Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Berburu Laba Setelah Merger Angkasa Pura

Angkasa Pura Indonesia mengejar pendapatan dari bisnis non-penerbangan. Porsinya diharapkan lebih besar dari bisnis penerbangan.

11 September 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kementerian Badan Usaha Milik Negara resmi menggabungkan PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II menjadi PT Angkasa Pura Indonesia atau Injourney Airports, Senin, 9 September 2024.

  • Angkasa Pura Indonesia tidak hanya berorientasi pada pendapatan dari bisnis penerbangan, tapi juga non-aeronautika atau di luar layanan penerbangan.

KEMENTERIAN Badan Usaha Milik Negara (BUMN) resmi menggabungkan PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II menjadi PT Angkasa Pura Indonesia atau Injourney Airports, Senin, 9 September 2024. Perusahaan penyelenggara bandara itu kini berada di bawah holding BUMN, PT Aviasi Pariwisata Indonesia atau InJourney.

Rencana integrasi Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II telah bergulir pada masa pandemi Covid-19. Namun kebijakan tersebut harus tertahan karena pemerintah berfokus pada penanganan kondisi keuangan perusahaan akibat pandemi.

Rencana merger Angkasa Pura mencuat kembali pada Januari 2023 ketika Menteri BUMN Erick Thohir menjelaskan peta jalan atau roadmap BUMN fase kedua periode 2024. Kala itu, Erick mengatakan, pemerintah mencanangkan banyak aksi merger pada perusahaan pelat merah pada 2024. Salah satunya merger BUMN pengelola bandara tersebut. Menurut Erick, penggabungan Angkasa Pura menjadi salah satu agenda prioritas di kementeriannya. Dia mengambil contoh penggabungan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) dari empat perusahaan.

Adapun pada Desember 2023, uji coba merger Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II dimulai. Selama periode tersebut, InJourney melakukan proses penyelarasan standard operating procedure (SOP), sistem IT, sistem keuangan, hingga operasional bandara. Setelah resmi merger, Angkasa Pura Indonesia mengelola total 37 bandara di seluruh Indonesia. Angkasa Pura Indonesia sekaligus menjadi operator bandara nomor lima terbesar di dunia.

Merger ditargetkan menaikkan keuntungan secara signifikan karena model bisnis yang berubah. Di bawah perusahaan aviasi dan pariwisata InJourney, pendapatan perusahaan operasional bandara ini tidak hanya berorientasi pada bisnis penerbangan, tapi juga non-aeronautika atau di luar layanan penerbangan.

Direktur Utama InJourney, Dony Oskaria, mengatakan transformasi di sektor pengelolaan bandara menjadi keharusan untuk mengoptimalkan tatanan kebandarudaraan. Caranya bisa dengan menggali potensi sektor ekonomi, pariwisata, hingga logistik. Manajemen bakal mencontoh beberapa bandara di luar negeri, seperti Singapura, yang tidak hanya fokus pada transportasi, tapi juga membangun ekosistem bisnis lain.

Sebelumnya, sebagian besar pendapatan perusahaan didominasi dari bisnis penerbangan. “Tapi di awal (merger) ini kami berhasil meningkatkan non-aero revenue,” tuturnya dalam peresmian merger Angkasa Pura di kantor InJourney, Jakarta, Senin, 9 September 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hal senada diungkapkan oleh Faik Fahmi, bekas Direktur Utama Angkasa Pura I yang kini resmi menjadi Direktur Utama Angkasa Pura Indonesia. Wajah baru InJourney Airports diharapkan dapat meningkatkan pendapatan non-penerbangan. Menurut Faik, saat ini pendapatan dari bisnis penerbangan mencapai 60 persen, sedangkan dari non-penerbangan sebesar 40 persen. Idealnya justru sebaliknya. Pendapatan dari bisnis non-penerbangan 60 persen, sementara dari bisnis penerbangan 40 persen.

Pada Desember 2023, misalnya. Pendapatan aeronautika Angkasa Pura II mencapai Rp 6,3 triliun, sedangkan pendapatan non-aeronautika hanya Rp 5,59 triliun. Adapun pendapatan dari bisnis penerbangan Angkasa Pura I pada Desember 2023 mencapai Rp 5,34 triliun atau lebih besar daripada pendapatan non-penerbangan yang sebesar Rp 3,9 triliun.

Mengacu pada praktik industri kebandaraan internasional, ia mengatakan, kebanyakan porsi bisnis di luar penerbangan selalu lebih besar. Sehingga ke depan ia berharap bisa meniru hal tersebut. “Strategi yang kami lakukan melalui optimalisasi kegiatan non-aero di bandara, pemanfaatan area komersial, mengubah brand-brand menjadi lebih baik, penataan tenant, dan lain sebagainya,” ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengan model kelola bisnis itu, ditargetkan keuntungan naik signifikan atau lebih tinggi dibanding sebelum merger. Hingga akhir 2024, Angkasa Pura Indonesia menyasar pendapatan hingga Rp 20 triliun.

Rencana pengembangan tersebut juga disepakati Erick Thohir. Di beberapa negara, ia berujar, memang bandara juga menjadi pusat aktivitas masyarakat. “Jadi, bukan hanya traveling, tapi juga kehidupan yang lain. Nanti kita akan perbaiki model bisnis, income-nya seperti saat ini,” katanya.

Selain menargetkan peningkatan pendapatan, Erick memastikan penggabungan tidak akan mengurangi karyawan. “Isu lay-off tidak ada,” ujarnya.

Erick yakin tidak akan ada pemangkasan pekerja karena sudah berpengalaman melakukan perampingan perusahaan pelat merah sebelumnya. Ia menceritakan penyatuan empat perusahaan PT Pelabuhan Indonesia atau Pelindo menjadi hanya satu perusahaan, tanpa ada isu pemutusan hubungan kerja atau PHK.

Menteri BUMN Erick Thohir memberi keterangan pers saat peresmian InJourney Airports di gedung Sarinah, Jakarta, 9 September 2024. Dok. InJourney

Adapun, Fahmi Faik berujar, potensi untuk jenjang karier karyawan menjadi lebih luas lagi setelah merger. "Kami tidak mengurangi jumlah karyawan, tidak menurunkan kesejahteraan, yang terjadi hanya mungkin pergeseran lokasi tempat kerja, yang ini mau tidak mau harus terjadi," ujarnya.

Sebelumnya, serikat karyawan PT Angkasa Pura II atau Sekarpura II meminta penundaan merger perusahaan sebelum adanya penjelasan rinci dari pihak manajemen. Serikat karyawan meminta manajemen memberikan penjelasan soal keberlangsungan hubungan industrial dengan seluruh karyawan.

Ketua Umum Sekarpura II Aziz Fahmi Harahap mengatakan, pada dasarnya, serikat karyawan mendorong setiap tahap pengambilan keputusan dalam rencana penggabungan perusahaan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta berpegang pada prinsip-prinsip good corporate governance (GCG). Namun, setelah merger diresmikan, belum ada lagi tanggapan dari serikat karyawan.

Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PKS, Amin A.K., mengatakan peningkatan efisiensi mungkin saja menyebabkan pengurangan jumlah staf di kemudian hari. Karena itu, Kementerian BUMN diharapkan sudah menyiapkan rencana bisnis yang rinci dengan indikator keberhasilan yang jelas dan terukur.

Dengan perencanaan yang rinci seperti itu, sudah terpikirkan jalan keluar dari munculnya dampak efisiensi perusahaan. “Ke mana ribuan karyawan yang terkena dampak akan disalurkan, ke bisnis turunan apa dan di mana, itu harus dipetakan dengan jelas sejak awal,” ujarnya.

Amin menyatakan merger Angkasa Pura memungkinkan pengelolaan bandara yang lebih efisien, mengurangi duplikasi tugas, dan meningkatkan sinergi berbagai unit bisnis. Namun penggabungan seharusnya tidak memunculkan monopoli bisnis. “Terutama pada bisnis non-aero,” tuturnya.

Menurut Amin, perlu dipikirkan model kerja sama pengelolaan bisnis bandara dan kawasan sekitarnya dengan melibatkan swasta. Terutama kelompok UMKM dan unit bisnis lokal. Sehingga nantinya merger BUMN layanan bandara ini juga akan ikut mengerek perekonomian lokal atau daerah sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah.

Hal senada diungkapkan pengamat BUMN dari Datanesia Institute, Herry Gunawan. Ia menyarankan Angkasa Pura Indonesia berfokus pada bisnis non-penerbangan. "Seharusnya dikeluarkan dari InJourney," katanya.

Menurut Herry, selama ini pendapatan dari dua perusahaan Angkasa Pura sudah baik. Jangan sampai nantinya ada kerugian dari entitas lain, misalnya bisnis hotel, yang turut menurunkan kinerja perusahaan secara keseluruhan.

Herry juga mengungkit omongan presiden terpilih Prabowo Subianto, yang pernah merekomendasikan bisnis hotel keluar dari BUMN. Ia merekomendasikan bisnis Angkasa Pura Indonesia tidak bercampur dengan InJourney. Entitas bisnis di luar penerbangan, seperti retail dan tenant, menurut dia, seharusnya diserahkan kepada swasta dan UMKM.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Bagus Pribadi berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus