Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi dan politik Faisal Basri wafat di usia 65 tahun pada Kamis, 5 September 2024. Faisal Basri mangkat pada pukul 03.50 WIB di Rumah Sakit Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan. Menurut adik Faisal Basri, Ramdan Malik, sang kakak diduga meninggal karena serangan jantung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ada kemungkinan jantung,” kata Ramdan Malik, saat ditemui di rumah duka di kawasan Gudang Peluru, Jakarta Selatan, Kamis hari ini, 5 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Semasa hidupnya, Faisal Basri dikenal sebagai pengamat yang kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah sejak era Orde Baru hingga kebijakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Dia bahkan tak jarang melontarkan kritik tajamnya ke pemerintah apabila ada kebijakan yang tak sesuai.
Salah satu kebijakan pemerintah yang disoroti pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef) itu adalah proyek kereta cepat yang dinilainya baru akan balik modal setelah 139 tahun.
Prediksi Faisal Basri Soal Kereta Cepat
Faisal Basri pernah menyampaikan hitung-hitungannya terkait balik modal kereta cepat Whoosh yang baru akan tercapai dalam waktu 139 tahun. Alumnus Universitas Indonesia (UI) itu sebelumnya menjelaskan beberapa komponen yang dimasukkan dalam rumus menghitung balik modal sepur kilat tersebut. Mulai dari asumsi penumpang terisi 100 persen, jumlah perjalanan sehari, hingga tarif.
Menurut Faisal, jika kereta tersebut terisi 100 persen, dalam satu rangkaian ada 601 orang penumpang yang naik pada waktu operasi dari pukul 05.00-22.00 WIB. Artinya ada 36 kali perjalanan.
“Katanya bisa 10 menit sekali, tapi ya penumpangnya nggak ada,” ujar Faisal Basri dalam diskusi bertajuk ‘Beban Utang Kereta Cepat di APBN’ di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan pada Selasa, 17 Oktober 2023.
Kemudian komponen lainnya, tarif sekali jalan Rp 300 ribu dan kereta beroperasi setiap hari sepanjang tahun yakni 365 hari. Lalu ada komponen nilai investasi setelah pembengkakan biaya menjadi US$ 8 miliar atau sekitar Rp 114,4 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.300 per dolar AS.
Dalam perhitungan tersebut, Faisal Basri belum memasukkan komponen time value of money, ongkos operasional, bunga pinjaman, dan pendapatan non operasional seperti kios-kios. “Pendapatan dari penumpang setiap tahunnya Rp 2,369 triliun,” ucap Faisal Basri.
Angka tersebut berasal dari 601 orang dikali dengan jumlah perjalanan 36 dikali 365 hari dan dikali dengan tarif Rp 300 ribu. “Nah butuh waktu 48,3 tahun untuk mengembalikan nilai investasinya, tanpa ongkos operasi, tanpa macam-macam, lah,” kata dia.
Faisal Basri juga berhitung dengan menggunakan asumsi lain. Misalnya, jika tempat duduk yang terisi 75 persen, maka proyek itu baru akan balik modal 64 tahun. Bila dalam sehari hanya ada 30 perjalanan, maka balik modal bisa sampai 77,3 tahun. Selain itu, jika tarifnya diturunkan menjadi Rp 250 ribu karena tidak laku, maka pengembalian modal bisa 92,7 tahun.
Belum lagi jika menggunakan kurs Rp 14.500 per dolar AS, dalam hitungan Faisal Basri, balik modal butuh waktu 94 tahun. Sebagai gambaran, saat ini kurs Rp 15.416 per dolar AS.
“Jika diganti dengan kurs sekarang, bisa butuh 100 tahun kayaknya (untuk balik modal). Serta jika nilai investasi naik menjadi US$ 8,5 milar, butuh waktu 98,5 tahun. Nah ini yang saya sebut sampai kiamat itu (waktu yang dibutuhkan kereta cepat untuk balik modal),” kata Faisal Basri.
Perhitungan lainnya, Faisal Basri membeberkan, dengan simulasi sederhana tanpa ongkos operasi yakni nilai investasi Rp 114,7 triliun. Jika 601 tempat duduk terisi penuh 100 persen, dengan 39 perjalanan, dan tarif Ro 400 ribu, maka balik modal bisa tercapai dalam 33 tahun.
Sementara, jika tempat duduk terisi hanya 80 persen, dengan 30 perjalanan perjalanan, dan tarif tiket Rp 350 ribu, maka balik modal tercapai 62 tahun. Selain itu, bila tempat duduk terisi hanya 60 persen, dengan 35 perjalanan, dan tarif Rp 300 ribu, balik modal bisa tercapai dalam 83 tahun.
“Dan jika tempat duduk terisi hanya 50 persen, dengan 30 perjalanan, tarif Rp 250 ribu, balik modalnya bisa sampai 139 tahun. Gampang kok ngitungnya,” tutur Faisal Basri.
Adil Al Hasan, Akhmad Riyadh, Defara Dhanya Paramitha, Moh. Khory Alfarizi, berkontribusi dalam penulisan artikel ini.