Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEREMPUAN itu turut berdesakan di antara pengunjung sebuah gerai telepon seluler di Roxy Mas, Jakarta, Rabu pekan lalu. Dengan bayi dalam gendongannya, tangan Linda sibuk memencet papan ponsel berdesain qwerty. Ia sedang menimbang barang yang hendak dibeli. ”Ditawarkan Rp 950 ribu,” kata Linda menyebut harga telepon merek Titan seri T 988 itu.
Untuk berburu telepon seluler tadi, warga Meruya, Kembangan, Jakarta Barat, itu ditemani dua saudaranya, Ani dan Wati. Menurut Ani, selain ada kerusakan, teleponnya tergolong jadul sehingga hendak diganti dengan model teranyar yang ada fitur untuk Facebook-an. Namun, karena kantongnya pas-pasan, pilihan pun jatuh pada merek yang harganya terjangkau.
Tipe pembeli seperti Ani ternyata banyak. Lihat saja gerai Titan yang tak lebih dari enam meter persegi tadi. Pengunjungnya tak surut-surut sesorean itu. Titan, dengan berbagai variasinya, dijual mulai Rp 300-an ribu hingga sejutaan rupiah. Produk asal Cina ini memang menjadi jawaban bagi mereka yang berkantong tipis.
Menurut Awi, salah satu koordinator pameran Titan Mobile, perangkat komunikasi asal Negeri Panda itu masuk Indonesia sejak tiga tahun lalu. Seperti telepon Cina lain, penjualan Titan melejit pada pertengahan 2009 seiring dengan meledaknya demam BlackBerry dengan desain qwerty. Gerai di Roxy itu mampu menjual hingga 150 unit sehari dan lebih dari 200 unit pada hari libur. Namun, kata Awi, ada faktor lain yang lebih menentukan, yaitu harga.
Nah, tahun ini konsumen akan makin dimanja karena harga produk Cina bakal kian murah. Sejak awal 2010, kesepakatan perdagangan bebas negara-negara ASEAN dengan Cina (ASEAN-China Free Trade Agreement) diberlakukan. Produk Cina tak lagi dikenai bea masuk 10 persen. ”Pasar makin ketat dan harga makin turun,” kata Henri Bachri, Promotion Manager PT Sarindo Nusa Pratama, pemegang merek telepon seluler D-One.
Ia yakin perdagangan bebas menambah gairah sektor telekomunikasi. Produk Cina membeludak bak air bah dan merajai telepon seluler kelas bawah. Sebenarnya, gejala ini terlihat sejak dua tahun lalu. Data Departemen Perdagangan memperlihatkan, pada 2008, telepon seluler merupakan produk Cina terbesar yang diimpor, senilai US$ 774 juta. Posisi itu tak bergeser pada tahun lalu, dengan nilai US$ 765 juta.
Tak hanya di Jakarta, telepon Cina menyebar ke seantero Nusantara. Pameran di sejumlah daerah menunjukkan hal itu. Misalnya pameran di Karebosi Link, Makassar, yang digelar akhir tahun lalu hingga malam tahun baru, yang laris manis. Di Surakarta, 15 merek dagang Cina telah bercokol di Matahari Communication Center. ”Kami juga sampai ke Sorong, Jayapura, dan Manado,” kata Henri.
Menurut Djatmiko Wardoyo, Presiden Direktur Cipta Multi Usaha Perkasa, selain didapat konsumen, berkah tiada tara juga diperoleh para importir. ”Margin itu yang akan menambah keuntungan,” katanya. Karena itu, di tahun Macan ini Djatmiko berencana turut memasarkan produk Cina. Selama ini, Cipta Multi, yang bergerak di jaringan retail telekomunikasi di bawah Global Teleshop, merupakan distributor besar untuk merek Nokia, BlackBerry, dan iPhone.
Menurut dia, langkah tersebut bakal ditempuh karena produk Cina telah menciptakan peluang baru di industri peranti keras telekomunikasi. Namun kelas yang tercipta tetap di level bawah. Sebab, satu-satunya kekuatan produk Cina adalah harga. Bila masuk ke produk di atas Rp 2 juta, ia yakin tak mampu bersaing.
Yang tak kalah senang dengan kerja sama antarnegara itu adalah operator telepon. Dalam dua tahun terakhir, para penyedia jasa komunikasi menjalin bisnis yang mesra dengan vendor seluler melalui paket-paket bundling-nya. Misalnya, satu alasan operator Axis memilih kerja sama dengan produk Cina, kata anggota staf pemasaran Axis, Untung, adalah harganya yang murah. Walhasil, peta persaingan sangat mungkin akan bergeser ke bawah. Sebaliknya, pasar produk mahal bakal kian tipis.
Muchamad Nafi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo