Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TRANSPORTASI
Toyota Terancam Denda
PEMERINTAH Amerika Serikat akan mendenda Toyota Motor Corp., Jepang, US$ 16,4 juta (sekitar Rp 149 miliar). Ancaman denda itu diajukan lantaran Toyota dinilai menyembunyikan kerusakan pedal gas dan menunda-nunda penarikan produk yang cacat (recall). Menteri Transportasi Amerika Ray LaHood, seperti dilansir kantor berita Reuters pekan lalu, mengatakan Toyota lalai memberi tahu kerusakan pedal gas kepada para distributor.
Sesuai dengan aturan pemerintah Negeri Abang Sam itu, pabrikan wajib memberi tahu distributor soal kerusakan paling lambat lima hari setelah cacat diketahui. “Kami memiliki bukti Toyota tak memenuhi kewajiban itu,” katanya. Dokumen yang diperoleh pemerintah Amerika menunjukkan kasus pedal gas itu sudah diketahui Toyota sejak September 2009. Tapi Toyota baru me-recall mobil pada Januari lalu. Akibat kasus ini, muncul sekurang-kurangnya 135 tuntutan hukum atas Toyota yang dilayangkan rakyat Amerika.
PASOKAN GAS
Empat Skenario Donggi-Senoro
PEMERINTAH tengah mematangkan empat skenario penjualan dan alokasi gas dari ladang Donggi-Senoro, Sulawesi Tengah. ”Wakil Presiden Boediono akan membawa permasalahan ini kepada Presiden,” kata Yopie Hidayat, juru bicara Wakil Presiden, di Jakarta pekan lalu.
Skenario pertama, gas dari lapangan Donggi-Senoro sebagian besar diekspor dan sisanya untuk kebutuhan industri di dalam negeri. Dalam opsi ini, pendapatan pemerintah bisa mencapai US$ 6,4 miliar. Kedua, seluruh penjualan gas dari ladang Donggi-Senoro diekspor dan pemerintah akan mendapatkan US$ 5,7 miliar. Ketiga, semua gas dialokasikan ke industri dalam negeri. Konsekuensinya, negara hanya memperoleh US$ 2,5 miliar. Keempat, gas alam cair yang diekspor dikurangi, jatah pemerintah akan mencapai US$ 5 miliar.
Proyek Donggi-Senoro yang dikelola PT Medco E&P Indonesia, PT Pertamina, dan Mitsubishi Corp. ini sudah lama terkatung-katung. Pemerintah bimbang memutuskan alokasi produk gas itu. Sebagian anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan industri di dalam negeri mendesak agar gas dialokasikan untuk kebutuhan dalam negeri. Terlebih lagi, pasokan gas untuk industri dalam negeri bakal minus hingga lima tahun ke depan. PT PLN (Persero), misalnya, meminta ada alokasi gas 200 juta kaki kubik per hari untuk pembangkit listrik Muara Tawar.
Presiden Direktur Medco E&P Lukman Mahfoedz mengatakan perusahaannya masih menunggu persetujuan akhir pemerintah. ”Kami masih menunggu,” katanya kepada Tempo di Jakarta pekan lalu.
EKONOMI MAKRO
Bunga Acuan Dipertahankan
RAPAT Dewan Gubernur Bank Indonesia pekan lalu mempertahankan BI Rate (suku bunga acuan) 6,5 persen. Pejabat Sementara Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan keputusan itu diambil setelah mempertimbangkan hasil evaluasi kinerja ekonomi selama triwulan pertama 2010 dan kajian prospek ekonomi ke depan. ”Bunga acuan itu juga konsisten dengan sasaran inflasi tahun ini dan tahun depan sebesar 5 persen,” katanya.
Dewan Gubernur Bank Indonesia, kata dia, memperkirakan laju inflasi sepanjang semester pertama tahun ini masih cukup terkendali. Bahkan dia optimistis inflasi tahun ini cenderung berada di bawah 5 persen. ”Untuk menekan inflasi, kami berkoordinasi dengan tim pengendali inflasi di pusat dan daerah.”
Ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan mengatakan, dalam kondisi normal seperti sekarang, imbal hasil surat utang negara jauh lebih penting bagi investor dibanding suku bunga acuan bank sentral. Tapi dia mengingatkan ada kemungkinan suku bunga global naik pada akhir tahun ini atau awal tahun depan. ”Ke depan BI Rate mungkin bisa naik,” ujarnya.
PERTANIAN
Harga Pupuk Naik
PEMERINTAH menetapkan harga baru pupuk mulai pekan ini. Harga eceran tertinggi naik sekitar 30 persen. Menteri Pertanian Suswono mengatakan kenaikan harga pupuk sudah dikonsultasikan dengan organisasi petani, di antaranya Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, Kontak Tani dan Nelayan Andalan, Dewan Tani, serta Asosiasi Pengusaha Tebu Rakyat Indonesia. ”Pertemuan dilakukan di Kementerian Pertanian,” ujarnya.
Kenaikan harga pupuk yang baru, kata dia, tetap menguntungkan petani. Sebab, petani sudah mendapat keuntungan dari kenaikan harga pembelian pemerintah untuk gabah kering giling 10 persen. Dengan kenaikan harga beli itu, penerimaan petani menjadi Rp 1,2 juta per hektare.
Berdasarkan hasil analisis usaha tani oleh Kementerian Pertanian, kenaikan harga pupuk hanya akan menambah biaya petani Rp 370 ribu per hektare. ”Petani masih mendapat tambahan keuntungan Rp 830 ribu.” Direktur Keuangan PT Pupuk Sriwijaya Wiyas P. Hasbu menjamin kenaikan harga tak akan diikuti kelangkaan pupuk. Stok pupuk urea di tingkat kabupaten saat ini mencapai 699.663 ton, sedangkan stok di pabrik mencapai 142.401 ton.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo