Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno menyatakan tidak mempermasalahkan utang yang dimiliki perusahaan pelat merah. Dia mengatakan utang yang dimiliki perusahaan adalah hal yang wajar untuk pengembangan usaha.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Kalau tidak berutang kita tidak bisa mengembangkan usaha. Tidak ada perusahaan, lihat saja di dunia yang tidak berutang kemudian membesar,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Rini Soemarno mengatakan prihatin banyak pihak yang mempersoalkan masalah utang ini. “[Belakangan] 'ngenes' gitu ngedenger-nya [soal pembahasan BUMN banyak utang], apa masalahnya punya utang? selama kita melakukannya dengan baik, dengan rasio yang benar, bertanggung jawab, dan betul-betul dimanfaatkan untuk hal produktif. Itu yang saya jaga,” ujarnya di Jakarta, Minggu, 9 Desember 2018.
Rini menjelaskan bahwa utang BUMN tidak menjadi masalah selama digunakan untuk membesarkan perusahaan. Namun, kalkulasi harus dilakukan dengan benar termasuk return on investment.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin, 3 Desember 2018, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyampaikan total utang yang dimiliki oleh perseroan pelat merah Rp 5.271 triliun per kuartal III/2018. Jumlah tersebut naik 9,13 persen dari Rp 4.830 triliun pada akhir 2017.
Dari jumlah utang Rp 5.271 triliun, total Rp 4.478 triliun berasal dari 10 perseroan pelat merah. BUMN yang masuk ke dalam daftar 10 teratas yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Pertamina (Persero), PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk., PT Taspen (Persero), PT Waskita Karya (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., dan PT Pupuk Indonesia (Persero).
BISNIS