Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyampaikan sejumlah kelemahan dari skema pembiayaan proyek infrastruktur menggunakan surat utang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kelemahannnya, mohon maaf, Ibu, pembiayaan hanya diprioritaskan hanya untuk belanja modal dan belanja barang yang asetnya dimiliki oleh kementerian PUPR, jadi oleh K/L sendiri," ujar Basuki dalam konferensi video, Rabu, 20 Januari 2021. Adapun belanja untuk hibah kepada masyarakat atau pemerintah daerah, ujar dia, sangat dibatasi dan sangat selektif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Selain itu, fleksibilitas dari pembiayaan ini juga dinilai rendah. Contohnya, kata Basuki, untuk optimalisasi pemanfaatan sisa lelang atau realokasi perubahan lokasi atau paket perlu koordinasi tiga kementerian, yaitu PUPR, Bappenas, dan Kementerian Keuangan.
"Jadi cukup memakan waktu. Apalagi perencanaannya kan kurang baik, dan di lapangan ada hal yang perlu kita sesuaikan dan memerlukan koordinasi dari 3 kementerian," ujar Basuki.
Kendati demikian, Basuki mengatakan pembiayaan proyek infrastruktur menggunakan SBSN juga memiliki keunggulan, antara lain pekerjaan yang tidak selesai pada tahun berjalan dapat dilanjutkan ke tahun anggaran berikutnya dengan menambah pagu anggaran tahun berikutnya yaitu luncuran.
"Di sana kita bisa lihat pada 2015-2020, sejak 2018 kemarin selain pagu awal ada luncuran-luncuran, jadi ini akan lebih memberikan kepastian penyelesaian kegiatan atau proyek," tutur Basuki. "Pada dasarnya tidak dikenakan penghematan anggaran karena menggunakan rekening khusus, ini juga menjadikan kita lebih nyaman untuk kerja."
Keunggulan lainnya, kata Basuki, adanya mekanisme baru untuk optimalisasi proyek antar kegiatan. Dengan demikian, kualitas output menjadi lebih baik karena dilakukan monitoring dan evaluasi selain PUPR, juga oleh Bappenas dan Kemenkeu.
"Jadi lebih banyak pengawasnya, sehingga para Satker di PUPR akan lebih meningkatkan kehati-hatiannya, baik dari segi tata kelola maupun pekerjaan. Bukan berarti di luar SBSN kualitasnya jelek, tapi ini lebih dijaga kuakitasnya karena diawasi oleh banyak mata," ujar Basuki.
Ke depannya, Basuki merekomendasikan beberapa hal agar SBSN bisa menjadi alternatif pendanaan yang ;ebih baik. Pertama, ia mengusulkan pagu SBSN ditetapkan per program, bukan per kegiatan, dengan jangka waktu tertentu.
"Kalau saat ini pagunya masih pada level kegiatan itu yg menjadikan fleksibilitasnya lebih rendah atau lebih rigid dari DIPA reguler," ujar Basuki. Ia juga mengusulkan alokasi SBSN dapat digunakan kembali untuk kegiatan yang lain dalam rangka peluncuran proyek utama.
Dengan demikian, kalau ada sisa lelang, dana tersebut bisa dipakai untuk sesama pekerjaan SBSN di tempat lain. "Sehingga masih bisa mempercepat penyerapan dan penyelesaian proyek," tuturnya. Ia pun mengusulkan adanya satu rekening khusus per unit organisasi pengelola SBSN.
Saat ini sejumlah proyek di Ditjen Sumber Daya Air dan Ditjen Bina Marga telah dibiayai oleh surat utang SBSN. Basuki mengatakan proyek di kementeriannya mulai ada yang dibiayai surat utang tersebut sejak 2015.