INFLASI pada Maret 1979 ini ternyata hanya sampai 0,6%,
tingkat terendah sejak Juni 1978. Tapi inflasi untuk seluruh
tahun anggaran 1978/79 toh mencapai 11,8%. Ini lebih tinggi dari
10,1% yang dicapai selam tahun anggaran sebelumnya. Sekalipun
demikian, sebagian besar inflasi itu terjadi sesudah adanya
devaluasi rupiah pada Nopember lalu. Artinya, selama lima bulan
terakhir ini saja inflasi sudah berlari mencapai 9,3%.
Untuk tahun anggaran 1979/1980 yang dimulai 1 April lalu,
prospek inflasi nampaknya tidak lebih baik dari tahun anggaran
yang baru lewat. Di samping prose kenaikan harga-harga masih
terus berlangsung sesudah Kenop-15, maka kenaikan harga BBM yang
akhirnya diumumkan Rabu malam pekan lalu, tak urung telah ikut
menaikan harga barang-barang konsumsi di pasar. Sekalipun
kenaikan tarip angkutan sebelumnya sudah memperhitungkan
kenaikan harga BBM, yang terjadi di pasaran adalah sebaliknya:
harga-harga baru timbul sesaat setelah diumumkannya kenaikan BBM
itu. Dan yang agak menyolok adalah harga minyak tanah pikulan
yang beberapa hari sebelum dinaikkannya harga BBM sudah memang
harga baru: Rp 35 per liter, naik Rp 10. Di beberapa tempat
memang ada yang menjual Rp 30 seliter, sekalipun di daerah yang
dianggap 'gedongan', orang berani saja membeli dengan Rp 40
perliter.
Di bidang industri efeknya pasti akan terasa juga. Ambil saja
semen, yang "40% dari biaya produksinya berasal dari minyak dan
listrik," kata serang manajer PT Semen Cibinong. Selain
industri yang memakai BBM, adalah PLN sendiri yang diduga akan
cepat melakukan penyesuaian pula. Sebab untuk membangkitkan
tenaga listrik (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel), dibutuhkan
minyak diesel yang kini naik 36,4%.
Matematika Subroto
Tapi, seperti kata Presiden Soeharto pekan lalu, dengan rasa
berat pemerintah akhirnya harus menyesuaikan harga BBM dalam
negeri, sesudah selama tiga tahun dipertahankan. Kenaikannya,
sesuai dengan asas pemerataan, berkisar antara 36% dan 56% untuk
berbagai jenis bahan bakar. Tapi karena jenis yang paling banyak
memakan subsidi -- minyak tanah -- tidak mengalami perobahan,
maka bisa dipastikan pemerintah masih akan mengeluarkan subsidi
BBM untuk tahun anggaran ini.
Berapa jumlah subsidi itu bisa dihitung dari matematika Menteri
Pertambangan dan Enerji Subroto, yang dikemukakan sehari sesudah
kenaikan harga BBM diumumkan. Subroto mengatakan, seandainya
harga BBM tak dinaikkan, pemerintah harus mengeluarkan subsidi
sebanyak Rp 613 milyar. Padahal dalam APBN 1979/1980 pemerintah
hanya mampu mengeluarkan Rp 220 milyar. Dan "walaupun kini
harga BBM sudah dinaikkan, pemerintah masih harus menambah
subsidi sekitar Rp 200 milyar lagi di samping subsidi yang sudah
disediakan dalam APBN sekarang," kata Subroto.
Kalau ini benar, maka kenaikan harga BBM yang sekarang hanya
akan menutup Rp 197 milyar, atau sepertiga dari jumlah subsidi
yang harus ditanggung seandainya harga BBM tak dinaikkan. Dan
itu bisa terjadi karena harga resmi minyak tanah tak dinaikkan
alias tetap Rp 18 seliternya. Tahun lalu subsidi minyak tanah
mencapai Rp 117 milyar untuk konsumsi 6,6 juta ton, atau subsidi
Rp 18 per liternya.
Sudah Meroket
Kalau harga pokok minyak tanah naik sama dengan kenaikan harga
minyak impor yang 9%, seperti diputuskan sidang luar biasa OPEC
di Jenewa baru-baru ini, dan kalau konsumsi minyak tanah akan
naik 13% seperti yang terjadi selama ini, berarti subsidi untuk
minyak tanah sedikitnya akan mencapai Rp 216 milyar. Ini bila
minyak mentah yang diproses untuk membuat minyak tanah
seluruhnya datang dari impor. Tapi yang pasti, seperti tulis
Hadi Susastro dari CSIS (lihat: Lima Dilema Buat BBM), harga
minyak tanah di pasaran dunia sudah meroket mencapai 686% lebih
tinggi dari harga penjualan di dalam negeri.
Kemampuan pemerintah untuk menambah subsidi BBM sebanyak Rp 200
milyar dari yang sudah disediakan pada APBN, dimungkinkan karena
adanya perkembangan penting lainnya pada minggu yang sama Harga
minyak ekspor Indonesia rata-rata naik 13% dari harga kwartal
pertama 1979. Kalau penerimaan minyak pada APBN 1979/ 1980
didasarkan atas harga minyak kwartal satu -- yang hanya naik
sekitar 2,6% dari harga Desember 1978 -- maka penerimaan minyak
pada APBN sekarang ini berarti akan bertambah dengan sekitar Rp
435 milyar. Itu cukup untuk menutup tambahan Rp 200 milyar
subsidi BBM dalam negeri, bahkan pemerintah masih punya
kelebihan Rp 35 milyar sebagai tambahan netto dari kenaikan
harga ekspor minyaknya.
Dan untuk neraca pembayaran kenaikan harga minyak ini berarti
tambahan devisa sekitar US$ 790 juta. Tapi ini tentunya dengan
syarat kalau semuanya akan berjalan dengan baik. Perkembangan
terakhir menunjukkan beberapa hal yang masih cukup
mengkhawatirkan. Ekspor Indonesia untuk 1978 boleh dikatakan
mandeg dibanding dengan ekspor 1977, bahkan ekspor minyak
merosot 4%, menjadi US$ 6,89 milyar.
Ini menunjukkan ekonomi dunia belum ramah untuk ekonomi
Indonesia. Malahan dengan kenaikan harga minyak seperti yang
diputuskan OPEC baru-baru ini, ekonomi dunia akan mengalami
lebih banyak masa-masa sulit. Ekonomi negara industri akan makin
mendapat tekanan. Impor minyak MEE akan naik dengan US$ 5
milyar, dan kenaikan yang sama diperkirakan akan dialami AS dan
Jepang. Tekanan seperti ini akan menyebabkan negara industri
melakukan hal-hal yang ditakuti negara lain proteksionisme, dan
pengurangan impor dari negara-negara berkembang termasuk
Indonsia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini