Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan pemerintah akan mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) perihal gugatan uji materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Gugatan itu diajukan Partai Buruh dan sejumlah serikat pekerja.
“Ya, tentu pemerintah akan mengikuti apa yang diputuskan oleh MK. Oleh karena itu, yang jangka pendek kan terkait pengupahan. Itu Kemenaker (Kementerian Ketenagakerjaan) berkomunikasi dengan pihak tenaga kerja buruh maupun dengan pengusaha,” kata dia saat ditemui di kantornya, Kemenko Perekonomian di Jakarta Pusat, pada Jumat, 1 November 2024.
Airlangga berkata bahwa pemerintah sudah paham komponen yang dipersoalkan, karena sebelumnya sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023. PP itu mengubah beberapa ketentuan dalam PP Nomor 36/2021 tentang Pengupahan. Peraturan itu mencakup perubahan atas ketentuan mengenai formula penghitungan upah minimum, serta penetapan dan pemberlakuan upah minimum.
Ia mengatakan saat ini pemerintah masih mempelajari amar putusan dan pertimbangan MK, kemudian akan segera melaporkan langkah selanjutnya. “Kalau dari pemerintah kan yang paling penting sekarang penentuan UMP. Jadi itu dalam waktu yang tidak terlalu lama, karena siklusnya masuk di November,” ujarnya.
Pada Kamis, 31 Oktober 2024, MK mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dkk terkait uji materiil UU Cipta Kerja. Sidang yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo mengabulkan pengujian konstitusional 21 norma dalam UU tersebut.
Sementara itu, satu pasal yang dimohonkan tidak dapat diterima, sedangkan permohonan selain dan selebihnya ditolak karena tidak beralasan menurut hukum.
Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Para pemohon mengajukan 71 poin petitum yang terdiri dari tujuh klaster dalil, yakni dalil mengenai penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), pekerja alih daya (outsourcing), cuti, upah dan minimum upah, pemutusan hubungan kerja (PHK), uang pesangon (UP), uang penggantian hak upah (UPH), dan uang penghargaan masa kerja (UPMK).
MK meminta pembentuk undang-undang, yakni DPR dan pemerintah, segera membuat undang-undang ketenagakerjaan baru dan memisahkannya dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
MK memberi waktu maksimal dua tahun kepada pembentuk undang-undang untuk merampungkan UU Ketenagakerjaan yang baru. MK juga mengingatkan agar pembuatan UU tersebut harus melibatkan partisipasi aktif serikat pekerja maupun buruh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor: Apindo Minta Pemerintah Kembali Berikan Insentif PPh 21 DTP untuk Menyelamatkan Industri Tekstil
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini