Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan membenarkan adanya surat ihwal perjanjian investasi PT Freeport Indonesia tertanggal 7 Oktober 2015 seperti disebut Sudirman Said. Namun, menurut Jonan, surat itu tak menjadi dasar pemerintah saat ini untuk memperpanjang kontrak operasional Freeport di Papua.
Baca juga: Sudirman Said Cerita Pertemuan Diam - diam Jokowi dan Freeport
"Surat-surat atau keputusan sebelumnya tidak dijadikan dasar lagi. Kalau dijadikan dasar tidak bisa dapat (divestasi) 51 persen," kata Jonan di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa malam, 20 Februari 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jonan menuturkan, surat yang diterbitkan di masa Sudirman Said yang kala itu menjabat menteri ESDM tidak relevan dengan keputusan pemerintah melanjutkan izin Freeport. Sebab, Jonan tak menjadikan surat bernomor 7522/13/MEM/2015 itu sebagai pertimbangan kelanjutan izin Freeport.
Jonan memastikan, izin Freeport kembali diberikan atas empat syarat dari Presiden RI Joko Widodo alias Jokowi. Keempat syarat itu antara lain pemerintah memperoleh 51 persen saham Freeport, pembangunan smelter, perubahan izin usaha pertambangan khusus operasi dan produksi dari kontrak karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dan penerimaan negara harus lebih besar.
"Kita start dari nol. Ya agak lama dua tahun, tapi dua tahun kan tidak gaduh. Yang gaduh itu kan yang komentar," ucap Jonan.
Jonan mengomentari pernyataan Sudirman Said soal latar belakang diterbitkannya surat 7 Oktober 2015 yang dituduh banyak pihak mengisyaratkan percepatan perpanjangan kontrak karya Freeport. Sudirman membantah telah berinisiatif menerbitkan surat itu, melainkan sudah atas perintah Jokowi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini