Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Momen

11 Januari 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perumahan
Skema Subsidi Diubah

Pemerintah berencana mengubah skema subsidi kredit perumahan. Dulu, subsidi diambil dari anggaran negara. Nantinya, dana diperoleh dari pasokan jangka panjang yang diambil dari dana badan usaha milik negara (BUMN) yang menganggur. Sistem yang rencananya dilaksanakan semester pertama tahun ini tersebut dipandang efektif untuk menurunkan beban cicil­an rumah.

Menurut Menteri Negara Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa, dana jangka panjang yang terkumpul pada tahap awal ditargetkan mencapai Rp 30 triliun. Ia mengaku sudah menjajaki kerja sama dengan beberapa BUMN, antara lain PT Jamsostek, PT Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri, serta Badan Pertimbangan Tabung­an Perumahan, untuk proyek ini.

Dana menganggur dari BUMN yang terlibat proyek ini diguna­kan sebagai dana jangka panjang untuk membangun perumahan. “Jika digabungkan dengan pendanaan bank swasta, bunga kreditnya bisa dibagi dua sehingga lebih murah,” katanya di kantor majalah Tempo pekan lalu.

Suharso menambahkan, skema baru ini menggunakan bunga patokan. Hal ini berbeda dengan skema lama, yang menggunakan bunga pasar, yang berdampak cicilan tetap tinggi sekalipun sudah dibantu subsidi negara Rp 3 triliun.

Ekonomi Makro
Bunga Acuan 6,5 Persen

Bank Indonesia masih mempertahankan suku bunga acuan 6,5 persen pada tahun ini. Menurut Pejabat Sementara Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution, angka itu masih konsisten dengan pencapaian sasar­an inflasi tahunan. “Kami memperkirakan inflasi 2010 mencapai 5 persen plus-minus 1 persen. Pada semester pertama, risiko tekanan inflasi belum akan muncul dan tingkat bunga itu masih kondusif,” katanya di Jakarta pekan lalu.

Darmin yakin tingkat bunga acuan ini akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 5,5 persen. Dengan acuan ini, kredit diperkirakan akan tumbuh 17-20 persen.

Kehutanan
Sembilan HPH Dicabut

Mengelola hutan memang tak gampang. Salah-salah berbuat, izin langsung dicabut. Pekan lalu, pemerintah mencabut hak pengusahaan hutan (HPH) sembilan perusahaan di wilayah Riau, Kalimantan Selatan, Sumatera Barat, Sulawesi Barat, Kalimantan Timur, dan Gorontalo.

Kesembilan perusahaan itu adalah PT Riau Putra Bersama, PT Nanjak Makmur, PT Dexter Kencana Timber, dan PT Rokan Permai Timber di Riau, Inhutani II di Kalimantan Selatan, Koperasi Andalas Mandiri di Sumatera Barat, Per­usahaan Nasional Hayam Wuruk di Sulawesi Barat, Dharma Satria Nusantara di Kalimantan Timur, dan Acrisindo Utama di Go­rontalo.

Menurut Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutan­an Hadi Daryanto, alasan pencabutan izin bermacam-macam, di antaranya mene­lantarkan area HPH, me­ngontrakkan lahan HPH ke pihak lain, menjual saham mayoritas tanpa persetujuan pemerintah, atau alpa membayar provisi sumber daya alam dan dana reboisasi.

Saat ini pun, kata Hadi, ada 36 perusahaan lain yang terancam dicabut izinnya. Perusahaan-perusahaan itu sudah mendapat per­ingatan sejak Oktober lalu dan se­gera dieksekusi bulan ini.

Listrik
Tarif Dasar Tak Naik

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menjamin tak ada kenaikan tarif dasar listrik setidak­nya hingga Oktober tahun ini. Sebab, Perusahaan Listrik Negara belum bisa menjamin pasokan yang stabil. “Tarif dasar listrik tak akan naik di saat kondisi masih byar-pet seperti sekarang,” katanya di Jakarta pekan lalu.

Pemerintah, kata Hatta, menargetkan krisis listrik bisa teratasi pada Oktober mendatang. Kenaikan tarif listrik dimungkinkan jika kondisi krisis ini sudah ter­atasi. Untuk menjamin pasokan daya, Hatta meminta Perusahaan Listrik Negara menambah jaringan, memperkuat sistem distribusi, serta membangun gardu induk tegangan tinggi. “Agar upaya ini berjalan, butuh dana hingga Rp 31 triliun,” ujarnya.

Rencananya, kebutuhan dana ini dipasok dari anggaran negara dan kenaikan margin usaha PLN. Margin usaha yang akan ditambah dari 5 persen menjadi 8 per­sen bakal menghasilkan pinjaman hingga Rp 21 triliun. Sisa kebutuhan Rp 10 triliun dipasok anggaran negara berupa penyertaan modal.

Infrastruktur
Penjamin Proyek Infrastruktur Didirikan

Pemerintah meresmikan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII), lembaga penjamin proyek infrastruktur, di Jakarta pekan lalu. Perusahaan ini akan melengkapi kerangka instrumen keuangan yang mendukung kerja sama pemerintah dan swasta di bidang infrastruktur.

Direktur Barang Milik Negara II Arif Baharudin mengatakan PII didirikan untuk menekan biaya pinjaman pada proyek infrastruktur kerja sama peme­rintah-swasta. “Diharapkan juga dapat membantu pemerintah dalam mengelola risiko fiskal,” katanya dalam keterangan tertulis.

Sebelumnya, Departemen Keuangan membentuk PT Sarana Multi Infrastruktur untuk penyediaan dana land capping dan dana bergulir pembebasan tanah. Untuk PT PII, Arif mengatakan pemerintah telah memberikan penyertaan modal Rp 1 triliun. PII pun akan dikelola sebagai badan usaha milik negara dan dipimpin Sinthya Roesly, yang sebelumnya menjadi salah satu deputi direktur di PT PLN.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus