"MASUKLAH Astek. Apakah anda sudah menjadi anggota Astek?"
Ucapan itu mungkin akan kerap terdengar pada film dokumenter
pertama tentang keselamatan kerja yang baru dirampungkan
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kamis pekan lalu.
Shooting terakhir diadakan siang hari itu, di kantor pusat
Perusahaan Umum Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Perum Astek di
Jalan K.H. Wahid Hasyim 100, Jakarta.
Diam-diam Nakertrans akhirnya menyelesaikan film bermasa putar
30 menit itu, guna diedarkan ke berbagai daerah untuk menggugah
masyarakat, terutama para perusahaan, tentang perlindungan kerja
dan jaminan hari tua bagi para buruh, yang 21 Februari 1981,
merayakan hari mereka.
Asuransi yang mulai didirikan pada awal 1978 itu, tahun ini
tampak digencarkan. Gong pertama dibunyikan Dirjen Bina Lindung
Oetoyo Usman di Tangerang bulan lalu, ketika ia mengancam akan
membawa ke pengadilan 147 perusahaan yang tak mau
mengasuransikan buruh mereka pada Perum Astek. "Ini serius. Saya
sudah perintahkan aparat saya untuk menyelesaikan kasus itu ke
pengadilan di tempat mereka masing-masing," katanya tegas pada
TEMPO, Minggu siang kemarin. Alasannya, menurut Dirjen, sudah
tiga tahun coba dibina, tetapi berdasarkan laporan Astek,
ke-147 perusahaan itu "ternyata tetap membandel".
Lewat Peraturan Pemerintah No. 33/1977, Perum Astek memang sah
beroperasi menerima asuransi para buruh dari perusahaan yang
memiliki lebih 100 buruh atau memberi upah seluruh buruh mereka
lebih dari Rp 5 juta/bulan. Untuk itu setiap buruh membayar
iuran sebesar 2«% dari upah yang mereka terima. Tetapi, hanya 1%
saja yang dipotongkan dari upah buruh, 1«% lagi dibebankan pada
perusahaan di mana buruh itu bekerja.
Inilah yang mungkin merupakan salah satu keberatan para pemilik
perusahaan, selain banyak juga perusahaan yang telah
mengasuransikan buruhnya pada perusahaan asuransi komersial
biasa. "Sejak lama, kami sudah menggunakan asuransi Buana
Putera. Jadi tak perlu masuk Astek," kata Ismanto, salah
seorang pimpinan perusahaan bis PT Gamadi, satu dari sekian
banyak perusahaan yang hingga kini belum masuk menjadi anggota
Astek.
"Tetapi, bagaimanapun ini wajib bagi perusahaan yang memenuhi
syarat," kata Sri Muardjo, direktur bidang Asuransi Kecelakaan
Kerja Astek. Ia mengatakan pelaksanaan sanksi terhadap
perusahaan memang bukan pada Astek. "Wewenang itu ada pada
Dirjen. Kami hanya menyadarkan perusahaan-perusahaan secara
persuasif, agar menjadi anggota," ujarnya. Dan dengan cara itu,
katanya, sampai 1980 berhasil diikat 5.728 perusahaan dengan
jumlah buruh 1.049.194 orang. "Di antaranya 2.540 perusahaan
dengan buruh 84.327 orang yang masuk secara sukarela," kata Sri
Muardjo.
Garuda
Belum ada data pasti berapa jumlah perusahaan yang wajib Astek
di seluruh Indonesia. Direktur Astek itu mengakui, upaya
meng-Astek-an perusahaan memang belum lancar. Di kalangan
perusahaan pemerintah ternyata banyak yang belum masuk. PT
Garuda, misalnya. Memiliki sekitar 6.000 orang karyawan,
perusahaan penerbangan ini, hingga kini belum mengasuransikan
karyawannya. "Kami masih meneliti sistematika asuransi intern
kami. Hingga kini, pertanggungan yang kami berikan kepada
karyawan kami sudah cukup baik, jadi tak perlu masuk Astek,"
kata R.A.J. Lumenta, sekretaris perusahaan itu pada TEMPO.
Namun, ia menambahkan, perusahaan sedang menyesuaikan asuransi
yang mereka berikan pada karyawan dengan yang ditetapkan Astek,
"karena Astek itu kan proyek pemerintah," katanya.
Astek sendiri memang mengambil porsi iuran asuransi buruh yang
berpenghasilan kecil hingga tingkat direktur secara sama rata
(2«% upah). Karena iuran yang kecil itulah maka diharapkan, para
perusahaan, meskipun telah masuk asuransi komersial, juga dapat
menjadi anggota Astek. "Agar ikan besar dapat membantu ikan
kecil," kata Sri Muardjo sambil senyum. Dengan upaya tolong
menolong itu, menurut dia, hingga kini sudah diselesaikan 12.
045 kasus kecelakaan kerja, 2.287 kasus tabungan hari tua dan
16.390 kasus asuransi kematian. Semua kasus yang terjadi 1980
itu mengeluarkan uang Rp 3 milyar lebih.
Apakah Astek mempersempit ruang gerak perusahaan asuransi
komersial? Humas Asuransi Bumi Putera 1912 Sutarno tak melihat
demikian. "Kami saling isi mengisi. Dengan tekanan wajib,
masyarakat akhirnya mulai asuransi minded," katanya. Agaknya itu
pula yang mendorong Dirjen Bina Lindung untuk melancarkan
tekanan lebih keras pada perusahaan-perusahaan agar masuk
anggota Astek. "Tindakan lanjutan setelah pengadilan, bisa jadi,
meminta bantuan pimpinan departemen di mana perusahaan itu
bernaung," ujar Oetoyo. Yang dimaksudkannya adalah "sura izin
usaha perusahaan dapat dicabut jika tetap membandel."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini