Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Momen

20 Juli 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perbankan
Bunga Penjaminan Turun

LEMBAGA Penjamin Simpanan kembali menurunkan tingkat suku bunga wajar untuk simpanan mata uang rupiah pada bank umum sebesar 25 basis point menjadi 7,25 persen dari semula 7,5 persen. Penurunan serupa terjadi pada simpanan di bank perkreditan rakyat, dari 11 persen menjadi 10,75 persen. ”Tapi bunga wajar untuk simpanan dolar Amerika Serikat tetap di level 2,75 persen,” kata Sekretaris Lembaga Penjamin Simpanan Ahmad Fajarprana di Jakarta pekan lalu.

Perubahan bunga wajar ini keputusan rapat komisioner Lembaga Penjamin Simpanan. Sebelumnya, Juni lalu, lembaga ini telah menurunkan bunga penjaminan dengan besaran yang sama. Penurunan bunga wajar ini mengikuti langkah Bank Indonesia yang telah menurunkan bunga acuan (BI Rate) sebesar 0,25 persen menjadi 6,75 persen.

Fajarprana mengatakan pertimbangan pengambilan keputusan itu antara lain industri perbankan secara bertahap sudah menurunkan suku bunga simpanan. Selain itu, tekanan inflasi ke depan cenderung tetap rendah dan kondisi likuiditas perbankan mulai membaik. Penurunan bunga wajar penjaminan ini, kata dia, untuk mendorong perbankan menurunkan suku bunga kredit, yang bisa mendongkrak pergerakan sektor riil.

Aksi Korporasi
Lokomotif Baru

UNTUK meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, PT Kereta Api (Persero) menggandeng General Electric Transportation, Amerika, dalam pengadaan 20 lokomotif senilai US$ 40 juta atau sekitar Rp 400 miliar. PT Kereta Api sebelumnya sudah punya 175 lokomotif General Electric. Lokomotif yang melayani angkutan penumpang wilayah Sumatera dan Jawa, angkutan batu bara, dan angkutan kontainer di Jawa ini akan datang 18 bulan setelah penandatanganan nota kerja sama tersebut.

Sebetulnya, kata Direktur Utama PT Kereta Api Ignasius Jonan, kebutuhan akan lokomotif mencapai 200 unit dengan total investasi US$ 400 juta. Namun pengadaannya akan perlahan-lahan dipenuhi PT Kereta Api dan General Electric. Sedangkan mekanisme pembayaran 20 lokomotif itu bisa melalui pembayaran dari internal Kereta Api, perbankan, dan suplai kredit dari General Electric.

Presiden Direktur General Electric Transportation Lorenzo Simonelli menilai, dengan kerja sama ini, PT Kereta Api bisa menghemat biaya operasional. Direktur Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan Tunjung Inderawan mengatakan General Electric bakal berinvestasi dalam program revitalisasi kereta api nasional 2010-2020 senilai Rp 200 triliun.

Rumah Susun
Tahun Ini 60 Tower

Pemerintah merevisi target pembangunan rumah susun pada 2009 dari semula 100 tower menjadi hanya 60 menara. ”Ini target moderat, setara dengan 25 ribu unit rumah susun,” kata Deputi Bidang Perumahan Formal Kementerian Negara Perumahan Rakyat, Zulfi Syarif Koto, Selasa pekan lalu. Menurut Zulfi, revisi dilakukan karena perekonomian nasional belum pulih benar setelah terimbas krisis keuangan global akhir tahun lalu.

Meski begitu, dia menegaskan, program pembangunan seribu tower untuk menyediakan hunian layak yang murah hingga 2011 akan berlanjut. Sekitar 60 persen tower tetap akan dibangun di Jakarta, 30 persen di daerah Jawa lain, dan sisanya di luar Jawa. Juni lalu, beberapa pengembang telah menyatakan bersedia membangun 656 tower di seluruh Indonesia.

Saat ini pembangunan sekitar 194 tower sudah mulai berjalan, 120 proyek baru pada tahap pengurusan izin, dan sisanya telah masuk tahap pembangunan fisik.

Utang Luar Negeri
Swasta Melonjak

UTANG luar negeri sektor swasta per Mei 2009 mencapai US$ 61,6 miliar, naik dibanding Desember 2008 sebesar US$ 60,6 miliar. Bank Indonesia mencatat, utang berjangka waktu pinjaman rata-rata maksimal lima tahun ini terdapat di sektor industri manufaktur, transportasi, komunikasi, dan pertambangan.

Deputi Direktur Internasional Bank Indonesia Dian Ediana Rae menilai peningkatan utang tersebut menunjukkan akses pendanaan perusahaan-perusahaan Indonesia ke kreditor di luar negeri makin besar. ”Ini persepsi yang terus membaik terhadap prospek usaha dan perekonomian Indonesia,” kata Dian kepada Eko Nopiansyah dari Tempo pekan lalu.

Secara umum, bank sentral mencatat utang luar negeri per akhir tahun lalu US$ 149 miliar. Rinciannya, utang luar negeri milik pemerintah US$ 77,8 miliar, utang luar negeri swasta US$ 60,6 miliar, dan sisanya adalah surat berharga domestik yang dimiliki pihak asing.

Sedangkan utang luar negeri swasta yang jatuh tempo tahun ini mencapai US$ 17,4 miliar, terdiri atas pokok dan bunga. Kewajiban pembayaran didominasi pembayaran utang luar negeri nonbank atau korporasi US$ 14,3 miliar, dan sisanya kewajiban pembayaran bank.

Namun Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bambang Susatyo menilai peningkatan utang luar negeri swasta itu justru menunjukkan sektor riil masih terpuruk akibat krisis. Penurunan volume penjualan 20-30 persen menyebabkan pengusaha mengurangi pegawai atau menumpuk stok bahan baku untuk mengantisipasi fluktuasi harga komoditas. ”Utang luar negeri swasta belum tentu untuk ekspansi, tapi untuk membayar itu semua,” kata Bambang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus