Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah asosiasi di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) mengungkapkan bahwa dalam dua tahun terakhir, sekitar 60 perusahaan tekstil di Indonesia mengalami kebangkrutan dan terjadilah PHK massal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi), Redma Gita Wirawasta, menjelaskan bahwa situasi ini telah menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sekitar 250 ribu karyawan di industri tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ada sekitar 250 ribu karyawan terkena PHK,” ujarnya saat ditemui Tempo di Jakarta Selatan, Kamis, 19 Desember 2024.
Ia menyebut, jumlah tersebut merupakan akumulasi dari proses PHK yang dilakukan banyak perusahaan TPT secara bertahap.
Ia juga mengungkapkan bahwa tidak semua perusahaan TPT yang melakukan PHK karyawan telah memenuhi kewajibannya dalam membayar hak-hak karyawan. Dari hasil dialognya dengan beberapa serikat pekerja di sektor ini, masih terdapat perusahaan yang sedang dalam proses negosiasi terkait pembayaran pesangon dan kewajiban lainnya.
“Sebagian dulu dikasih pesangonnya, sebagian lagi masih diatur jadwal selanjutnya,” kata dia.
Redma menambahkan bahwa salah satu faktor utama yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan-perusahaan tekstil ini adalah meningkatnya impor pakaian jadi di pasar domestik. Kebijakan relaksasi impor yang diberlakukan pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 dinilai memberikan dampak signifikan terhadap industri tekstil lokal.
“Hal ini telah memperburuk kondisi industri tekstil di Indonesia, yang sebenarnya sudah mengalami deindustrialisasi selama 10 tahun terakhir,” kata dia.
Kondisi ini juga berdampak pada sektor-sektor terkait, seperti industri petrokimia dan produksi Purified Terephtalic Acid (PTA), yang merupakan bahan baku utama tekstil.
Menurutnya, jika produksi PTA terganggu, permintaan listrik untuk sektor tekstil pun menurun. "Masalahnya adalah impor yang tidak terkendali. Hal ini menurunkan utilisasi industri kita dan berdampak pada sektor lain, seperti listrik dan logistik," jelas Redma.
Padahal, industri tekstil memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, menyumbang 11,73 persen terhadap konsumsi listrik di sektor industri dan 5,56 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Berikut adalah daftar 60 perusahaan tekstil yang mengalami kebangkrutan antara tahun 2022 hingga 2024. Perusahaan-perusahaan ini telah tutup, melakukan PHK massal, dan merumahkan para pekerjanya:
Data Perusahaan yang Tutup, PHK, dan Merumahkan Tenaga Kerja
1. PT Adetex (500 tenaga kerja dirumahkan)
2. Agungtex Gruoup (2.000 tenaga kerja dirumahkan)
3. PT Alenatex (tutup – PHK 700 tenaga kerja)
4. PT Apac Inti Corpora (pengurangan tenaga kerja)
5. PT Argo Pantes Bekasi (tutup – berhenti produksi)
6. PT Asia Citra Pratama (tutup – berhenti produksi)
7. PT Asia Pacific Fiber Kaliwungu (pengurangan tenaga kerja)
8. PT Asia Pacific Fiber Karawang (PHK 2.500 tenaga kerja)
9. PT Bitratex (pengurangan tenaga kerja)
10. PT Centex – Spinning Mills (tutup – berhenti produksi)
11. PT Chingluh (PHK 2.000 tenaga kerja)
12. PT Damatex ( tutup – berhenti produksi)
13. PT Delta Merlin Tekstil I – Duniatex Group (PHK 660 tenaga kerja)
14. PT Delta Merlin Tekstil II – Duniatex Group (PHK 924 tenaga kerja)
15. PT Djoni Texindo (tutup – berhenti produksi)
16. PT Dupantex (tutup – berhenti produksi)
17. PT Efendi Textindo (tutup – berhenti produksi)
18. PT Fotexco Busana Internasional (tutup – berhenti produksi)
19. PT Grand Best (PHK 300 tenaga kerja)
20. PT Grand Pintalan (tutup – berhenti produksi)
21. PT Grandtex (tutup – berhenti produksi)
22. PT Gunatex (tutup – berhenti produksi)
23. PT HS Aparel (tutup)
24. PT Indachi Prima (pengurangan tenaga kerja)
25. PT Jelita (tutup – berhenti produksi)
26. PT Kabana (PHK 1.200 tenaga kerja)
27. PT Kaha Apollo Utama (tutup – berhenti produksi)
28. PT Kahatex (pengurangan tenaga kerja)
29. PT Kintong (tutup – berhenti produksi)
30. Kusuma Group : PT Pamor, PT Kusuma Putra, PT Kusuma Hadi (tutup – PHK 1.500 tenaga kerja)
31. PT Lawe Adyaprima Spinning Mills (tutup – berhenti produksi)
32. PT Lojitex (tutup – berhenti produksi)
33. PT Lucky Tekstil (PHK 100 tenaga kerja)
34. PT Mafahtex Tirto (tutup – berhenti produksi)
35. PT Miki Moto (tutup – berhenti produksi)
36. PT Mulia Cemerlang Abadi (tutup – berhenti produksi)
37. PT Mulia Spindo Mills (tutup – berhenti produksi)
38. PT Nikomas (bertahap ribuan pekerja)
39. PT Ocean Asia Industry (tutup – PHK 314 tenaga kerja)
40. PT Panca Sindo (tutup – berhenti produksi)
41. PT Pismatex (pailit – PHK 1.700 tenaga kerja)
42. PT Polyfin Canggih (pengurangan tenaga kerja)
43. PT Pulaumas Tekstil (PHK 460 tenaga kerja)
44. PT Rayon Utama Makmur (tutup)
45. PT Ricky Putra Globalindo, Tbk. (tutup – berhenti produksi)
46. PT Sai Aparel (relokasi sebagian)
47. PT Saritex (tutup – berhenti produksi_
48. PT Sembung Tex (tutup – berhenti produksi)
49. PT Sinar Panca Jaya (pengurangan tenaga kerja)
50. PT South Pacific Viscose (pengurangan tenaga kerja)
51. Sritex Group (2.500 tenaga kerja dirumahkan)
52. PT Starpia (tutup)
53. PT Sulindafin (tutup-berhenti produksi)
54. PT Sulindamills (tutup-berhenti produksi)
55. PT Tifico Fiber Industries (pengurangan tenaga kerja)
56. PT Tuntex (tutup – PHK 1.163 tenaga kerja)
57. PT Wiska Sumedang (tutup – PHK 700 tenaga kerja)
58. PT Primissima (tutup – berhenti produksi)
59. PT Sritex (pailit)
60. PT Asia Pasific Fibers Karawang (berhenti beroperasi)
Oyuk Ivani S dan Antaranews berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: 60 Perusahaan PHK Massal Sektor Mana yang Paling Banyak Lakukan PHK Sepanjang 2024