Membeli mobil masih tetap harus pesan. Ada yang harus menunggu setahun lebih. Katanya, akan kembali normal 10 bulan lagi. Siapakah konsumen mobil kita? PEMBELI mobil memang tak semudah membeli pisang goreng. Tapi kalau konsumen membeli sekarang, dan mobilnya baru diperoleh setahun kemudian, agaknya itu jarang terjadi. Tapi inilah yang terjadi sejak awal tahun ini. Lihat, misalnya, pameran Astra 2000 di Glodok Plaza, antara lain memamerkan Corolla GTI -- iklannya sudah muncul di berbagai media beberapa bulan terakhir, hampir secara terus-menerus -- akhir Agustus lalu. Kalau mau pesan sekarang, ucap petugas stan di sana, barangnya baru bisa diperoleh Desember tahun depan. Permintaan memang tetap jauh lebih tinggi dibanding dengan pemasokan oleh produsen perakit. Sementara itu, sesuai dengan hukum pasar, harga pun terus meroket tanpa dapat dibendung. Dan itu masih terjadi hingga sekarang. Bahkan beberapa produsen yang dihubungi TEMPO memperkirakan, keadaan seperti ini jal-an terus berlangsung hingga tahun depan. Bagi peminat Daihatsu Classy, sedan yang baru diperkenalkan dua bulan lalu, misalnya, pesanan terpaksa baru bisa dipenuhi paling cepat satu dua bulan ini. Begitu pula konsumen Mazda Astina, mereka harus mau antre hingga Januari tahun depan. Sedang peminat BMW, sedan yang sedang "ngetrend" di kalangan top eksekutif, harus mau menunggu sampai empat bulan kemudian. Menurut Soebronto Laras, Presdir Grup Suzuki yang menjadi Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), permintaan sedan tetap paling tinggi (dibanding truk dan kendaraan niaga). Sepanjang delapan bulan pertama di tahun ini, ujar Soebronto, penggemar mobil sedan naik 70% dibanding permintaan pada periode yang sama tahun lalu. Setelah sedan, yang juga menjadi rebutan adalah truk. Kendaraan yang cukup vital dalam menunjang kegiatan ekonomi ini pun ikut menghilang dari pasaran. Saat ini, kata Soebronto, pengusaha yang ingin membeli truk harus menunggu hingga saat pengiriman tiga bulan kemudian. Memang, untuk memenuhi permintaan, April lalu, Pemerintah telah membuka keran impor truk built up, yang selama ini menjadi barang tabu. "Tapi itu perlu waktu," kata Soebronto. Jarak antara masa pemesanan dan pengiriman paling tidak membutuhkan waktu empat sampai lima bulan. Makanya, awal pekan lalu Pemerintah menurunkan bea masuk impor truk jadi, dari 15-% menjadi 0-%, walaupun tetap saja kebijaksanaan itu baru akan terealisasi bulan September ini. Suara senada dikemukakan Edwin Soeryadjaya, Wakil Presdir Astra International, grup terbesar yang menguasai 48-% pasar mobil Indonesia. Menurut Edwin, melonjaknya permintaan truk tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di berbagai negara berkembang lainnya. Akibatnya, pesanan Astra menjadi tersendat, "dan kami terpaksa mengimpor truk Toyota dari India," katanya. Yang paling menarik dari ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran ini adalah melonjak-lonjaknya harga jual yang tidak seragam. Bahkan sudah sejak awal tahun muncul yang namanya harga bayangan alias harga calo. Simak saja harga sedan seperti Mercy 300 E, yang Juni lalu harganya didongkrak 5%, sehingga konsumen berkantung teb-al yang meminatinya kini harus merogoh kocek Rp 226 juta. Itu belum termasuk bea balik nama -- biasanya 10% dari harga jual. Tapi ingat, itu bukan satu-satunya harga. Di tingkat show room muncul harga-harga bayangan yang cukup mengejutkan. Mazda Astina, yang berharga resmi Rp 60 juta on the road, misalnya. Di tangan calo, produk terakhir dari Suzuki Group ini melejit menjadi Rp 65 juta. "Itu pun untuk delivery bulan depan," kata seorang pedagang mobil di Pecenongan. Yang lebih gila adalah- harga bayangan truk. Lihat- saja Hino. Di pasar "gelap" harganya mencapai Rp 70- juta (kosong). Artinya, Rp 12 juta lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga resminya yang Rp 58 juta. Panen? Sudah pasti, kendati situasi s-perti ini lebih banyak dinikmati oleh kalangan pedagang mobil eceran. "Mereka kan pakai hukum dagang. Masa, ka-mi harus melarang. Cuma memang ini truk boleh dibiarkan lama-lama, sebab konsumen juga yang akan rugi," ucap Edwin. Tapi Soebronto mengingatkan, permintaan yang terjadi saat ini merupaka-n pasar abnormal. Dan akan kembali normal jika para perakit sudah mampu menaikkan produksinya (6 sampai 10 bulan lagi). Seperti yang akan dilakukan Toyota, yang akan menaikkan produksinya mulai bulan depan, dengan menambah jadwal kerja--nya dari satu menjadi dua shift sehari. Siapakah konsumen pasar mobil itu? "Itu tergantung jeni-s mobilnya," ujar Hartono, penyelia promosi Indomobil Niaga Internasional, yang memasarkan merek Suzuki, Mazda, Volvo, dan Nissan. Maksudnya, mereka yang baru pertama kali memiliki mobil kebanyakan membeli Suzuki Carry atau Katana. Sementara itu, kelas di atasnya, seperti Forsa, "dibeli konsumen yang ingin menambah mobilnya atau yang ingin ganti status," ujar Hartono. Walaupun pertumbuhan ekonomi telah menambah jumlah konsumen mobil, persentase pembeli baru -- pertama kali membeli mobil --jumlahnya tidak banyak. Lihat saja pembelian mobil jenis Kijang keluaran Astra, misalnya. Menurut George Pattian, Manajer Promosi Toyota Astra, hampir 40% pembelinya adalah mereka yang sudah memiliki sedikitnya sebuah mobil. Sebanyak 47% adalah mereka yang ingin mengganti mobilnya. Sisanya, 14%, adalah mereka yang membeli mobil pertama kalinya. Adakah ini menunjukkan konsumen mobil orangnya masih itu-itu juga? Bisa jadi. Yang pasti, kelompok pemilik mobil jumlahnya bertambah, walaupun harus melalui antrean panjang. Budi Kusumah, Yopie Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini