Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Minat Konsumsi Tinggi, KKP Kembangkan Budidaya Tilapia di Papua

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyebutkan produksi tilapia atau ikan nila akan terus digenjot.

24 Maret 2023 | 12.52 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah mengembangkan budidaya ikan nila atau tilapia di Papua. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Tebe Haeru Rahayu mengatakan langkah tersebut merupakan salah satu upaya meningkatkan produksi perikanan budidaya nasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Selain karena ketersediaan lahan, minat konsumsi ikan nila di Papua juga tinggi," ujar Tebe, dikutip lewat keterangan tertulis pada Jumat, 24 Maret 2023. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurutnya, Papua mempunyai potensi lahan sangat luas, termasuk di Jayapura. Sehingga, cocok untuk pengembangan budidaya ikan nila. Selain itu, dia menilai minat konsumsi ikan nila masyarakat Papua sangat tinggi.

Tebe pun berharap upaya ini mampu meningkatkan produksi dan ekonomi di Jayapura dan Papua pada umumnya. Dia berujar pengembangan budidaya ikan nila di Papua ini diharapkan mampu mendukung peningkatan produksi budidaya ikan nila nasional yang ditargetkan mencapai sekitar 2 juta ton di tahun 2023. 

Menurut Tebe, budidaya ikan nila di Papua juga mampu memenuhi permintaan pasar terhadap komoditas ini yang juga meningkat. Selain untuk konsumsi lokal, ia menjelaskan ikan ini juga merupakan komoditas ekspor terutama ke Amerika Serikat, yang diekspor dalam bentuk fillet.

Lebih lanjut, Tebe menambahkan bahwa saat ini bisnis budidaya ikan nila masih menjadi salah satu bisnis yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Pasalnya, pengelolaan budidaya yang relatif mudah. Komoditas ikan nila, kata dia, juga sangat diminati masyarakat dan memiliki daya tahan yang baik terhadap penyakit.

Ia berujar ikan nila termasuk ikan yang kuat terhadap serangan penyakit dengan masa pemeliharaan hanya tiga sampai dengan empat bulan. "Makanya komoditas ini sangat cocok untuk menjadi usaha dan bisnis budidaya di masyarakat, karena sangat menjanjikan dan peluang menghasilkan keuntungan lebih besar” ujarnya.

Adapun berdasarkan trademap tahun 2021, ia menuturkan Indonesia berada di posisi ke lima sebagai negara pengekspor produk ikan nila di pasar global. Karena itu, KKP menyatakan ikan nila akan menjadi prioritas untuk terus kami kembangkan, selain udang dan komoditas lainnya. 

Selanjutnya: Budidaya Tilapia juga untuk kebutuhan ekspor

Pengembangan budidaya ikan nila, menurutnya, bukan hanya untuk kebutuhan dalam negeri tapi untuk ekspor. Hal tersebut ditunjang potensi lahan, tenaga kerja, teknologi budidaya yang tersedia dan telah dikuasai, serta tersedianya jaminan mutu, dan produksi. 

Sementara itu, Kepala Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Tatelu, Christian Maikel Eman menjelaskan keunggulan budidaya ikan nila sistem bioflok yang digunakan di Papua, antara lain padat tebar yang lebih tinggi bisa mencapai 100 ekor per meter kubik. 

Sehingga, dia memperkirakan hasil panen bisa lebih banyak. Adapun FCR budidaya ikan nila sistem bioflok 0,8-1. Pada sistem biasa 1,3-1,5, ada efisiensi penggunaan pakan serta efisiensi lahan. “Konsep budidaya ikan nila sistem bioflok dinilai pas dan tepat untuk diterapkan di tanah Papua,” katanya.

Sampai dengan saat ini, KKP mengaku telah memberikan bantuan unit mesin pakan ikan mandiri dan budidaya ikan nila sistem bioflok serta penyediaan benih unggul. Selain itu, untuk mempercepat terwujudnya kesuksesan pengembangan budidaya ikan nila sistem bioflok, KKP juga memberikan pendampingan teknologi oleh tenaga ahli yang didatangkan dari BPBAT Tatelu dan juga bantuan penyuluh.

Ketua Kelompok Pembudidaya Ikan Nila Sistem Bioflok, Pokdakan Raliyauw, Frans Pouw mengungkapkan keuntungan sistem bioflok, yakni perawatannya yang mudah. Menurut dia, proses pasca panennya juga mudah dan bisa menghemat pakan. 

Pokdakan berujar dalam satu kolam bioflok, ia bisa menebar 1.000 ekor dan ditargetkan panen 250 kilogram per siklus per kolam. "Atau dengan menerapkan sesuai apa yang diajarkan, kami menargetkan bisa berhasil panen ikan nila sebanyak 2 ton dari delapan kolam per siklus," ujarnya. 

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono menyebutkan produksi tilapia atau ikan nila akan terus digenjot, mengingat besarnya permintaan pasar internasional terhadap komoditas perikanan tersebut.

Karena itu, Trenggono menyatakan akan fokus pada komoditas yang berorientasi ekspor berbasis komoditas unggulan di pasar global. Di antaranya, udang, lobster, kepiting, rumput laut dan nila.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus