Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MANAJEMEN PT Kemilau Bintang Timur baru saja merampungkan presentasi, Rabu sore pekan lalu. Di depan tim juri, salah satu calon investor PT Dipasena Citra Darmaja ini mendedahkan rencananya mengelola perusahaan tambak udang raksasa di Lampung itu, jika mereka keluar sebagai pemenang tender.
Semula mereka yakin benar tak bakal jadi pecundang. Namun keyakinan ini berangsur surut ketika malam harinya bertiup kabar: Kemilau tak lolos seleksi akhir presentasi proposal teknis pengelolaan perusahaan udang eks milik Sjamsul Nursalim itu.
Benar saja, esoknya sebuah pengumuman terpampang di situs PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA)—penyelenggara tender. Pemenangnya adalah konsorsium Neptune, dengan harga penawaran Rp 688 miliar.
Konsorsium Neptune dimotori oleh PT Central Proteinaprima Tbk. (CP Prima), yang disinyalir kepanjangan tangan Charoen Pokphand Group, konglomerasi Thailand. Charoen pernah berniat masuk Dipasena pada Oktober 2005. Namun ketika itu ia dikalahkan Recapital Advisors.
Manajemen Kemilau kontan meradang. ”Kami terkejut,” kata Direktur Kemilau Heru Cahyono. ”Sebab, penawaran kami jauh lebih tinggi.” Harga yang diajukannya Rp 832 miliar. Masalahnya, kata seorang komisaris Kemilau, amplop harga penawaran mereka tak pernah dibuka.
Setelah ditelusuri pangkal soalnya, Kemilau memang tak lolos seleksi akhir. Itu sebabnya harga penawarannya tak dilirik lagi. ”Kami merasa dijegal,” kata Heru. Sebab, selain sudah mengantongi surat kesepakatan bersama dengan para petambak udang, masalah pendanaan pun tak jadi soal buat Kemilau.
Dua raksasa keuangan asal Amerika Serikat, JP Morgan dan Matlin Patterson, sudah menyatakan komitmennya untuk menyuntikkan dana sedikitnya Rp 1,7 triliun ke Dipasena. Pendanaan Kemilau pun ditopang oleh Fund Asia, yang dimotori Robby Djohan dan Hendro Martowardojo, kakak Agus Martowardojo, Direktur Utama Bank Mandiri.
Komitmen lainnya, Kemilau sanggup membayar gaji sekitar 8.000 karyawan Dipasena pada akhir Mei ini. Untuk menjamin pasokan energi, ia pun telah menggaet Medco Energi. Dengan sederet alasan itu, Kemilau mempertanyakan keputusan PPA. ”Kami legawa menerima kekalahan, asalkan ada penjelasan yang transparan,” ujar komisaris tadi.
Sekretaris Perusahaan PPA, Renny O. Rorong, membenarkan Kemilau tak lolos seleksi akhir. ”Mereka tidak mencapai bobot penilaian yang ditetapkan,” ujarnya. Penilaian akhir ini mencakup tiga aspek: profil perusahaan, komitmen pendanaan, dan rencana usaha. Meski begitu, ia tak menjelaskan faktor yang melemahkan Kemilau.
Yang jelas, katanya, penjurian dilakukan oleh PPA bersama tim independen yang beranggotakan Pradjoto, Chatib Basri, dan Made L. Nurdjana (Dirjen Perikanan Departemen Kelautan). Disaksikan pula oleh tim Kejaksaan Agung dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Soal tidak dibukanya amplop penawaran harga, Renny mengatakan bahwa Kemilau tak lolos seleksi akhir. ”Tahap itu harus dilalui dulu,” ujarnya. Semua peserta tender sejak awal sudah mendapat informasi adanya sejumlah tahap ini.
Semula ada empat calon investor yang siap bertanding. Namun Konsorsium Laranda (Filipina) dan Thai Royal (Thailand) tak lolos saringan. ”Laranda tak menyetorkan security deposit Rp 25 miliar, sedangkan Thai Royal tak mendapat dukungan dari induknya,” kata sumber Tempo.
Tinggallah Neptune dan Kemilau. Nah, dalam presentasi proposal teknis, menurut sumber Tempo di PPA, paparan rencana bisnis Kemilau tak cukup meyakinkan. Direktur Utama PPA, M. Syahrial, bahkan sempat mempertanyakan adanya perbedaan data dalam presentasi dan proposal yang diserahkan.
”Dari segi performance, Neptune pun jauh lebih baik, dan business plan-nya sangat detail,” kata sumber tadi. Itulah yang membuat nilai akhir Kemilau jeblok. ”Kesimpulan ini dihasilkan baik oleh tim penilai PPA maupun tim independen,” ujarnya.
Heru menampik kesimpulan itu. Alasannya, PT Kelola Mina Laut, yang semula merupakan induk Kemilau, sudah menggeluti bisnis hasil laut ini sejak 1994. Mohammad Nadjikh, pendiri Kelola, bahkan pernah dianugerahi penghargaan oleh pemerintah sebagai kontributor ekspor terbaik pada 2001.
Di jajaran komisaris Kemilau duduk pula anggota DPR Didik J. Rachbini dan mantan Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti. ”Kami pun sudah mendapat komitmen pembelian dari Red Chamber,” kata Heru.
Apa pun keberatan Kemilau, keputusan telah diambil. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, tender telah dilaksanakan menurut prosedur. Dan pemenangnya, kata Sri, ”Tidak hanya ditentukan oleh harga penawaran.” Jika begitu, penjelasan yang transparan kini ditunggu.
Metta Dharmasaputra, Anton Aprianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo