buruh 1.049.194 orang. "Di antaranya 2.540 perusahaan dengan buruh 84.327 orang yang masuk secara sukarela," kata Sri Muardjo. Garuda Belum ada data pasti berapa jumlah perusahaan yang wajib Astek di seluruh Indonesia. Direktur Astek itu mengakui, upaya meng-Astek-an perusahaan memang belum lancar. Di kalangan perusahaan pemerintah ternyata banyak yang belum masuk. PT Garuda, misalnya. Memiliki sekitar 6.000 orang karyawan, perusahaan penerbangan ini, hingga kini belum mengasuransikan karyawannya. "Kami masih meneliti sistematika asuransi intern kami. Hingga kini, pertanggungan yang kami berikan kepada karyawan kami sudah cukup baik, jadi tak perlu masuk Astek," kata R.A.J. Lumenta, sekretaris perusahaan itu pada TEMPO. Namun, ia menambahkan, perusahaan sedang menyesuaikan asuransi yang mereka berikan pada karyawan dengan yang ditetapkan Astek, "karena Astek itu kan proyek pemerintah," katanya. Astek sendiri memang mengambil porsi iuran asuransi buruh yang berpenghasilan kecil hingga tingkat direktur secara sama rata (2«% upah). Karena iuran yang kecil itulah maka diharapkan, para perusahaan, meskipun telah masuk asuransi komersial, juga dapat menjadi anggota Astek. "Agar ikan besar dapat membantu ikan kecil," kata Sri Muardjo sambil senyum. Dengan upaya tolong menolong itu, menurut dia, hingga kini sudah diselesaikan 12. 045 kasus kecelakaan kerja, 2.287 kasus tabungan hari tua dan 16.390 kasus asuransi kematian. Semua kasus yang terjadi 1980 itu mengeluarkan uang Rp 3 milyar lebih. Apakah Astek mempersempit ruang gerak perusahaan asuransi komersial? Humas Asuransi Bumi Putera 1912 Sutarno tak melihat demikian. "Kami saling isi mengisi. Dengan tekanan wajib, masyarakat akhirnya mulai asuransi minded," katanya. Agaknya itu pula yang mendorong Dirjen Bina Lindung untuk melancarkan tekanan lebih keras pada perusahaan-perusahaan agar masuk anggota Astek. "Tindakan lanjutan setelah pengadilan, bisa jadi, meminta bantuan pimpinan departemen di mana perusahaan itu bernaung," ujar Oetoyo. Yang dimaksudkannya adalah "sura izin usaha perusahaan dapat dicabut jika tetap membandel."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus