BISNIS kecil para penjual bakso tampaknya akan semakin kecil. Soalnya, semakin banyak pengusaha bermodal kuat yang terjun di bisnis mi instan. Salah satu pendatang baru adalah PT Saritama Tunggal, yang bermarkas di Sidoarjo, Jawa Timur. Dari pabriknya seluas 2,5 hektare, Mei lalu perusahaan ini meluncurkan mi instan dengan merek Sui Mie. Untuk itu, ditanamkan investasi senilai Rp 7,5 miliar dengan target produksi 385 ton mi per tahun. Saritama terhitung berani. Soalnya, dominasi Grup Salim di sektor mi instan sudah teramat kuat. Ia tak hanya menguasai industri hilir (70% pasar mi instan di tangan konglomerat ini), tapi juga menggenggam hulunya. Dengan hulu dan hilir di tangan, produksi mi Grup Salim jadi lebih efisien. Menghadapi situasi semacam itu, apakah Saritama akan mampu menciptakan segmen pasarnya sendiri? ''Pokoknya, dalam lima tahun kami sudah pulang pokok,'' kata Goh Sugiarto, Manajer Umum Saritama Tunggal. Alasannya, pertumbuhan pasar mi instan sebesar 20% setahun masih membuka peluang bagi Saritama. Namun, agar tidak berbenturan dengan Salim, Saritama menawarkan mi yang agak lain, yakni mi goreng dan sup ayam ala Jawa. Selain itu, agar tak tersikut oleh Indomie dan Supermie yang kini merajai pasar, Sui Mie akan dijual dengan harga yang cukup bersaing, hanya Rp 300 per bungkus. Harga ini jelas tak lebih mahal dari harga yang ditawarkan para penjaja bakso pikulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini